Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2015

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Aneh dan Uniknya Bahasa Medan yang Akan Membuatmu Terbengong

Jika Anda pertama kali berkunjung ke Medan pasti akan merasa heran karena keunikannya. Barangkali sebagian besar menyangka bahwa Medan itu adalah identik dengan budaya Batak. Padahal kenyataanya tidak, di Medan masih banyak suku-suku lainnya seperti Melayu, Jawa, Minang, Aceh, Mandailing, Karo, India, China, Arab dan sebagainya. Dan hampir tidak ada yang etnik yang mendominasi di Medan. Hal itulah yang menyebabkan terciptanya bahasa Medan. Bahasa Medan pada dasarnya adalah Bahasa Indonesia, namun karena keragaman budaya tersebut maka terjadilah akulturasi yang menciptakan istilah-istilah baru. Berikut ini adalah beberapa keunikan Bahasa Medan:

WABAH MENARI

Oleh Denni Meilizon JELANG siang yang menetak ubun kepala, datanglah seorang perempuan separuh baya. Entah atas alasan apa ia kemudian berlari kencang menuju jalanan ramai yang sedang macet parah oleh kendaraan. Di tengah jalan itu, di bawah tatapan semua mata ia menari. Tak ada musik apapun. Angin kering, panas garang. Perempuan itu, membuka pakaian luarnya. Ia menggerai rambutnya. Cahaya panas matahari meliuk dari kibasan tangan, lenggokan pinggul, geraian rambut sepinggang, dan semakin girang ia menghentakkan kaki, kedua kakinya. Telapak kaki menderam ke aspal. Dalam terpananya tatapan semua mata, perempuan itu melentingkan tubuhnya lalu mendarat ke atas kap sebuah mobil sedan hitam. Pengemudi sedan, seorang remaja berwajah artis Korea terkaget bukan kepalang. Meloncat matanya menyaksikan seorang perempuan berpakaian dalam saja, melonjak-lonjak menari kesetanan di atas kap mobilnya. Sedan itu terlonjak-lonjak. Orang-orang tersentak dan mulai berkerumun. Meninggalk

PERJUMPAAN KITA DISUATU SENJA

Oleh: Denni Meilizon "BAIKLAH, apa yang ingin kau bicarakan?" ia berhenti. Kedua pipinya menyemu ditampar bau garam. Suaranya disengat matahari senja. Tapi riap anak rambut di dahinya membuat hatiku tersenyum. Walau tentu saja ia merenggut. Tentu saja. Aku tak menjawab. Dari balik batinku yang masih mengaguminya, aku mencoba menyibak dan menghela angin, berusaha ada di hadapannya. "Lho, kok malah diam sih!" ujarnya jengkel. Aduh, aku harus utuh, dinding angin yang membatas ruang dan waktu harus mengantarkanku betul-betul hadir di hadapannya. Lihatlah, bahkan sisa terang matahari bagai terlempar oleh kilau sosoknya itu. Gegaslah!

Bahasa Malayu: Bukan Minang, Bukan Pula Mandailing. Ini Hanya Ujunggading

Oleh: Fahrezi, SIP. MM** Masyarakat Mandailing memiliki bahasa Mandailing sebagai alat komunikasi antar sesama anggota masyarakat di wilayah Mandailing dan juga di perantauan bagi sesama masyarakat Mandailing. Langgam bicara orang Mandailing lemah lembut dengan lantunan lagu kalimat yang merdu, nada suaranya rendah, tidak lantang, disebabkan keadaan alam Mandailing yang subur, banyak ditumbuhi pohon, sehingga tidak perlu bersuara keras ketika sedang berbicara. Langgam bicara yang lemah lembut tersebut menyebabkan bicara masyarakat Mandailing disebut dengan istilah lembut mangalangoi (lemah lembut namun membuat orang melangu). Masyarakat Mandailing masih memelihara bahasa dan adat istiadatnya, meskipun telah berada di perantauan disebabkan sifat merantau masyarakat Mandailing yang menjadikan rantau sebagai kampung halaman kedua. Budaya yang ada di kampung halamannya dibawa keperantauan sehingga situasi kampung halaman tetap tergambar dalam masayarakat Mandailing di peran

ZIKIR GERIMIS DALAM PUISI –PUISI SYARIFUDDIN ARIFIN

(Catatan terhadap Buku Puisi “Galodo: Di antara Dua Sungai”) Dimuat HARIAN RAKYAT SUMBAR (Kolom Budaya), 8 Agustus 2015 Oleh: Denni Meilizon** ADEK ALWI (Sastrawan dan Dosen Jurnalistik Politeknik UI) dalam Prolog buku puisi Galodo: Di antara Dua Sungai (Gambang Buku Budaya, 2015) menuliskan sebuah pepatah yang menuntun saya membaca lebih simak puisi-puisi Syarifuddin Arifin utamanya terhadap puisi-puisi yang mencatat perjalanan (badaniah maupun sprituil). Pepatah itu, “Lama berjalan banyak dilihat, lama hidup banyak termaknai” terasa sekali digaungkan lewat ungkapan-ungkapan puitis dengan teknik tingkat tinggi yang terbaca seperti penggalan puisi berikut ini: “siapa yang menggigil/di antara zikir tak kusuk/aku menghitung denyut nadi/seperti mengeja kata/dan menulis; pulang” (Gerimis Mengajakku Pulang, hal. 51).

ANAK-ANAK PANGARO: VISI BAGI GENERASI MUDA DALAM SEBUAH NOVEL

Oleh: Denni Meilizon** GLOBAL WARMING atau isu pemanasan global hari-hari ini menjadi tren dan topik diskusi keren. Es di kutub bumi mencair perlahan. Sejengkal demi sejengkal. Pecah menjadi air, menaikkan volume air laut di seluruh benua. Sementara daratan mengering, tak bisa menyimpan cadangan air sebab pepohonan yang menjadi tumpuan untuk penyerapan air tanah malah semakin beringas ditebangi. Hutan digunduli. Tak ditanami kembali. Sabana gersang, hewan-hewan banyak yang mati. Sawah berubah menjadi perumahan. Padi sulit ditanam, maka pemerintah mengimpor beras dari Negara-negara yang masih setia menanam padi. Bahan pangan semakin sulit. Laut kehilangan biota hayati. Hasil laut semakin merisaukan nelayan. Imbasnya, sebagai pemuncak dalam piramida rantai makanan, manusia merana. Bukan saja raga yang kehilangan asupan gizi tetapi juga mental dan sikap menjadi jatuh. Dari manusia yang dibekali kearifan berpikir menjadi makhluk serupa binatang yang mengedepankan naluriah unt

MOMEN ALYA: Dari Bayi Hingga Ultah ke 7 Tahun (Catatan seorang Ayah)

LAKI-LAKI RAMBUT BAWANG

Oleh: Denni Meilizon BAWANG menyimpan semua hal yang membuatmu menangis. Ia menyimpannya dengan rapi dalam setiap lapisan kulit. Terkunci dalam tiap kerat dagingnya. Lapis demi lapis. Mengalir di dalam tanah. Dihisap akarnya. Dibawa turun temurun dalam kecambah. Menyimpan rapat beban pikiran. Sampai suatu saat entah kapan, ia akan menumpahkannya kembali kepada siapapun yang sedang kemaruk berpikir sebagai yang dialami si Sawir.             Apalagi Sawir merasakan hari-hari yang kian berat. Hidup sulit. Dan ia mulai asyik menikmati bunyi tertawanya sendiri. Semakin keras ia tertawa, semakin terasa olehnya tak ada lagi orang yang mau mendengarkan keluh kesahnya. Maka ia semakin sering bermenung. Terpikir olehnya tagihan cicilan rumah, rekening listrik, telepon, air, internet, isi dapur, beras, susu untuk anak atau untuk istrinya yang sedang mengandung, uang sekolah anak-anak, bensin motor dan biaya dokter seandainya nanti istrinya meminta untuk memeriksakan kandungan. Semak