Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Ide Menulis Bersumber Kearifan Lokal




Oleh: Denni Meilizon






Momok yang paling menakutkan bak hantu bagi penulis pemula (bahkan juga bagi penulis karatan) adalah sosok yang disebut dengan “ide”. Bagaimana ide dikembangkan oleh seorang penulis? Banyak cara yang dipergunakan untuk itu. Ini sama halnya dengan melakukan pekerjaan serius lainnya. Bayangkan seorang chef yang sedang meramu masakan di dapur. Seorang komposer yang hendak mengarang sebuah lagu dengan memainkan not-not keyboard. Bayangkan seorang penjahit kain yang hendak membuat pola motif dengan merancang dan merancang kembali beragam kain. Semua usaha kreatif melalui beberapa tahap awal itulah momen emas seorang kreator menemukan ide-ide, menghapus beberapa ide, dan bermain-main dengan ide yang merebut imajinasi. Setiap kreator mengembangkan ide dengan melarutkan diri dalam pikirannya, ia sunyi sambil memikirkan sesuatu di dalam media tertentu. Demikian juga dengan menulis. 

Sebagai remaja yang tumbuh di daerah yang kaya akan budaya tutur lisan, tentu cukup mudah memperoleh ide untuk menulis jika jeli dan sensitif terhadap lingkungan. Kekayaan Sumatra Barat akan kaba, dongeng, mitos, dan legenda bisa menjadi sebuah ide cerita pendek, puisi ataupun artikel ditulis. Kayanya  kita akan destinasi yang menjadi tujuan wisata juga merupakan artefak ide yang berharga mahal. Tulislah cerita rakyat dengan sudut penceritaan baru, boleh kalian karang sendiri, didramatisir dan diramu ulang dengan riset baru, mendengarkan dan melihat untuk membuat sebuah tempat menjadi legenda dan bermanfaat bagi Pemerintah daerah dalam pengembangan pariwisata. 

Misalnya lagi, bacalah kaba Cindua Mato lalu alihkan ke dalam bentuk puisi. Bagian kisah epiknya mungkin salah satu yang bisa diolah ke dalam puisi. Pesan filosofisnya barangkali bisa ditulis sebagai bahan artikel dengan didukung referensi bacaan lainnya. Mari dibongkar lagi kaba-kaba lama, cerita rakyat Sumatra Barat yang begitu banyak itu. Jika belum punya bukunya, kunjungilah Perpustakaan Daerah, taman (ruang atau pojok) baca dan took buku di sekitar tempat tinggal kalian. Tanyakan kepada bapak dan ibu guru di mana bisa diperoleh buku cerita rakyat, tambo Minangkabau dan kaba. Dengan senang hati tentu bapak dan ibu guru akan membantu mencarikan. Mungkin dalam koleksi perpustakaan sekolah juga ada tetapi kurang kalian perhatikan selama ini. Ataukah jangan-jangan ada koleksi kaba, tambo dan cerita rakyat di rumah kalian sendiri, milik ayah dan ibu yang selama ini kalian tidah tahu?

Cerita yang dituliskan dengan cerita yang dituturkan secara lisan sebetulnya tidaklah jauh berbeda alur dan gaya penceritaannya. Yang membedakan hanyalah cara penyampaiannya saja. Maka, ide menulis pun bisa diperoleh dengan mendengarkan orang-orang di sekitar kita. Setiap orang punya kisah masing-masing. Tidak sama. Sebagai penulis kita harus peka, tanggap dan dapat menangkap kisah-kisah itu lalu menyimpannya dalam ingatan. Catat dalam buku kecil semacam notes book jika takut kehilangan ide. Kalian tentu harus punya buku kecil ini jika memutuskan untuk menjadi Penulis. Buku itu adalah bank data. Bahan bakar untuk memulai menulis. Jika kalian sedang membaca buku, catat kata-kata sulit, aneh, terasa baru, dan lainnya yang kalian temukan. Catat pula ungkapan-ungkapan yang kalian sukai ataupun yang tidak kalian sukai. Bikin klasifikasinya secara spesifik dalam catatanmu. 

Banyak hal baru berkeliaran di luar rumah. Mereka menunggu untuk kalian jaring dengan semangat penciptaan seorang kreator. Jadi, bergeraklah anak muda…!

Salam Sulam Emas Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.