Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍

Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?”
“Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya. 

“Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?”
“Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”.

"Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?”
“Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”.

“Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah”
“Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”. 

Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah 
supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR 
ketika ditanya: 
”Itu niat yang baik, tapi Ketua PP mau digaji berapa? Apalagi kalau gaji itu dikaitkan masa kerja. Semua pimpinan rata-rata sudah aktif sejak muda. Lalu siapa yang mau membayar gaji itu?”, kata Pak AR tersenyum. 

Pimpinan Muhammadiyah memang bukan karyawan Muhammadiyah. Pengurus tidak digaji, itulah kekuatan Muhammadiyah, bukan kelemahan. 

Seorang dosen perguruan tinggi swasta, bukan orang Muhammadiyah bertanya: 
"Apakah benar semua amal usaha Muhammadiyah menjadi milik Pimpinan Pusat?”
“Benar!”, jawab saya.

”Berapa bantuan dari pusat sampai bisa menguasai semua aset itu?”
”Sama sekali tidak membantu materi. Hanya meresmikan, itupun kalau ada waktu. Pimpinan Pusat tdk menguasai, walaupun secara hukum semua atas nama Pimpinan Pusat.” 

“Tidak menguasai tapi memiliki, itu sama saja. Kalau tidak dibantu lalu darimana sumber dana membangun amal usaha yang demikian banyak ?”
“Dari anggota dan simpatisan. Anggota Ranting di desa misalnya, mereka urunan membangun 
madrasah, SD, masjid dan sebagainya. Demikian juga aset lain seperti rumah 
sakit sampai universitas. Mereka paham kalau diberi nama Muhammadiyah itu artinya diberikan kpd Muhammadiyah”. 

”Rela ya, apa kuncinya kerelaan memberi itu ?”
Saya katakan bahwa Muhammadiyah itu organisasi kerja, bukan organisasi papan nama. Sebuah Ranting berdiri bukan karena banyaknya orang tetapi karena ada kegiatan. Syarat berdirinya sebuah Ranting harus punya amal usaha misalnya punya sekolah, atau masjid atau punya aktifitas seperti pengajian".

Berikutnya, orang Muhammadiyah itu melakukan kegiatan karena _*dorongan iman, dorongan keyakinan*_, bukan karena mencari untung. Karena itu sering dalam kegiatan mereka bukan saja tidak dapat honor, malah sering mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri. 

Lain dgn kepanitiaan di instansi. Asal namanya tercantum berhak dapat honor walaupun tidak bekerja. Karena itu sering rebutan agar namanya bisa dicantumkan dalam panitia kegiatan. Di 
Muhammadiyah tidak demikian. Mereka bekerja karena didorong iman, bukan keuntungan, itulah juga kekuatan dlm Muhammadiyah.  

Kekuatan berikutnya, orang Muhammadiyah itu relatif terdidik dan rasional. Jadi mudah faham dengan aturan. 
"Orang rasional yang irasional”, katanya sambil tertawa. Karena bersusah payah membuat sekolah dan rumah sakit, lalu diberikan sukarela ke Pimpinan Pusat tanpa konpensasi apapun. 

Seorang Walikota, yang bukan orang Muhammadiyah tertarik dengan istilah 
*“amal usaha”* yang digunakan dalam lembaga Muhammadiyah. 
“Ini  mengandung makna yang mulia”, katanya. 
Menurut Walikota itu:  "Orang bekerja di rumah sakit, sekolah dan di semua AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) harus dimulai dengan nawaitu amal, baru usaha atau nawaitu cari nafkah. Jangan dibalik, yang menonjol cari nafkah-nya atau usaha, nanti bisa lupa amalnya. Karena itu dinamakan amal usaha. Artinya, niat beramal di depan, baru usaha cari nafkah,” katanya. 

Kita tidak tahu apakah para karyawan di AUM  sudah menghayati dengan baik makna amal usaha seperti yg diuraikan Walikota itu. 
Atau bersemangat sebaliknya. Bekerja murni mencari nafkah tanpa ada semangat mengabdi. 

Setelah Muhammadiyah berkembang besar, setelah jumlah AUM terus bertambah, boleh jadi nawaitu orang masuk Muhammadiyah bermacam-macam. 
Ada yang ingin mengabdi untuk agama tetapi ada pula untuk kepentingan lain. 

Selama Pimpinan Persyarikatan dan pimpinan amal usaha tetap istiqomah pada 'tujuan' memberi sesuatu, bukan meminta sesuatu kpd Muhammadiyah, 
kita percaya daya saring pada orang- orang yang masuk Muhammadiyah tetap 
akan berjalan baik. 

Namun berikut ini mungkin kejadian kecil yang penting untuk direnungkan. 

Seorang pengurus 'Aisyiyah bercerita, suatu hari ibu penjual nasi goreng dekat 
pasar tradisional agak tergopoh-gopoh mendatanginya.
“Apakah betul bu haji org Muhammadiyah?” tanya penjual nasi goreng itu. 
“Betul, mengapa?”.

“Tidak ada apa-apa. Oh, ternyata orang Muhammadiyah ada juga yang baik ya”, kata penjual itu dgn suara rendah seperti kepada dirinya sendiri. Ibu Aisyiyah tertegun dan merasa nelongso mendengar ucapan kawannya itu. Kalimat “ternyata orang Muhammadiyah ada juga yang baik”, terngiang terus. Apa orang Muhammadiyah itu demikian buruk sehingga dianggap aneh kalau menjadi 
orang baik ?. 

Ibu Aisyiah itu memang sering menolong penjual nasi goreng itu. Meminjami uang (tanpa bunga), memberi nasihat, mencari solusi masalah keluarga, 
menjadi tempat curhat dan konsultasi gratis. Aneh, bu haji ternyata orang Muhammadiyah

Muhammadiyah memang sudah berusia satu abad. Tetapi ternyata masih banyak masyarakat mengenal Muhammadiyah baru sebatas kulitnya, belum dalamnya. 
Pengurus yayasan yg bertanya berapa gaji Pimpinan Muhammadiyah, dia belum kenal dengan baik Muhammadiyah. Juga dosen perguruan swasta itu. Apalagi penjual nasi goreng itu, dia sama sekali tidak kenal Muhammadiyah. Hanya tahu namanya, itupun dgn prasangka yang buruk. 

Sudah banyak yang Muhammadiyah (kita) lakukan, tapi ternyata lebih banyak lagi yang belum sempat kita kerjakan. Memasuki usia abad kedua, kita 
harus membuktikan bhw Muhammadiyah kebalikan dari sangkaan penjual nasi goreng itu 
Jika org mengatakan:
"Dia orang Muhammadiyah", maka dalam kata 
“Muhammadiyah” itu harus terkandung jaminan sebagai orang baik, amanah, jujur, menepati janji, kerja keras, pecinta damai, tidak mbulet,  tidak aji mumpung.
Ternyata masih banyak orang belum kenal betul pada Muhammadiyah. 

Nasrun minallah wa fathun qarib. 

.........
Pencerahan ini dikutip dari buku _'Hidup Bermakna dengan Memberi'_ oleh Nur Cholis Huda, editor: Nadjib Hamid, Hikmah Press 2014.

Komentar

  1. Wah baru tahu kalau pimpinan muhamadiyah tidak digaji, ternyata oh ternyata dia malah gaji karyawan dengan penghasilannya. Keren, terima kasih informasinya jadi tahu tentang sistemnya muhamadiyah.

    BalasHapus
  2. Kurang tahu dan tidak pernah berpikir tentang sistem gaji di Muhamadiyah, keren ya pimpinan malah ga digaji bekerja tanpa pamrih dong.

    BalasHapus
  3. Setelah baca tulisan ini salut sih sama pimpinan gaji, di semacam membiayai fasilitas sekolah muhamadiyah dengan sukarela berarti.

    BalasHapus
  4. Wow jadi tahu fakta baru tentang muhamadiyah, gak habis pikir pemimpin muhamadiyah tidak digaji, malah menggaji karyawan. Hebat, saya salut.

    BalasHapus
  5. Jujur, aku juga baru tahu dari tulisan ini tentang ini, sebelumnya terima kasih atas informasinya. Cuma mau bilang salut sama pimpinan muhamadiyah.

    BalasHapus

Posting Komentar

Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.