Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

MENGAPA BANGGA TERLAHIR SEBAGAI PEREMPUAN





Judul               : Bangga Jadi Perempuan
Genre              : Buku Motivasi (Non Fiksi)
Pengarang       : Yusrina Sri
Penerbit           : PT. ELEX MEDIA KOMPUTINDO
Cetakan           : Pertama, Maret 2015
Tebal               : xxxi + 96 Halaman
ISBN               : 978-602-02-5744-0  





Di dalam Al-Qur’an terdapat surah yang dinamakan dengan surah An-Nisa’.  An-Nisa’ terdiri dari 176 ayat dan merupakan surah keempat dalam Al-Qur’an. Surah  terpanjang kedua setelah surah Al-Baqarah. An-Nisa’ berarti “Para Perempuan”. 

            Dalam “Al-qur’an dan Terjemahan” oleh Departemen Agama Republik Indonesia, diterangkan bahwa surah ini dinamakan An-Nisa’ karena di dalamnya banyak sekali membicarakan hal – hal yang berhubungan erat dengan perempuan. Selain surah An-Nisa’, surah At-Thalaq juga banyak membahas tentang perempuan.
            Buku “Bangga Jadi Perempuan” mengupas tuntas keperempuanan dengan bahasa yang renyah tidak membosankan. Selain tentu saja karena Penulisnya adalah seorang perempuan, buku ini memiliki nilai istimewa sebab belum banyak buku sejenis yang diterbitkan. Apalagi penulisnya adalah anak muda, seorang Mahasiswa yang masih menempuh perkuliahan.
            Yusrina Sri mengumpulkan bahan baku penulisan buku ini dari kisah, cerita dan pengalaman para perempuan di sekitarnya. Memadukannya dengan literatur berkaitan. Mendasari tulisannya dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Sebab baginya Allah SWT saja sudah memuliakan para perempuan lalu mengapa manusia tidak?
            Perempuan merupakan sosok yang dikaruniai Tuhan dengan senjata ajaib. Senjata itu adalah sifat asih, kasih, dan mengasihi. Sifat-sifat keibuan. Sifat yang ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW memiliki kemuliaan setidaknya tigakali dalam salah sebuah Hadits. Sifat yang membuatnya mulia dibandingkan pria.  
            Buku ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yang membawahi sub-sub judul. Di bawah masing-masing judul ditambahkan berbagai ungkapan, sajak, kata-kata mutiara atau kalimat motivasi yang disesuaikan dengan pokok pembahasan judul dimaksud. Sebuah tren baru saat ini. Hal tersebut cukup membuat buku ini semakin keren serta layak untuk dibaca.
            Pesan moral buku ini: “Dan Aku Bangga Terlahir sebagai Seorang Perempuan” (hal. 86).

Peresensi: Denni Meilizon
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.