Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

MUHAMMAD JUJUR, Pencipta Lagu Anak-Anak



Oleh: Denni Meilizon

//Mari bernyanyi bersama/ Dalam dunia kita/ Tepuk tangan bergembira/ Lagu yang sederhana/ Kita belum dewasa/ Jangan sampai terpaksa/ Meniru, bukanlah sifatmu/ Berbanggalah, semua/ Dunia kita berbeda/ Duniaku, adalah milikku/.

BEGITULAH sepenggal syair lagu yang diambil dari single Kembalikan Dunia Kami ciptaan Muhammad Jujur. Om Jujur, demikian lelaki yang berusia kepala lima ini akrab dipanggil, memiliki cita-cita yang sebetulnya sangat sederhana, yaitu ingin mengembalikan dunia anak-anak yang kian terampas oleh kungkungan dan kurungan materialism, gaya hidup hedonis dan sistim pendidikan yang masih belum mampu membentuk karakter anak sesuai usianya. Sesuai dengan kemampuan beliau terutama dibidang seni musik sebagai pencipta lagu, maka pesan tersebut kemudian dituangkanlah melalui lagu-lagu yang bermoral dan mendidik mental anak serta mengandung nilai-nilai pendidikan agama di dalamnya. Ia bercita-cita, kelak, yang entah kapan masanya, orang-orang dewasa di dunia pertelevisian kita dapat mengembalikan dunia anak-anak yang mulai hilang seiring hilangnya lagu anak-anak yang nyaris tak lagi ditemukan di layar kaca.
Maka, sejak tahun 1980-an, seniman musik Padangpanjang ini telah menciptakan 300-an lagu anak-anak. Disamping itu beliau bersama teman-temannya, bergerak giat melatih dan membimbing anak-anak lewat gerakan peduli lagu anak-anak melalui sanggar “Dunia Kita”. Atas perhatian beberapa orangtua dari anak-anak yang dilatihnya itu, dibuatkanlah videoklip dengan perangkat sederhana namun cukup profesional hasilnya. Hasil cetakan dalam bentuk CD dan DVD kemudian dibagi-bagikan gratis kepada masyarakat Padangpanjang.
Pada tahun 2010, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Nasional pernah memberikan Piagam Penghargaan kepada beliau atas dedikasinya tersebut. Selain itu, beberapa lagu ciptaannya pun telah beredar di tengah masyarakat Indonesia, khususnya album bersama diantaranya berjudul: Kembalikan Dunia Kami, Lagu-lagu TK Tema Juara Porseni Nasional, Senam Irama Ceria 2, Musik Cilik Musiknya Anak-anak, dan Dendang 12 Anak Minang. Apalagi kemudian, ketika akhir tahun 2011 Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatera Barat yang saat itu menggarap Drama Musikal Anak (Empat Episode) dalam bentuk DVD yang didalamnya dinyanyikan lima judul lagu ciptaan Om Jujur, yaitu: Kawasan Dilarang Bohong, Pemberani, Maafkan Kakak, Coba Lagi, dan Dag-dig-dug. Pada tahun 2012 diundang pulalah Om Jujur sebagai bintang tamu acara talkshow "Kick Andy" Metro TV.
Menurut Muhammad Subhan selaku sahabat sekaligus yang ikut mendampingi Muhammad Jujur ketika tampil dalam acara Kick Andy Metro TV sebagaimana kita kutip melalui blog beliau, Program itu mengundang perhatian jutaan pemirsa Indonesia, termasuk Kak Seto, aktivis yang selama ini konsen memperjuangkan hak anak-anak Indonesia. Bahkan, perusahaan musik ternama di Jakarta, Nagaswara Record, di program “Kick Andy” itu juga, berjanji akan mengalbumkan lagu-lagu ciptaan Muhammad Jujur—meski sayang, konon kabarnya, hingga hari ini janji itu belum dipenuhi pihak Nagaswara.

Darah seni yang mengalir dalam tubuh Muhammad Jujur kiranya memang langsung berasal dari adalah orangtuanya sendiri. Beliau merupakan putra ketiga dari sang legenda koreografer perempuan Minangkabau, Huriah Adam. Sedikit tentang Huriah Adam, beliaulah yang pertama kali mengubah orientasi Tari Minangkabau pada tahun 1968-1971, yang sebelumnya berasaskan pada gerak Tari Melayu kepada gerak yang berasaskan pencak (silat) Minangkabau. Selain itu beliau merupakan putri Syekh Adam Balai-Balai, ulama Padangpanjang yang juga pejuang dan pecinta seni. Mewarisi darah kedua orangtuanya yang seniman, Muhammad Jujur sejak kecil mahir bermain gitar dan memilih jalur musik sebagai jalan hidupnya. Walau konsentrasinya kemudian berkutat pada lagu anak-anak, namun sesungguhnya Om Jujur pun banyak juga menciptakan lagu-lagu dewasa dengan syair yang puitis bahkan cenderung filosofis. Yang lebih mengejutkan publik, secara diam-diam Om Jujur juga telah menulis, lalu mengumpulkan tulisan-tulisan tersebut hingga atas insiatif beberapa pihak yang mendukung beliau, tulisan tersebut lalu dibukan dan dua jilid (karena memang tebal) bertajuk “Katak dalam Tempurung” diterbitkan oleh FAM Publishing.
Selama 30 tahun Muhammad Jujur sempat hijrah meninggalkan kampung halamannya kota Padangpanjang. Bagaimana pun sebagai manusia biasa, ia menginginkan kehidupan yang lebih baik yang barangkali bisa ia peroleh di sejumlah kota di Indonesia. Namun, akhirnya Om Jujur memutuskan untuk kembali pulang ke Padangpanjang yang berhawa sejuk di kaki Gunung Singgalang. Di kota ini, sehari-hari ia hidup sederhana, misalnya ia bekerja dengan memasarkan gorengan bakwan ke beberapa sekolah di kota itu. Di sela aktivitasnya demikian, ia sempatkan secara rutin melatih anak-anak di sekitar rumahnya bernyanyi dan bermain musik.
Melalui lagu-lagunya, Om Jujur mengajak kita untuk bersama-sama bergerak memanggil anak-anak Indonesia agar pulang kembali ke “rumah”. Rumah masa kanak-kanak yang berkeliau selayak emas itu. Sudah terlalu lama dunia orang dewasa mendiami rumah masa kanak-kanak anak Indonesia. Dunia hiburan kita, yang menawarkan idola yang ternyata kemudian menjadikan anak-anak malah tereksploitasi dengan sangat keji baik itu sebagai tontonan saja, ataupun malah ditarget sebagai penoton yang mengurang habis waktu luang dan bermain mereka.
Om Jujur berpesan dan mengajak kita agar kiranya lebih intensif dan giat dalam gerakan peduli lagu anak-anak ini, sebagai salah satu upaya menghadirkan dunia kanak-kanak yang bermanfaat sesuai kodrat usia mereka. Mari kita booming-kan lagu anak-anak itu kembali dan mulai saat ini hentikan upaya “pembodohan” yang terlanjur dipaksakan melalui lagu-lagu dewasa yang dinyanyikan oleh anak-anak. Semangat gerakan ini, sesuai dengan optimisme Om Jujur yang bersahaja itu mudah-mudahan dapat menyebar ke seluruh pelosok tanah air bahkan hingga mancanegara. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.