Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:...

Malam Kepulangan



Diam bukan kita teguk
maka bicaralah sereguk
tentang para beruk di kebun sebelah
yang menghabisi panen jambu air
setelah semusim lebih dijaga Mak.

Lampu bernyala di ruang tengah
telong menggantung di nganga beranda
decit sungai meniti bebatu
teramat dalam singgah pada malam
padi telah menjadi sawit dan anak muda
acapkali berangkulan birahi di tengah rimba
pokok ranum sulur buah sawit coklat kehitaman
hujan entah ke mana, dalam bunyi banzi kata
matamu, bagaimana aku akan melenggangkan
ronggeng, kuda kepang dan silat sigantang itu
sedangkan sungai airku tak sampai-sampai ke muara
hilang dihisap jelaga mentari menjadi minyak mentah
CPO yang harganya entah memakai hitungan apa.

batang pasaman kuning mengais warna
batahan menghisap humus, menyisir butir pasir hitam
seperti hitam rambutmu yang mulai meranggas
menyisakan sepetak huma di ujung kening
Huma itu mengiris birahi yang dikibarkan sepanjang
bebatu lubuk manggis, di situ bebatu menangis, di situ
dosa-dosa meringis

aku ingin pulang, Mak. Tetapi,
malam telah menghabisiku dalam seember
bir yang mengisi timba sumurku yang
semakin mengering akibat dahsyatnya
panjang kemarau di tanah darah tempat aku
kau lahirkan, Mak.

Ujunggading, 1 Agustus 2014

Dimuat Koran Padang Ekspres edisi Minggu (21 September 2014) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihat...

ENJAMBEMEN DAN ESENSINYA PADA PEMAKNAAN PUISI SECARA UTUH

( copas milik Imron Tohari ) Puisi adalah media dan atau sarana komunikasi untuk melahirkan pemikiran-pemikiran baru (kebaharuan piker/new opinion) atas olah rasa dan atau olah batin dan atau olah laku kehidupan, baik yang merupakan sesuatu hasil dari lelaku langsung maupun dari apa yang ditangkap oleh panca indra dari lingkungan sekitar (diluar diri) yang melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam upayanya memberi nilai positip dimasa-masa selanjutnya” (lifespirit, 2010)