BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya. “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”. Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR ketika ditanya: ”Itu niat
Oleh:
Denni Meilizon
DARI Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 254)
Kedudukan Ibu dalam kebudayaan manapun di muka bumi ini selalu ditempatkan dalam kedudukan utama, unggul ataupun agung. Ibu, karena itu menjadi simbol kemuliaan dan kehormatan. Ia jadi entitas yang sakral, sebab ia mengandung, ia melahirkan, ia menyapih, merawat dan membesarkan. Keberadaan rahim yang agaknya menjadi salah satu tanda-tanda kekuasaan Tuhan dengan menghadirkan seorang anak
lewat rahim itu, dengan tidak menyeragamkan anak-anak yang lahir melaluinya. Dari rahim seorang ibu, lahir anak-anak yang mempunyai kepribadian, sifat dan karakter berbeda-beda. Perbedaan dan keberagaman itulah yang menjadikan dunia anak-anak sangat indah, penuh dengan tawa dan canda. Karena rahim itu, rumah awal setiap manusia yang lalu menjadi semacam ingatan dibawah sadar tentang sebuah tempat ternyaman dan menyediakan segala apa yang dibutuhkan, gambaran utopis atau barangkali… Surga.
Hampir
duapuluh jam dalam satu hari satu malam, ibu memegang peranan dalam mengasuh
anak-anaknya. Karakter dan kepribadian seorang ibu akan melekat pada diri anak,
karena hanya ibulah yang setiap detik dan menit bergelut dengan anaknya. Anak
mulai lahir sampai remaja, dan dapat tumbuh berkembang menjadi anak sehat dan
berkepribadian baik, adalah berkat kasih sayang seorang ibu.
Kasih,
sebuah kata yang merujuk kepada salah satu sifat Allah terkemuka, Ar-Rahiim,
Yang Maha Pengasih. Sifat ilahiah inilah yang dilekatkan oleh Tuhan ke dalam
raga seorang ibu, ditanamkan bersama sifat sayang dan kelemahlembutan yang
tiada lain merupakan pengejawantahan dari sifat Allah yang lain, Ar-Rahmaan dan
Al-Lathiif juga Ar-Rifq. Maka wajar saja Allah SWT pun mengangkat derajat
seorang ibu begitu tinggi. Dalam perbendaharaan sastra lisan masyarakat dunia
termasuk juga di Indonesia, didapati pelbagai cerita bertema ibu, bagaimana
apabila anak durhaka kepada ibu, bagaimana titah seorang ibu menyatu dengan
kuasa berkehendak Allah. Ibu, ada dalam puisi-puisi para penyair. Simbolisasi
jalan pulang, pulang ke rahim. Lalu disauk dan dibentuk ulang dalam cerita
pendek dan panjang oleh sastrawan masa kini.
Membaca
cerita yang ditulis oleh Mia Karneza berjudul Nasehat dari Ibu yang kemudian
dimuat oleh SKH Haluan Padang edisi hari ini (11/6-2017) tentu menegaskan
kembali jika ibu terlalu kokoh untuk dikesampingkan dalam kisah dan cerita
seorang manusia. Ia akan terus membayangi dan menjadi sekrup penguat, menjadi
alasan Tuhan untuk memberi berkah, anugerah, nikmat dan pahala ataupun juga Ia
bisa menghukum, mengirim azab dan menyediakan neraka Jahannam bagi pendurhaka
Ibunda. Begitulah. Cerita yang ditulis Mia sebetulnya disajikan dengan
sederhana saja. Namun kekuatannya adalah pada tema, dan tema Ibu menurut hemat
saya akan selalu mendapat tempat, hidup terus dan tetap senantiasa enak dibaca.
Jika
ada orang di atas bumi ini yang ingin engkau buat bahagia dan tertawa maka itu
adalah ibu. Ibu, dalam segala tindakannya bahkan dalam keadaan marah sekalipun
sejatinya itu adalah Cinta. Cinta yang seperti sungai, mengalir dan
menumbuhkan. Semakin ke muara semakin menyuburkan, walau akhirnya ia akan lebur
di lautan lepas tetapi jejak kasih sayang selamanya direkam waktu, tertulis dan
terpatri sampai liang kubur.[]
(Dimuat pada kolom Apresiasi SKH Haluan Padang Hal. 14 edisi 11 Juni 2017)
Foto ilustrasi diambil dari http://lolocat-q.blogspot.co.id.
Komentar
Posting Komentar
Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.