Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

KAWANKU PAI

Oleh: Denni Meilizon SUNGAI , di manapun kau bisa menemukannya pastilah sebuah bangun ruang yang sangat memukau. Besar, meliuk (seperti badan seekor ular), dibaluri semak belukar, lumpur, bebatuan, ikan, buaya, bakau dan semakin ke muara kita akan melihat jembatan, jalanan setapak, jalanan beraspal, rumah-rumah, orang-orang mandi, orang memancing, orang berperahu. Semakin mendekat ke laut, sungai semakin lindap, tenggelam dalam hiruk pikuk budaya, menyatu dalam detak kehidupan manusia. Ketika sudah begitu sungai bagimu mungkin hanya semacam asesoris. Hal-hal yang tidak terlalu penting dan mempengaruhi gerak kehidupanmu. Dan, sungai bagi sebagian orang di luar sana memang tidak berarti apa-apa. Sekilas lalu saja. Sebagian menggunakannya sebagai tempat berkencan atau hanya sebuah tempat untuk membuang sampah walaupun Pemerintah gedar gedor mengusungkan peraturan kepada masyarakat bahwa membuang sampah ke sungai bisa di denda sekian dan sekian.

PADA SEBUAH TULANG

Oleh: Denni Meilizon LAKI-LAKI itu berdebu. Diterpa badai, dingin malam yang menusuk dan kesenyapan jazirah. Perjalanannya dari Mesir, merupakan perjalanan yang sangat penting. Perjalanan yang harus ia lakukan, demi harga diri keluarganya. Keluarga yang dibangun bahkan sejak orang-orang Muslim belum berkuasa di negeri Mesir.   Ia akan ke Madinah, tempat Khalifah penguasa kaum Muslim bertahta. Di Mesir, orang-orang Muslim menzalimi keluarganya. Dan ia tak tahu lagi kepada siapa akan mengadukan rusuh hati. Kepada Gubernur tentu tidak mungkin. Gubernur itulah yang merampas kebahagiaan keluarganya. Berhari-hari ia berjalan. Kerasnya gurun pasir hampir saja menghabisi semangat dan jiwanya. Ia belum pernah melakukan perjalanan sejauh ini. Kalaulah tidak disebabkan harga diri yang telah terhinakan, tak kan ia tempuh perjalanan ini. Tetapi, ia telah mendengar tentang kebijaksanaan Khalifah. Karena itu ia yakin, keadilan atas dirinya akan tertegakkan. Walau ia bukan seorang Musli

JUMBATEN GANTUONG

Oleh: Denni Meilizon Harian Rakyat Sumbar, Halaman BUDAYA, Sabtu 9 Januari 2016 NYAI selalu bertanya, kapan kami akan pulang. Aku tidak pernah bisa menjawab pertanyaan itu. Purnama demi purnama berlalu begitu saja. Dan Nyai, semakin rajin saja bertanya kenapa kami tak pernah pulang kampung. Ia ingin pulang. Sebagaimana kawan-kawannya di sekolah yang sering pulang ke kampungnya. Tetapi tanah kami jauh. Jauh di Lembah Malintang. Di sana, kau akan menemukan riak sungai berderai-derai dengan sekawanan kerbau mandi di bawah terik matahari.