BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya. “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”. Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR ketika ditanya: ”Itu niat
Reportase oleh Denni Meilizon
SEKELOMPOK
pemain berada di tengah panggung. Panggung itu ditata dengan dekorasi
sedemikian rupa. Ada pintu tepat di belakang para pemain mungkin menggambarkan
sebuah rumah. Ada pepohonan dan dedaun kering berserakan. Pengiring musik dapat
kita saksikan mengambil tempat seakan menyatu dengan bagian dekorasi panggung.
Ada lima orang di sana. Dua pemain gitar, satu peniup seruling, satu penabuh
kajon dan seorang vokal perempuan. Mengiringi arus kedatangan penonton memenuhi
bangku-bangku di dalam gedung teater utama Taman Budaya Padang pada malam itu,
suguhan lagu-lagu gembira terdengar mengalun dari panggung. Tidak ada layar
buka dan tutup. Tidak ada pemain ke luar dan masuk. Mereka, yang kini bisa
dilihat di atas panggung itu seakan ingin menyampaikan pesan kepada penonton
yang berdatangan, kami siap bermain malam ini. Kenapa kalian lama sekali?
Tepat pukul 20.30 WIB pementasan teater yang
membawakan naskah berjudul Cerita Hari ini dimulai. Musik pengiring dimainkan,
lagu pengantar dinyanyikan. Musik yang dibawakan oleh Muhammad Riski, Fikri dan
Dika itu mengantarkan penonton kepada lakon yang dipertunjukkan di atas
panggung. Panggung yang berubah menjadi suasana dan menjelma menjadi skema. Ada
sepuluh orang di sana sekarang. Sepuluh anak tepatnya. Beberapa orangtua juga. Masing-masing terlihat sibuk dengan sesuatu
di dalam genggaman tangan. Tak butuh waktu lama, kita kemudian mengetahui bahwa
itu adalah perangkat pintar, telepon genggam, tablet dan lainnya yang akrab di
dunia sehari-hari disebut dengan gadget.
Tak jauh beda dengan keseharian kita saat ini, di
atas panggung para pelakon memindahkan prilaku dan kenyataan ke dalam cerita.
Ditunjukkan benar kegandrungan orang sekarang terhadap benda berlayar petak
itu. Anak-anak sibuk dengan gadget
padahal mereka masih duduk di bangku sekolah yang seharusnya lebih dekat dengan
buku untuk dibaca dan juga dipelajari. Lihatlah kemudian ketika seorang ibu
muda digambarkan menelepon anak perempuannya, dengar dialog kekinian antara ibu
dan anak ini. Tak jauh-jauh soal pulsa paket kuota internet yang habis, soal si
ibu yang kehilangan smartphone-nya
yang ternyata dibawa oleh si anak. Kita saksikan dialog yang paradoks manakala
ibu itu memarahi anaknya lewat telepon kenapa tidak membaca buku, kenapa tidak
belajar sementara dia sendiri pun juga asyik dengan telepon pintar layar
sentuhnya. Orangtua sibuk berdunia maya,
anak-anak sibuk membibitkan keterpanaan akan kecanggihan teknologi komunikasi.
Dunia kita hari ini memang begitu.
Pementasan teater Tanah Ombak pada malam itu disutradarai
oleh Robby W. Riyodi. Anak-anak Tanah Ombak langsung didapuk menjadi pemain.
Rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar dan menengah. Namun soal
kemampuan berakting jangan salah kira, anak-anak ini memainkan naskah Cerita
Hari ini dengan memukau. Berkali-kali terdengar tepuk tangan dan gelak tawa
dari kursi penonton. Tak banyak yang tahu kalau Anak-anak Tanah Ombak tahun
2016 yang lalu telah meraih prestasi berupa Penampil Terbaik dalam Festival
Teater Anak-anak Tingkat Nasional di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Di samping
itu, anak-anak ini juga sudah memulai debut bermain film. Pada ajang Festival
Film Sumbar tahun lalu, film mereka berjudul Nyanyian Tanah Ombak (sutradara:
Yan Yoko, Produser/Skenario: Yusrizal KW) juga didapuk meraih penghargaan.
Naskah teater yang dipentaskan Anak-anak Tanah Ombak
bercerita soal keseharian dunia kanak-kanak bernama Diva. Diva yang sibuk dan
bergantung kepada gadget dan media
sosial, suatu hari bermimpi terdampar di sebuah negeri yang asing. Dalam mimpi
itu ia terbangun dan hal pertama yang ia lakukan adalah menggunakan telepon
genggam mencoba menelepon ibunya. Namun di negeri asing ini tidak setitikpun
ada sinyal seluler. Bahkan, ketika orang-orang di negeri itu bertemu dengan
Diva malahan ia dicurigai dan dianggap aneh. Ditambah lagi dengan keberadaan
benda di tangan Diva itu, sebuah telepon yang tidak akan ditemui ada di negeri
itu.
Diva ternyata telah kembali ke masa lalu, jauh
sebelum teknologi seluler mengambil dunia ini. Diva lalu berteman dengan
mereka. Ia diajari dan diajak bermain. Permainan kita dimasa lalu. Cik Mancik,
Kaleleang, Gontri, Galah Panjang, dan sebagainya.
Ketika terbangun, awalnya Diva merasa linglung dan
aneh. Kepada ibunya ia bercerita mimpinya. Ibu Diva tersentak lalu menyadari
jika anaknya telah mengunjungi dunia bermain masa kecil si ibu. Dunia yang
indah dan mengasyikkan tiada duanya. Terasalah kelalaian dalam diri kenapa
selama ini tidak sekalipun ia mengajarkan Diva permainan masa kecil yang penuh
dengan nilai kebaikan.
Pementasan sebetulnya diformat dengan sederhana.
Efek suara dihasilkan oleh perangkat pengiring musik. Kepekaan dan kemampuan
para pemain musik patut kita ajungi jempol. Seni bukan soal mahal atau murah.
Ia lebih kepada kemampuan seniman menghasilkan hiburan bermutu kepada khalayak
penonton. Agaknya malam itu, Anak-anak Tanah Ombak sudah berhasil dengan
gembira membuat penonton pulang dalam kebahagiaan.
Selain pementasan teater, dalam dua hari sejak
tanggal 28 hingga 29 Januari 2017 beragam acara sudah pula dijadwalkan. Pada
Minggu (29/1) sore digelar peluncuran dan apresiasi buku kumpulan puisi penyair
cilik Abinaya Ghina Jameela yang berjudul Resep Membuat Jagat Raya (Kabarita,
2017). Abinaya sendiri pada malam sebelumnya telah dinobatkan sebagai Sahabat
Tanah Ombak oleh Walikota Padang, Mahyeldi. Hadir dalam kesempatan itu penyair
Gus tf sebagai pemberi apresiasi sekaligus meluncurkan buku tersebut. Acara
yang diisi dengan pembacaan puisi itu berakhir pukul 18.00 WIB. Pemutaran dan
nonton bareng film Nyanyian Tanah Ombak
menjadi penutup rangkaian kegiatan Pentas Kreatif Tanah Ombak kali ini.
Tanah Ombak, ruang baca dan kreativitas dipimpin dan
dibina oleh Syuhendri bersama dengan Yusrizal KW. Sebuah perpaduan yang kuat
untuk memajukan gerakan literasi khususnya di Sumatera Barat. Lewat tangan
dingin mereka, disokong dan dibantu para relawan aktif semisal Robby B Riyodi,
Fahmi Akbar, dan lain-lain, komunitas yang berawal di Purus III Gang IV kota
Padang itu telah mulai mewarnai geliat literasi di Indonesia. Tercatat beberapa
penghargaan telah diraih. Juara 1 Regional Sumatera dalam Gramedia Reading
Community di Medan dan Anugerah Literasi Minangkabau, misalnya menyebutkan beberapa
contoh.
“Kita tidak sedang menanam sayur kangkung, yang bisa
dipanen empat sampai enam minggu ke depan,” ujar Yusrizal KW, sastrawan yang
getol mengkampanyekan gerakan membaca itu. “Kita sedang menanam pohon kayu
jati, yang butuh waktu lama dan kesabaran hakiki,” pungkas Syuhendri atau lebih
akrab dipanggil dengan Hendri Pong di kalangan seniman dan budayawan Sumatera
Barat menjelaskan filosofi Tanah Ombak.
Salam sahabat Tanah Ombak, sampai jumpa di Pentas
Kreatif berikutnya.[]
Komentar
Posting Komentar
Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.