Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Buku-Buku dari Rahim Penerbit Alternatif

Oleh: Denni Meilizon* WALAUPUN HUJAN terus saja jatuh dengan lebatnya, tetapi tidaklah menjadi pengurung langkah para pengunjung memenuhi ruang duduk di Gubuk Coffee pada jelang malam, ujung hari Kamis 23 November 2017 itu. Café itu terbilang baru untuk kota Padang, mengambil tempat di pinggiran sungai Batang Kuranji tepat di bawah sebuah jembatan yang membentang di atas sungai yang airnya selalu menguning tersebut. Pada malam itu, terlihat ada yang berbeda dari biasanya. Ramainya aktifitas di sana agaknya bukan saja di isi oleh pelanggan tetap saja melainkan juga kehadiran wajah-wajah baru sebagai undangan dari sebuah acara yang diketahui kemudian dihelat oleh Penerbit Rumahkayu Pustaka Utama bekerjasama dengan Lini Buku serta pendukung acara lainnya, bertajuk “Bicara Soal Penulisan, Penerbitan Alternatif dan Hal Lain-Lain” dengan menghadirkan pemantik diskusi dari Goodreads Indonesia, Aldo Zirsov.

Sedikit Membaca Tiga Puisi Penyair Refdinal Muzan

Foto koleksi pribadi Oleh Denni Meilizon HALUAN Minggu ini mempersembahkan kepada pembaca 3 (tiga) puisi karya Penyair Refdinal Muzan. Adalah sebuah kebanggaan bagi redaksi mengingat Refdinal Muzan selain produktif menyair dan dikenal sebagai Deklamator sajak ternyata juga berprofesi sebagai Guru sebuah sekolah menengah di Kabupaten Agam Sumatra Barat. Pada kesempatan kali ini, kita akan mengupas 3 (tiga) buah puisi itu satu persatu dalam ruang yang terbatas.

Warung Kopi, Majelis Budaya di Akar Rumput

Oleh: Maulana Afwan Tokoh Pemuda Pasaman Barat, Aktivis Tinta Pena Maulana Afwan DALAM berbagai pengamatan penulis, ngopi bukan sekedar aktifitas mencari tempat untuk belanja minuman bernama kopi, seperti membeli jus buah atau minum bermerk. Ngopi di warung bukan tentang kopi yang sedang diminum, melainkan sebuah realitas budaya yang memiliki nilai sosial dengan berbagai agenda penikmat warung kopi itu sendiri.

Mari Mengairi Jiwa yang Gersang

Jelang Festival Seni Pekan Nan Tumpah 2017 Laporan: Denni Meilizon TAMAN Budaya Sumatra Barat akan kembali menjadi pusat perhatian pelaku dan penikmat kesenian mulai Sabtu 23 - 29 September 2017 mendatang.  Inilah perhelatan seni dua tahunan di kota Padang bertajuk Festival Pekan Nan Tumpah 2017. Ada  apa saja selama sepekan akhir bulan September itu?  Tim Budaya SKH HALUAN Padang berhasil mengulik persiapan panitia Festival Pekan Nan Tumpah 2017 yang tahun ini diketuai oleh Emilia Dwi Cahyo, Pegiat Teater KSNT.

Merayakan Kata-Kata, Menulis Puisi

Oleh: Denni Meilizon   Foto dok. Pribadi. Kepulauan Mentawai Apa fungsi Puisi? Untuk apa puisi ditulis atau buat apa menulis puisi?  Puisi merupakan bentuk kesusasteraan paling purba. Induk sastra. Sejak keberadaan manusia sebagai makhluk berakal di atas dunia ini, cikal bakal puisi pun ikut hadir. Puisi, bukan hanya sekadar ungkapan bahasa saja. Ia juga adalah bebunyian dari alam. Suara guntur, desah hujan, desan angin atau debur ombak. Dentum kosmik, gerak bintang-bintang. degup jantung, bahkan keriuhan penciptaan dalam rahim.      Tercatat, Puisi yang tertua adalah Epos Gilgamesh, dari milenium ke-3 SM di Sumeria (di Mesopotamia, sekarang Irak), yang ditulis dalam naskah tulisan kuno berbentuk baji pada tablet tanah liat dan kemudian, papirus. Puisi dan syair-syair mitologi lainnya seperti   epos Iliad dan Odyssey karya Homerus, Old Iran buku-buku yang Gathic dan Yasna Avesta, epik nasional Romawi, Virgil Aeneid, dan India epos Ramayana dan Mahabharata, juga kit

Lelaki Sunyi, Kemeriahan Cinta dan Pembentukan Teks Puisi

( Membaca puisi-puisi Julham Effendi dalam buku puisi Filosofi Secangkir Kopi) Oleh: Denni Meilizon* I MENURUT Aristoteles (384 SM – 322 SM) penciptaan puisi (diambil dari judul karyanya “Poetica” yang kemudian menjadi cabang ilmu pengetahuan) umumnya didasari oleh dua hal, yaitu pertama , adanya insting untuk merepresentasikan sesuatu yang sudah melekat pada diri manusia sejak kecil dan kedua kesenangan manusia terhadap karya-karya representasi itu. Dibanding makhluk lain, manusia justru cenderung memandang sesuatu itu dengan detil dan tidak menyukai bentuk asli dari suatu gambaran tertentu. Kecenderungan demikian ini, termasuk kemudian upaya peniruan bentuk-bentuk, warna-warna, bunyi dan tingkah polah melalui media tertentu menghasilkan apa yang kini kita ketahui disebut dengan seni. Sastra bukanlah hal yang remeh – temeh belaka, bukanlah pula sesuatu kemewahan duniawi. Sastrawan mendapatkan tempat di dalam sejarah peradaban dunia. Raja-raja, panglima perang,

Gelora Literasi 500 Siswa Sekolah di Bumi Sangkabulan

Laporan: Denni Meilizon  Rabu 13 September 2017, Kota Simpang Empat baru saja menyingkap hawa dingin dan malam seiring mentari pagi merekah dari balik bukit barisan. Segerombolan burung yang bersarang di kaki Gunung Talamau melintas ke arah timur, menuju hutan larangan Rimbo Panti. Di bundaran kota, ditandai sebuah monumen selamat datang berupa Patung Tigo Tungku Sajarangan telah menetak geliat kehidupan ibukota kabupaten di ujung Sumatera Barat bagian utara itu. Gerobak aneka kuliner menguar hingga ke pasar Simpang Empat, di sisi jalan menuju Pantai Sasak. Satu persatu toko aneka kebutuhan sehari-hari mulai dibuka pemiliknya. Tiga orang petugas Polisi Lalu Lintas terlihat sibuk mengatur kendaraan yang mulai memadat. Serombongan anak-anak sekolah berjalan kaki asyik bercengkerama. Sayup-sayup tercium aroma rendang yang menyusup disela bau sisa buangan cerobong pabrik kelapa sawit yang dibawa angin dari arah selatan.

Budaya Berdebat dan Boleh Bercarut Sepuasnya

Oleh Denni Meilizon PADA HARI ITU sekelompok orang dari berbagai usia duduk mengobrol. Obrolan itu adakalanya nampak serius namun pada lain kesempatan terdengar gelak tawa. Sesekali mereka menyeruput cangkir-cangkir kopi. Beberapa di antara mereka bahkan juga menyantap makanan yang terhidang di meja-meja kayu. Kepulan kretek mengiringi pembicaraan dan diskusi mereka.   Beberapa orang yang agaknya datang kemudian ikut bergabung. Kelihatan mereka sudah saling kenal mengenal satu sama lain. Yang pasti, sekumpulan orang di dalam kafe itu memiliki sebuah hobi dan kecenderungan yang sama. Mereka dikumpulkan oleh dunia yang sama, Sastra dan Budaya.   Tidak semua yang hadir itu secara resmi belajar sastra pada perguruan tinggi. Beberapa di antara mereka ada yang belajar psikologi, filsafat, bahkan ada pula yang belajar sastra secara otodidak. Akan tetapi, mereka semua memilih sastra sebagai sebuah jalan hidup. Secara periodik mereka akan berkumpul dan berdiskusi perihal sastra, s

Ide Cerita Anak: Layang-Layang, Baling-Baling, Gelembung Sabun dan Tamtam Buku

Oleh: Denni Meilizon   sumber ilustrasi dari Baltyra.com PARAGRAF awal tulisan ini kita persembahkan sebagai apresiasi kepada cerpenis (yang juga sudah menerbitkan novel) Amika An yang akhir-akhir ini terpantau sedang produktif dan bahagia menuliskan cerita anak. Saya sendiri punya angan-angan sekiranya para cerpenis mapan mau pula menulis cerita anak tentu alangkah kayanya anak-anak kita akan bacaan ketika senggang. Cerita anak di sini tentu saja cerita yang sesuai syarat dan rukunnya untuk konsumsi kanak-kanak, atau barangkali merujuk kepada Lukens (2003:8)   yang mengatakan “cerita anak adalah cerita yang menceritakan tentang gambar-gambar dan binatang-binatang maupun manusia dengan lingkungan” dan menurut Nurgiyantoro (2005:35) dengan demikian “cerita anak adalah cerita di mana anak adalah subjek yang menjadi fokus perhatian. Tokoh cerita anak boleh siapa saja, namun mesti ada anak-anaknya, dan tokoh anak itu tidak hanya menjadi pusat perhatian, tetapi juga pusa

Yusril Katil, Doktor Teater dari Sumatera Barat

Oleh: Denni Meilizon   (Diatunes Art. & Managements) Di sebuah ruang yang lapang, di halaman terbuka. Sekelompok orang terlihat disibukkan dengan perkakas-perkakas yang kalau kemudian dilihat lebih dekat ternyata adalah gentong-gentong berisi air, ember-ember perlengkapan kamar mandi dan gayung. Adakah pula sabun mandi, shampoo, odol dan sikat gigi kaulihat? Oo, ada ternyata. Ini kamar mandi! Mandi ramai-ramai di hadapan mata khalayak umum! Pertunjukan naskah teater berjudul “Kamar Mandi Kita” pada medio September 2016 yang lalu merupakan salah satu karya kreatif paling anyar besutan Yusril Katil, Sutradara yang bergiat di Komunitas Seni Hitam Putih, Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang dan peraih gelar Doktor bidang Penciptaaan dari Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Jawa Tengah. Belum banyak seniman yang bergelar Doktor di Sumatera Barat ini. Apalagi dibidang Teater.

Kita Berduka, Tetapi Kita Harus Segera Bangkit (Untuk Rohingya, Palestina, Suriah dan Mana Lagi..)

Oleh: Denni Meilizon KITA berdukacita untuk Rohingya. Di sana kebebasan dan kemerdekaan sebagai manusia masih jauh dari harapan. Negara kita Indonesia sangat mengutuk penjajahan dalam rupa apapun di atas bumi ini. Hak asasi manusia tiada lain adalah hak untuk hidup dan berkehidupan. Mengakui persamaan kesempatan dan peluang bagi setiap manusia dan juga kedamaian bagi alam semesta. Untuk Rohingya yang ditindas oleh segolongan manusia lain atas nama ideologi, agama, kepentingan kekuasaan atau apapun itu kita laungkan doa kepada Allah semoga ada kelapangan dan masa depan yang baik di sana dan semoga Negara kita dijauhkan dari hal serupa, kita tetap bersatu, bersama-sama membangun masadepan yang lebih baik.

[Puisi] Tulang Belulang Jendela dan Malam yang Berperangai

Oleh: Denni Meilizon Aku menggoda malam yang merangkak pada tirai kamar Malam yang malu jatuh ke ubin menggeliat manja Memandangku ayu teramat merayu Namun tulang belulang jendela mengunyah kacanya Tiap gigitan menderam bunyi derak mengalihkan malam Meninggalkanku melesat ia menghempas ke jendela Merasuki derak kaca menahan gigitan tulang itu Dengan pandangan mata dingin Malam menyusup dan pergi mengibaskan selendangnya Menutupi mataku dalam kegelapan. Padang, 2015

Ide Menulis Bersumber Kearifan Lokal

Oleh: Denni Meilizon Momok yang paling menakutkan bak hantu bagi penulis pemula (bahkan juga bagi penulis karatan) adalah sosok yang disebut dengan “ide”. Bagaimana ide dikembangkan oleh seorang penulis? Banyak cara yang dipergunakan untuk itu. Ini sama halnya dengan melakukan pekerjaan serius lainnya. Bayangkan seorang chef yang sedang meramu masakan di dapur. Seorang komposer yang hendak mengarang sebuah lagu dengan memainkan not-not keyboard. Bayangkan seorang penjahit kain yang hendak membuat pola motif dengan merancang dan merancang kembali beragam kain. Semua usaha kreatif melalui beberapa tahap awal itulah momen emas seorang kreator menemukan ide-ide, menghapus beberapa ide, dan bermain-main dengan ide yang merebut imajinasi. Setiap kreator mengembangkan ide dengan melarutkan diri dalam pikirannya, ia sunyi sambil memikirkan sesuatu di dalam media tertentu. Demikian juga dengan menulis. 

Memelihara Percik Sejarah Diri

Pembacaan atas puisi-puisi Eddy Pranata PNP Oleh Denni Meilizon   Eddy Pranata PNP Kubiarkan engkau keluar dari diriku . Yang keluar dari diri dengan demikian berarti menjadi percik sejarah. Menggenangkan kenangan. Ada api yang nyalanya dari kayu bakar itu sepanjang jalan . Melahirkan puisi-puisi dalam sajak yang pedih. Melantun ia keluar dan di tebing-tebing karang, di sepanjang pantai kemudian mencebur ke laut . Kita melihat bagaimana puisi ini dapat saling membelitkan perbedaan, kepentingan sebab akibat   dan menjadi satu sebab pertemuan dan perpisahan   dalam kurun masa kehidupan seorang manusia adalah asap kenangan , ombak yang menghempas di runcing karang . Ketika kembali kepada diri maka selalu saja ada rasa sunyi dan perih . Sebuah lembaga penyatuan itu tak lain sebagai buah dari jikalau garam di laut, asam di gunung/bertemu dalam belanga.

Kebencian dan Dendam Tidaklah Memenangkan Siapapun

Oleh: Denni Meilizon   Sumber ilustrasi: http://solusik.com SULAM EMAS edisi kali ini memuat beberapa puisi karya remaja putri dari berbagai daerah se Indonesia. Naskah-naskah puisi tersebut dipilih dari naskah yang masuk ke meja redaksi, setelah dilakukan proses kurator didapati bahwa beberapa puisi layak masuk ke dalam halaman GABA-GABA sebagai sastra serius atau dimuat terlebih dahulu di halaman SULAM EMAS sebagai wadah belajar dan pemotivasi diri untuk semakin giat dan aktif berkarya. Untuk merayakan pemuatan karya khususnya di halaman SULAM EMAS ini, kita berikan apresiasi kepada sahabat-sahabat kita; Nadia, Mutia, Mia, Elfi, Syifa dan Imelia untuk puisi-puisi mereka yang bagus dan enak dibaca. Apresiasi juga kita berikan kepada   NURUL JANNAH untuk cerita pendeknya. Semua itu tiada lain adalah untuk membuat kita tetap optimis dan bahagia utamanya pada akhir pekan ini.

Tanah Ombak dan Cerita Kita Hari ini

Reportase oleh Denni Meilizon  SEKELOMPOK pemain berada di tengah panggung. Panggung itu ditata dengan dekorasi sedemikian rupa. Ada pintu tepat di belakang para pemain mungkin menggambarkan sebuah rumah. Ada pepohonan dan dedaun kering berserakan. Pengiring musik dapat kita saksikan mengambil tempat seakan menyatu dengan bagian dekorasi panggung. Ada lima orang di sana. Dua pemain gitar, satu peniup seruling, satu penabuh kajon dan seorang vokal perempuan. Mengiringi arus kedatangan penonton memenuhi bangku-bangku di dalam gedung teater utama Taman Budaya Padang pada malam itu, suguhan lagu-lagu gembira terdengar mengalun dari panggung. Tidak ada layar buka dan tutup. Tidak ada pemain ke luar dan masuk. Mereka, yang kini bisa dilihat di atas panggung itu seakan ingin menyampaikan pesan kepada penonton yang berdatangan, kami siap bermain malam ini. Kenapa kalian lama sekali?

[CERPEN] Ingatan yang Pulang ke Pangkal Rahim

Oleh: Denni Meilizon   AKU ingat, dahulu   ketika masa kecil. Kami mempunyai beberapa benda yang menurutku aneh dan ganjil namun memantik rasa keingintahuanku. Satu di antara benda yang banyak itu adalah sebuah kotak berwarna putih. Kotak dengan sedikit ber aroma pahit dan kering (atau basah?). Bebauan yang membuat ku merindin g dan bergidik. N amun demikian, karena sebuah ajakan bagi jiwa kanak-kanakku datang mendesak-desak, maka kau akan melihatku malahan suka sekali menyesap aroma aneh itu dengan begitu takzimnya . Aku suka berlama-lama memegangnya. Kuciumi berulangkali . A ku suka melakukan itu . Hingga -ini beberapa kali terjadi- papa datang mengambil kotak itu, lalu ia merebutnya dari tanganku. “Jangan ciumi juga kotak ini, Nak. Nanti kau bisa sakit.” Selalu begitu kata papa sambil meletakkan kotak berbau aneh itu ke atas bofet, pada tempat di mana benda itu memang sebelumnya berada.

Sekeping Biskuit dan Puisi-Puisi Lainnya

Oleh: Denni Meilizon   sumber ilustrasi dari dailymail.co.uk PADA hakekatnya puisi bukan hanya terletak pada bentuk formalnya meskipun bentuk formal itu penting. Hakekat puisi ialah apa yang menyebabkan puisi itu disebut puisi. Puisi bebas atau puisi modern tidak terikat pada bentuk formal. Ada pendapat di kalangan umum bahwa menulis puisi terkait dengan bakat namun hal tersebut tidak sepenuhnya benar sebab sejumlah sastrawan lahir dengan pengaruh bakat yang sangat kecil. Mereka berkarya misalnya dengan menulis puisi yang diperoleh melalui proses belajar dan berlatih.

Sebuah Waktu yang Dibekukan oleh Ruang Bernama Ingatan

Oleh: Denni Meilizon                   Ilustrasi dari saveoursmile.blogspot.com KELUGUAN sekaligus juga kelugasan dapat kita selami melalui 4 (empat) puisi kiriman Revonza Maulana Satria, Mutia Oktanuri, Desi Kurnia Wati Rizki dan Rahma Yulia dan dimuat pada edisi Sulam Emas kali ini. Lugu sebab tanpa tedeng aling-aling mereka begitu gempita menuliskan perasaan (apa yang terasa), mengalirkan kata-kata bagai airbah. Lugas sebab puisi – puisi ini disampaikan dengan lirik yang mengena, pendek-pendek dan mudah dicerna. Mari kita lihat puisi “Luka Cinta di Kala Senja” berikut ini.

Puisi - Puisi dalam Musik Tanah Air

Oleh Refdinal Muzan   (Penyair dan Penikmat lagu) Ilustrasi dari artmusictoday.org MUSIK adalah bahasa universal yang dapat dinikmati oleh semua kalangan. Dari seorang pemangku jabatan hingga seorang pengangguran, dari kaum berpunya hingga rakyat jelata, dari yang tua-tua hingga yang masih balita. Musik sepertinya menjadi sebuah kebutuhan untuk selingan di ruang nalar otak kita yang biasanya terisi dengan berjubel persoalan tentang hati, angka, dan realita kehidupan yang harus bergulir. Semacam refreshing sebelum melanjutkan semua rutinitas itu. Dari masa ke masa selalu saja ada kenangan yang bisa menjadi penanda dalam satu peristiwa. Masa muda, masa ketika ingatan dan memori kita masih segar dan kuat untuk merekam sesuatu yang didengar dan tertangkap panca indera. Wajar bila kita sebut lagu favorit seseorang tergambarlah di era mana ia pernah muda.

Hal Ihwal Kopi dan Pentingnya Seni Menikmati Pekerjaan

Oleh: Denni Meilizon   ilustrasi dari pulangkerja.com Elfi Wahyu Lianti mengirimkan puisi-puisi bagus ke meja redaksi. Siswa MAN Gunung Padangpanjang ini menyajikan puisi rasa kopi kepada kita semua. Lihatlah ia bagaimana bisa membentuk larik yang imajinatif dalam puisi “Sajak-Sajak Kopi” berikut ini: Kaulah kopiku / Berpadu dengan pasir putih bersih / Diseduh dengan air panas .   Lalu ia membawa kita ke kedalaman filosofi dengan ungkapan begini, Oh kopiku sang hitam pekatku / Betapa enaknya dirimu / Sehingga lisan tak mampu menguraikan bahasa / Hanya sajak-sajak yang mampu kutuangkan / Menuangkan cita rasamu .

Merisak, Merundung dan Mem-bully

Oleh: Denni Meilizon ilustrasi dari google.com Bullying (Bully) merupakan kata asing yang saat ini sangat akrab diucapkan oleh orang Indonesia. Merujuk kamus Bahasa Inggris, kata bully dijelaskan berarti; kb. (j. -lies) penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. -ks. Inf.: baik, bagus, kelas satu, nomor wahid. -kkt. (bullied) menggertak, mengganggu . Jika kita telusuri daftar kata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka akan ditemukan dua buah kata yang memiliki makna yang sama   dengan kata bully (bullying) yakni kata risak (merisak) berarti; risak/ri·sak/ v, merisak/me·ri·sak/ v mengusik; mengganggu: mereka tidak putus-putusnya ~ ku dengan berbagai-bagai olok-olokan. Lalu ada kata rundung (merundung) yang berarti [v] , me.run.dung v (1) mengganggu; mengusik terus-menerus; menyusahkan: anak itu ~ ayahnya, meminta dibelikan sepeda baru; (2) menimpa (tt kecelakaan, bencana, kesusahan, dsb): ia tabah atas kemalangan yang telah ~ nya . Selanjutnya,

MUHAMMAD JUJUR, Pencipta Lagu Anak-Anak

Oleh: Denni Meilizon //Mari bernyanyi bersama/ Dalam dunia kita/ Tepuk tangan bergembira/ Lagu yang sederhana/ Kita belum dewasa/ Jangan sampai terpaksa/ Meniru, bukanlah sifatmu/ Berbanggalah, semua/ Dunia kita berbeda/ Duniaku, adalah milikku/. BEGITULAH sepenggal syair lagu yang diambil dari single Kembalikan Dunia Kami ciptaan Muhammad Jujur. Om Jujur, demikian lelaki yang berusia kepala lima ini akrab dipanggil, memiliki cita-cita yang sebetulnya sangat sederhana, yaitu ingin mengembalikan dunia anak-anak yang kian terampas oleh kungkungan dan kurungan materialism, gaya hidup hedonis dan sistim pendidikan yang masih belum mampu membentuk karakter anak sesuai usianya. Sesuai dengan kemampuan beliau terutama dibidang seni musik sebagai pencipta lagu, maka pesan tersebut kemudian dituangkanlah melalui lagu-lagu yang bermoral dan mendidik mental anak serta mengandung nilai-nilai pendidikan agama di dalamnya. Ia bercita-cita, kelak, yang entah kapan masanya, orang-orang de