Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Kafe Kecil di Stasiun Kereta Api

Cerpen oleh Denni Meilizon   www.hercampus.com IA LEMPARKAN senyum ke luar jendela. Bibir daun limau itu seperti seduhan segelas kopi di minum di sebuah kafe di jalanan tersibuk kota ini. Ramai tapi acuh. Dan kau akan berada dalam situasi tak dipedulikan hingga kau boleh senang sendirian. Mengecap daging kopi cair merasa-rasakannya di dalam mulutmu. Hebatnya, daun limau itu tak berhenti tersenyum sampai langkah bagai menabrak dinding dan membuat lelaki itu terpaku diam. Kepalanya mendongak dengan pandangan lurus, mengumpulkan semua inderawi dan tertuju kepada satu pusat pandang. Kepada gadis yang sedang berdiri memilin-milin anak rambutnya di jendela itu. *** Okkira sering bercerita kepadaku tentang Meutia. Biasanya pada akhir pekan ia akan datang menemuiku di sebuah kafe, di samping stasiun kereta api. Kaupun jika ingin mencariku suatu saat nanti cukup ke kafe itu saja. Satu-satunya tempatku sebagai persinggahan, mencari ruang untuk menjadi diri sendiri. Okkira pah

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

Seperti Berburu sebab Ada yang Tidak Tuntas Tak akan Selesai-Selesai

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 18 September 2016) Oleh Denni Meilizon BERBURU merupakan sebuah tradisi paling purba. Padang perburuan mengandung dua kekuatan yang mesti bertolak belakang. Harus ada Pemburu dan ada pula yang diburu. Apabila Pemburu tidak ada maka yang diburu akan tenang mengembangbiakkan jenisnya. Sebaliknya, jika buruan tidak ada maka tidak akan ada Pemburu. Ini lebih kepada hubungan sebab akibat. Diantara dua kutub kekuatan itu, yang kuat dan dominan lah yang akan menang. Puisi “Berburu” karya Penyair Budi Hatees merupakan metafora dari aktivitas buru memburu itu. Tetapi si aku lirik dalam puisi ini agaknya cuma mengirimkan pesan ancaman saja.   Adanya kata “akan” pada bait pertama dan bait kelima menegaskan hal tersebut. Baik kedua hingga keempat merupakan luapan emosi berisi ancaman itu. Namun, sekali lagi si aku lirik tidaklah benar-benar pergi berburu. Sudah lama aku idam/   katanya di bait ketiga. Kubidik dari jauh / katanya lagi pada bait kelima. S