Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Disbudpar Potong Biaya Produksi Kelompok Seni Nan Tumpah

Biaya Produksi Seniman Dipotong

Biaya Produksi Seniman Dipotong
Penampilan Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) di Festival Nasional Teater Tradisional 2014 di Jakarta.
Padang, Padek—Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) yang mewakili Sumbar pada Festival Nasional Teater Tradisional 2014 di Jakarta, 13-18 Juni lalu, berhasil meraih penghargaan sebagai Grup Penampil Terbaik. Hanya saja, prestasi itu tak sepenuhnya bisa dinikmati para seniman yang berkreativitas di grup yang dikelola secara swadaya tersebut.
Pasalnya, biaya produksi sebesar Rp 10 juta (setelah potong pajak jadi Rp 8 juta) yang diberikan panitia penyelenggara (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, red) kepada KSNT, dipotong sebesar Rp3 juta oleh Kepala Seksi Seni dan Film Bidang Seni dan Nilai Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumbar Anita Dikarina. Hal tersebut diungkapkan pimpinan KSNT Mahatma Muhammad dalam relis yang dikirim ke Padang Ekspres, Kamis dini hari (26/6).
Dalam relis tersebut dijelaskan bahwa Anita Dikarina bersama Endri yang merupakan staf Bidang Sejarah dan Purbakala Disbudpar Sumbar adalah pendamping KSNT ke festival yang diselenggarakan di Gedung Dewan Kesenian Jakarta itu. Dalam surat tugasnya tertera Anita Dikarina sebagai offisial dan Endri sebagai tim artistik.
"Setelah bendahara KSNT Riza Jhulia Santikha menerima biaya produksi dari panitia acara pada 17 Juni lalu, Endri meminta uang tersebut di depan panitia dan tim dari provinsi lain dengan alasan untuk laporan kepada Anita Dikarina," kata Mahatma Muhammad.
Biaya produksi yang diambil itu dijanjikan akan segera diberikan sesampai di Padang oleh Anita Dikarina.
Ketika sudah sampai di Padang, Rabu (18/6), tim KSNT diminta mengambil dana produksi ke kantor Disbudpar. Namun ketika dihubungi via ponsel, ungkap Mahatma Muhammad, Anita Dikarina malah menyuruh untuk mengambil dana tersebut ke kantor Budpar Sumbar, Jumat pagi (20/6). Namun, ketika hendak ditemui Jumat pagi, Anita Dikarina juga lagi-lagi beralasan lagi sibuk dengan pembukaan Pekan Budaya Sumbar.
Kemudian pertemuan pun dijanjikan beberapa kali. Namun, jelas lelaki yang akrab disapa Atma itu, Anita Dikarina tidak juga dapat ditemui baik di kantor, atau di Taman Budaya Sumbar, sebagai tempat yang ia janjikan. Pertemuan baru terjadi Rabu (25/6), antara Riza Jhulia Santikha dan Anita Dikarina.
"Hanya saja, uang produksi yang seharusnya sebesar Rp 8 juta hanya diberikan Rp 5 juta. Alasannya, Rp 2,5 juta dipakai untuk pengganti biaya perjalanan Anita Dikarina dan Endri sebagai pendamping. Sedangkan yang lima ratus ribu lagi guna pengganti airport tax mereka. Padahal sesuai juknis, baik biaya pesawat dan airport tax, akomodasi serta produksi ditanggung Kemendikbud," terangnya.
Dalam relis tersebut, juga diungkapkan pula bahwa Anita Dikarina menganggap pemotongan sesuatu yang wajar. Bahkan, juga dilakukan terhadap tim musik dari Bukittinggi yang jadi wakil Sumbar pada Festival Musik Tradisional Anak-anak, serta grup tari Indojati yang mewakili Sumbar dalam Festival Tari Kreasi Baru tingkat remaja. "Anita beralasan, festival ini bukan program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar, melainkan Kemendikbud, jadi wajar jika dua pegawai yang ikut serta mendampingi tim mendapatkan 'hak'nya," tulisnya.
Dengan hanya diberikan Rp 5 juta, maka KSNT pun memutuskan tidak menerima seluruh biaya produksi yang seharusnya menjadi hak KSNT. KSNT lebih memilih 'menyedekahkan' kepada dua oknum pegawai Disbudpar Sumbar itu (Anita Dikarina dan Endri, red) yang lebih merasa berhak tersebut.
"Bagi kami, tidak masuk diakal rasanya, bila uang Rp 5 juta tersebut harus digunakan atau dibagi-bagi KSNT untuk honorarium 13 orang dari pemusik, pemain, penata cahaya yang terlibat dalam pementasan tersebut. Sebab, untuk pelunasan utang biaya produksi pementasan Nilam Binti Malin yang kami tampilkan pada festival tersebut, dananya kurang," katanya.
Ketika dikonfirmasi Padang Ekspres soal itu, Anita Dikarina mengatakan, uang yang diambilnya tersebut, sudah sesuai kesepakatan sejak awal. "Sejak kami menunjuk KNST menjadi wakil Sumbar pada festival tersebut, saya sudah jelaskan sedetil-detilnya kepada Atma. Termasuk soal kami tidak ada anggaran untuk ke festival tersebut, dan dua orang pendamping akan dibiayai dari anggaran biaya produksi tersebut. Dan Atma ketika itu sepakat. Uang itu bukan sebagai pengganti biaya transportasi. Sebab, biaya transportasi Padang-Jakarta (PP) dan akomodasi selama di Jakarta sudah dibiayai panitia. Jadi itu uang saku," ujarnya.
Soal tertundanya janji-janji bertemu setelah kembali ke Padang, jelas Anita Dikarina, itu terjadi karena kesibukan dirinya dalam mempersiapkan kegiatan Pekan Budaya dan sejumlah rapat kerja lainnya. "Saya ingin memberikannya langsung, karena ada beberapa hal yang saya ingin jelaskan. Sebab itulah terundur-undur seperti itu. Tapi saya sayangkan juga, yang menemui saya itu, tidak Atma langsung yang telah bersepakat sejak awal," jelas pejabat eselon IV Disbudpar Sumbar itu.
Saat ditanya, soal pernyataannya tentang kewajaran mengambil biaya perjalanan tim pendamping tersebut dari biaya produksi yang diperoleh grup, Anita Dikarina tidak mau menjawabnya.
"Saya akan jawab itu, kalau ada Atma juga (dua orang ini bertemu langsung)," katanya.
Di sisi lain, Kepala Bidang Seni dan Nilai Budaya Disbudpar Sumbar Syafri Yusuf ketika dihubungi terpisah, berjanji akan menelusuri persoalan ini. "Saya akan segera panggil mereka (Anita Dikarina dan Endri) untuk menanyakan duduk persoalan ini," tuturnya, yang saat dihubungi via ponsel mengaku sedang berada di Jakarta.
Ditanya tentang ada atau tidaknya anggaran biaya perjalanan untuk dua anak buahnya itu, Syafri Yusuf mengaku tidak tahu. "Nanti sesampai saya di Padang akan saya cek," tandasnya. (Ganda Cipta)

http://www.padangekspres.co.id/berita/51283/biaya-produksi-seniman-dipotong.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.