BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya. “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”. Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR ketika ditanya: ”Itu niat
Oleh: Denni Meilizon
Ilustrasi dari saveoursmile.blogspot.com |
KELUGUAN sekaligus juga kelugasan dapat kita selami melalui 4
(empat) puisi kiriman Revonza Maulana Satria, Mutia Oktanuri, Desi Kurnia Wati
Rizki dan Rahma Yulia dan dimuat pada edisi Sulam Emas kali ini. Lugu sebab
tanpa tedeng aling-aling mereka begitu gempita menuliskan perasaan (apa yang
terasa), mengalirkan kata-kata bagai airbah. Lugas sebab puisi – puisi ini
disampaikan dengan lirik yang mengena, pendek-pendek dan mudah dicerna.
Mari kita lihat
puisi “Luka Cinta di Kala Senja” berikut ini.
Kadang
hidup lebih pahit
Dibanding
sebutir pil
Awan
tak selamanya cerah
Langit
senja tak selalu indah
Memang ada
terasa kesalahan enjambemen pada dua larik pertama. Namun apabila kita baca
secara keseluruhan bait ini saya kira cukup bagus. Penyair membangun kutub
negatif (larik satu dan dua) dan positif (larik ketiga dan empat). Ini seperti
menegaskan bahwa kebenaran itu (kita tahu kalau secara normatif hidup haruslah
selalu benar) walau tidak nikmat, jauh dari kesenangan dan kemapanan tetapi
harus diungkap dan diperjuangkan juga. Hidup dekat dengan nasib dan takdir, dua
hal di luar kemampuan manusia.
Lalu kita
mencari penyebab, tiap kesulitan dan permasalahan tentu ada sebabnya. Asap ada
sebab ada api. Dalam bait berikut kita temukan musabab itu. Apakah pembaca
dapat menemukannya? Ayo, baca lagi.
Hujan
Tolong
hapuskan duka
Hilangkan
rasa sakit tak terkira
Rasa
sakit kuderita
Karena
terbakar panah asmara
Karena
cinta
Tak
terkata
Mutia Oktanuri
dalam puisi “Arti Kawan” mengingatkan kepada kita bagaimana hendaknya kawan
sejati itu.
Rebahkan
pikiran untuk sang kawan
dari google.com |
Memahat
asa dan mengukir impian
Gandengan
tangan yang mulai berdatangan
Cucuran
lelah, senyuman pipih, binaran semangat hanya diperuntukkan aku seorang
Menyeret
langkah dipemberhentian
kemenangan sebuah kehidupan
Tak
mendahuluiku tak menjauhiku tak berhenti
Memang, untuk menghasilkan puisi yang lebih bagus lagi, Penyair tentu
saja harus melatih diri menyaring kata-kata. Ia mestilah jeli memilih pilah
kata yang menyusun larik. Irama dan rima juga akan menjadikan sebuah puisi enak
dan renyah untuk dibaca.
Pernahkah pembaca mengajak cermin berdialog? Berdiskusi dengan cermin
yang memantulkan bayangan diri sendiri sama halnya ketika kita membaca Puisi
berjudul “Kemarau Hati” karya Desi Kurnia Wati Rizki ini.
Mempertanyakan diri yang kala itu begitu naif
Menyalahkan diri yang kala itu begitu kerdil
Kini, aku memilih diam dan tetap akan diam.
Untuk mengelola kehidupan ini
diperlukan saat-saat diri berkontemplasi dan mengevaluasi. Apakah pencapaian
sudah sesuai pengharapan atau bagaimana bentangan jalan di hadapan esok,
sudahkah diri siap menghadapinya? Sebuah keputusan bagaikan bahan bakar baru
untuk melaju atau bisa menjadi pemicu kobaran penyesalan diri seumur hidup.
Puisi “Janji Kembali” yang
ditulis oleh Rahma Yulia mempersembahkan diksi yang beragam kepada kita. Biarkan saja luka mengaum/ Rindu tertahan
deru angin, kita lihat dinding kasat mata itu dibangunkan. Lalu terciptakan
dunia berbeda antara kau dan aku. Di
balik dinding itu, dalam dunia berbeda itu berpilin kelindan peristiwa;
berselisih, berpagut, berjanji, bercinta, berduka dan berpisah. Sebab itu
ketika nanti di suatu pagi, Ketika
rindu kembali membayang diri, (dan rindu merupakan anak kandung dari perpisahan)
tinggal dan menjemput kenangan berupa sebuah (atau mungkin beberapa) pinta dan
janji. Kepulangan menemui kekasih galibnya menagih menebus sebuah waktu yang
dibekukan oleh ruang bernama ingatan.[]
Komentar
Posting Komentar
Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.