Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Domino

 
PADA suatu malam usai salat Isya, kami melewati Pariaman dan langsung berbelok ke Pasar Kurai Taji Pariaman. Tentang pasar ini saya mengutip artikel berjudul 'Los Lambung Kurai Taji' dari blog Iggoyelfitra.wordpress.com (mohon izin mengutip agak panjang Bang Iggoy El Fitra 🙏) begini: 

"Sementara bila malam, terdengar bunyi hentak meja dari riuh suara laki-laki. Itulah suara balak domino masyarakat yang berkumpul di Los Lambuang. Jangan salah, permainan domino ini tidak ada unsur judi sama sekali. Justru, untuk mempererat tali silaturahmi. Dari mulai pejabat sampai rakyat biasa, berkumpul di Los Lambuang. Masyarakat dan pendatang terlayani 24 jam.

Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kurai Taji, Ali Syafar Rajo Ulu Anso mengaku Los Lambuang Kurai Taji sudah terkenal sejak dulu sebagai tempat berkumpul masyarakat setempat juga tempat persinggahan.

“Karena Balai Kurai Taji ini terletak di antara Padang Pariaman dan Pariaman, los lambung kerap dijadikan tempat persinggahan untuk mengisi perut bagi orang-orang dari Padang maupun sebaliknya, baik yang menggunakan kendaraan maupun sarana transportasi kereta api,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, bila pagi los lambuang menyediakan hidangan ketupat dengan berbagai gulai seperti gulai tunjang dan gulai paku, juga tak lupa sala lauak, teh telur, es tebak, dan gado-gado."

Demikian tulisan Iggoy El Fitra yang dapat kita baca melalui blog-nya.

Malam ini saya sedang di kampung kelahiran saya Silaping Ranah Batahan. Duduk menikmati teh telur sembari menonton kawan-kawan saya bermain domino. Asyik sekali mereka itu. Dulu sekali saya gemar juga main domino walau hanya pemain pelengkap saja. Di kampung ini, permainan domino dilakukan malam hari. Banyak Lopo (kedai, warung kopi)  menggelar permainan domino untuk membuat pengunjung atau pelanggannya betah duduk hingga lewat tengah malam. 

Di tengah suara hentakan batu domino yang dihempaskan ke atas meja, saya teringat pada ucapan teman seperjalanan saya saat di malam hari usai salat Isya melewati Pasar Los Lambung Kurai Taji Pariaman. 
"Seandainya cara berpikir pemangku kepentingan kita di kampung seperti tokoh-tokoh di Kurai Taji ini, alangkah hidupnya komunikasi dan dialog antar generasi kampung kita. Di atas meja domino bukan hanya soal bermain belaka. Keputusan bisnis, pertukaran pikiran, alih ilmu pertanian, perkebunan dan lainnya dibincang. Kita punya Pasar Tradisional  terbaik Nasional, tapi hanya ramai saat hari pekan tiba." 

Mungkin andai-andai teman seperjalanan saya itu tidak akan pernah terjadi. Beda bangsa beda cara untuk hidup. Begitu ujar-ujarnya. Ya sudahlah. Balak dua, balak lima. "Korokina kaloki..." sahut lagu India yang diputar seseorang dari playlist gawai yang disambungkan ke loudspeaker mini di meja lain.[]
Denni Meilizon

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.