Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2013

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

DI REMBANG DENDANG

Oleh Rusli Marzuki Saria Penyair Senior, berasal dari Sumatera Barat I MEMBACA lebih dari seratus sajak seperti menghayati kehidupan. Kata-kata menyerbu penulis sajak dengan gegap gempita. Barangkali juga dengan sorai sorai. Tugas menyair, tugas penulis sajak adalah menyaring kata-kata. Kata-kata datang bagai airbah dan itulah yang akan dihempang dan disaring. Seperti juga seorang penulis sajak, juga penjaga gawang ketika bola sedang melantun ke gawangnya. Perlu kewaspadaan dan kerja keras untuk bergulat dengan kata-kata. Karena bahan baku menulis sajak adalah kata-kata itu. Lalu, bagaimana dengan “Buku Kumpulan Puisi” Denni Meilizon yang berjudul Rembang Dendang. Saya membacanya : II Petang rembang sunyi bayang Ufuk menyingsing kenang menggenang Di pepatah ujar, pada petitih ajar                                                         Semburat binar   meringkas nanar                                                              Di bungkus sayang, gen

”Rembang Dendang” Denni Meilizon : Sebuah Kebangkitan

Oleh : Dasril Ahmad (Pengamat dan Kritikus Sastra, berdomisili di Kota Padang) Eksistensi karya sastra, termasuk puisi, di Indonesia sampai dekade 1980-an masih dipandang berada pada posisi marjinal/terpencil di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kondisi ini membuat banyak pihak mencari dan kemudian melemparkan “bola panas” penyebabnya ke segala arah, tak terkecuali bola panas itu telak menggelind ing ke lembaga pendidikan yang dianggap gagal melaksanakan pengajaran sastra dengan baik, sehingga berakibat apresiasi sastra masyarakat tak kunjung baik, dan sastra pun dipandang semakin marjinal di tengah kehidupan masyarakat itu sendiri. Menghadapi kenyataan itu, sastrawan dan budayawan Mochtar Lubis menyatakan, sebetulnya sastra Indonesia itu terpencil dalam arti bila dibandingkan dengan sastra di negara-negara lain, seperti Belanda, Rusia dan lain-lain, di mana seorang penyair mempunyai syair yang dibaca oleh berjuta-juta orang. Maka peminat-peminat sastra Indones

TELAH TERBIT ! BUKU PUISI "REMBANG DENDANG" KARYA DENNI MEILIZON

TELAH TERBIT Judul: REMBANG DENDANG Tebal: 140 Halaman ISBN: 978-602-7692-53-4 Harga: Rp. 40.000 (Belum Ongkir) PENULIS: DENNI MEILIZON ======================= Untuk Pemesanan Ketik: RD#Nama Lengkap#Alamat Lengkap#Jumlah#No. Telp Kirim ke 0878-260000-53   0857-60-600-640 =================== “MEMBACA “REMBANG DENDANG” buah penanya Denni Meilizon yang penuh rona larik demi larik memikat hubungan judul dengan isi begitu lekat, bermakna membawa kita pada berbagai imajinasi. Ada kegembiraan, kesedihan, kedunguan dan kepintaran, disajikan lengkap dalam buku ini, makna mudah dicerna walau terkadang kita harus melekat pada larik dan bait puisinya, pesan sufi yang terpapar berbentuk nasihat atau gelora muda yang berkobar, membuat buku ini bisa diterima oleh berbagai kalangan, semoga saja ke depan Denni Meilizon bisa menorehkan namanya dan berkiprah di ranah tercinta ini” (Bambang Irianto - Penyair dan Penikmat sastra) "Puisi-puisi ini tak sekadar puisi. Selalu u