Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:...

Endorsment Buku Puisi "SILUET TARIAN INDANG"


ENDORSMENT BUKU PUISI "SILUET TARIAN INDANG" karya Denni Meilizon, Penulis Muda asal Pasaman Barat

(1)
Seperti tiga tungku sejerangan, tiga tali sepilin, Denni Meilizon sangat mampu memposisikan unsur agama, budaya dan sosial politik menjadi nyala api yang baik sekali untuk memasak kata-kata dalam kancah puisi, menjadi tali yang bisa kita percaya untuk menggayutkan sebuah rasa dan harapan ketika nurani itu bicara dan dibaca.
Banyak sekali kepedulian yang ternyata mampu dia tangkap menyikapi ketimpangan di roda pemerintahan dan sosial budaya yang masih mengakar kukuh, aroma kerinduan Tano Batak serta dipadu dengan kecintaannya pada budaya Minangkabau yang kesemuaan itu dilandasi pondasi yang sangat agamis.
Kita akan seperti disuguhkan dengan secawan capucinno yang begitu pas adukannya saat menyimak tiap puisi yang dituliskannya, menikmati hingga tetes terakhir, untuk kemudian berkaca di pantulan cahaya saat selesai mereguknya.
(REFDINAL MUZAN, Pencinta Satra, penulis buku “Mozaik Matahari”.)
(2)
Puisi-puisi yang ditulis Denni Meilizon begitu terasa menghentak ke dalam dada. Bait-baitnya berpendaran bagai cahaya yang kemudian memberi pijar dalam tiap maknanya. Dia menyajikan filosofi kehidupan kepada penikmat sastra, terutama filosofi yang terambil dari akar budaya Minangkabau yang syarat dengan sajak-sajak yang liris. Ranah Minang terasa kental sekali dalam beberapa puisinya. Walau Setahu saya dia bukan orang Minang, tapi asli dari Mandailing.
(MUHAMMAD MUHSIN LAHAJJI, Penulis Novel “Perjalanan Menuju Langit”)
(3)
"Melalui torehan tajam penanya, Denni Meilizon seolah mengajak kita berkelana--menjelajah satu persatu mozaik imajinasi yang ia bentuk. Untaian pesan yang menyatu apik bersama luas wawasan dalam tiap puisi yang ditulisnya, menjadikan buku 'Siluet Tarian Indang' sarat pengetahuan, keindahan, dan kejujuran."
(KEN HANGGARA, Pecinta Novel, penulis buku "Dermaga Batu")
(4)
“Kumpulan puisi dan prosa sastrawan muda Denni Meilizon ini merupakan catatan-catatan kemanusiaan dan alam dalam multi dimensi. Saya merasa beruntung membaca kata perkata, baris demi baris. Meski bukan orang sastra, tetapi saya terbawa dalam ritme yang terkadang hanyut dalam sunyi tetapi kemudian menggelegak dan menggelegar dalam ekspresi pemberontakan jiwa yang ingin lepas dari apapun yang mengkerangkeng “cinta”, satu kata yang saya kira menjadi benang merah buku ini. Cinta terhadap keluarga, pekerjaan, kampung halaman, tanah air, kedamaian, keadilan, pendidikan, dan nilai-nilai relijiusitas”
(FAISAL ZAINI DAHLAN, Pemerhati Sastra, Pendidik dan Pembina Generasi Muda Pasaman Barat)

Buku Puisi "Siluet Tarian Indang" karya Denni Meilizon. Harga Rp 38.000 (belum termasuk ongkos kirim)

[Info pemesanan di FAM Publishing hubungi Call dan SMS Centre 0812 5982 1511 (Buk Aliya Nurlela - Manajer)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihat...

ENJAMBEMEN DAN ESENSINYA PADA PEMAKNAAN PUISI SECARA UTUH

( copas milik Imron Tohari ) Puisi adalah media dan atau sarana komunikasi untuk melahirkan pemikiran-pemikiran baru (kebaharuan piker/new opinion) atas olah rasa dan atau olah batin dan atau olah laku kehidupan, baik yang merupakan sesuatu hasil dari lelaku langsung maupun dari apa yang ditangkap oleh panca indra dari lingkungan sekitar (diluar diri) yang melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam upayanya memberi nilai positip dimasa-masa selanjutnya” (lifespirit, 2010)