Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

INTIP Yuuk !.. DAFTAR ISI Buku Puisi "SILUET TARIAN INDANG"




Buku Puisi "Siluet Tarian Indang" karya Denni Meilizon. Harga Rp 38.000 (belum termasuk ongkos kirim)

[Info pemesanan di FAM Publishing hubungi Call dan SMS Centre 0812 5982 1511 (Buk Aliya Nurlela - Manajer)

 
DAFTAR ISI
1.      Pada Suatu Hari
2.      Gajah Di Pelupuk Mata Menari-nari
3.      Sajak Angka
4.      Memindai Janji Dahulu Itu
5.      15 Oktober
6.      Pada Dimanakah Wajah Dihadapkan
7.      Disebuah Rumah
8.      Disebuah Kedai Kopi
9.      Malala Yousafzai
10.  Celaka… !
11.  New York It’s Summer
12.  Si Katak dan Si kerbau Berbunyi Nong Ning Nong Ning
13.  Duh !
14.  19.20 : AH !
15.  Melarungkan Ragu
16.  Di Tepian Horizon
17.  Padang Arafah
18.  Catatan
19.  Karena Cinta Itu
20.  Sigale – Gale
21.  Seorang Ibu Tua Di Yaman, Sapi Tua dan Jalur Gaza
22.  Anak Dara Menari Indang
23.  Sediakah Puan Mengobati Luka Hamba
24.  Irama Diam
25.  Di Pinggiran Sungai Thames
26.  Pagi Yang Menipis
27.  Alamak !
28.  Sidhratal Mustaqim
29.  Anakku, Pesan Ayah Jangan Jadi si Malin Kundang Atau si Sampuraga
30.  Tano Sere
31.  Lelaki Itu : Kejutan Dari Pemilik Sepatu Kets
32.  Matahari Pucat, Sawah dan Sepotong Rindu
33.  Suaramu Ditelepon Itu, Alya
34.  Pahlawan Itu  (1)
35.  Pahlawan Itu  (2)
36.  Ibu Tua Penjual Lemang dan Pembelinya
37.  Kontempelasi Diri
38.  Doa Pagi
39.  Jihad Kita Jihad Atau : Jangan-Jangan…
40.  Mmhh....BAAAHH
41.  Untuk Hujan, Dingin dan Sunyimu
42.  Ku Tunggu Kau Di Fort de Kock
43.  Pasar Bawah, Pasar Atas
44.  Tri Arga : Meraup Semangat Juang Bung Hatta
45.  Jam Gadang
46.  Dreamland of Sumatera : Salam Ya Salam
47.  Palestina, Kita dan Iblis
48.  Kuajak kau Berlari
49.  Tepian Mandi Mengimbau Engkau
50.  Revolusi Kata : KITA
51.  Kota, Nasib dan Takdir : Penyaksi dan Pelaku
52.  Ketika Si Buyung Rindu Pulang
53.  Sebagaimana Janjinya
54.  Gumam Yang Sepi
55.  A Little Rapture
56.  Ketika Rindu
57.  Berbahasa Santun Berbudaya Seindah Budi
58.  Menuju Tiada
59.  A Little Rapture (2) : Setiada, Tiada
60.  Aku Begitu Juga Kamu
61.  Hujan Ini Baik Sekali
62.  Embun
63.  Engkau Yang Membisikiku
64.  Siluet Yang Ditarikan Dalam Matamu
65.  Airmata Puisi
66.  Peraduan Kita Itu Puisi Bunga Setaman
67.  Sebatang Pohon Pisang
68.  Kuberi Dia Nama : Lintang
69.  Wajah Seperti Itu
70.  Menyambut Awal Tahun
71.  Senoktah Persinggahan Jiwa
72.  Lalu Kita Kembali
73.  Separuh Waktu Malam
74.  Desa Kita
75.  Lukisan Bulan
76.  Hati Kita
77.  Lautan Sepanjang Sajadah
78.  Tiba-Tiba Yang Ada Hanya Dia
79.  Dengarlah
80.  Siapa Kau Punya Nama, Wahai
81.  Cerita Di Suatu Subuh
82.  Kotaku Kota Yang Terancam
83.  Kepada Penyair Kelana Mimpi
84.  Siluet Tarian Indang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.