Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Sajak-sajak saya yang dimuat Koran Harian "Rakyat Sumbar" edisi hari Sabtu, 05 April 2014.



TEPIAN MANDI MENGIMBAU ENGKAU

Sampai pada mana hari ini kita mukimkan
Lekaslah lekas tanya di serak
pada nanar dan jua asa tempat berpulang
Di serumah gadang yang tegak di bibir hari
Ataupun juga dalam bayangan mimpi malam-malam sibuyung


Di halaman rumah bunda, senampan doa tiap detik dibubungkan
Kampung yang bertepian mandi di mana langit dan adat bersyara' yang kita jura Lekaslah berkhabar buah hati yang tualang di rantau bertuah
Ranah di tepian Marapi mengimbau letih
menyesak engkau pulang

Buku harian sibuyung sudahlah ditulisi rindu yang berair mata
Menggenapkan pesan di halau angin, purnama dan lautan sampai ke seberang Rindu Abak, Amak serta sanak kandung mengharu di badan diri
Sampai pada mana hari ini kita mukimkan
Sampai pada dendang rabab di ujar si anak jolong gadang
Sampai pada langit yang dihujani doa-doa
Sampai pada mata yang sembab memupuk air berlinang-linang
Sampai pada kasih yang tiada sampai-sampai
Sampai pada asa yang disiangi di setiap pagi dan petang

Lekaslah lekas duhai berkabar
Tepian mandi mengimbau pulang.

(2013)

PADA PELABUHAN HATI YANG SENJA

Rasa yang kita sandarkan pada pecah ombak
Pada aroma asin lautan yang bergolak badai
Tetap setia mengeja rindu yang dibaca musim dan angin
Menyapu lunas geliat waktu dalam aliran darah
Kita diikatkan pada pelabuhan hati yang senja
Dalam degup pendar gairah asmara yang tertanam
Dipertontonkan siluet dalam matamu itu
Serta diri yang menyepi terdiam dalam pengharapan
Ketulusan penantian di mana sejak mula kita tarikan bersama

Pada hadir yang dibingkaikan pesan-pesan cinta
Jawaban kedatanganmu telah membelai urai rambutku
Maka nyata di sini di dalam pelabuhan hati yang mengikat erat
Aku menuliskan semburat kegembiraan hati
Dalam mahligai yang disusun rancak gemulai
Di mana hanya ada kita
Kita yang memagut waktu bersama-sama
Mengeratkan simpul yang akan di bawa mati.

141212

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.