Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Meleburkan Cinta ke Dalam Adat Istiadat Minangkabau




 
Judul               : Istiadat Hati, Romansa Kasih Serumpun
Penulis             : Sahari R
Penerbit           : FAM Publishing
Cetakan           : Pertama, Desember 2015
Tebal               : viii + 176 Halaman, 13 x 20 cm
ISBN               : 978-602-335-107-7

Tema tentang dinamika adat, rupanya masih menjadi bahan ide yang menarik bagi Novelis di Sumatera Barat. Mengetengahkan persoalan adat Minangkabau sepertinya tidak pernah kering dari tinta pena para penulis.  Sejak zaman kolonial hingga hari ini, prosa-prosa lahir mengangkat soal-soal ke-Minangkabauan. Penggalian filosofi dilakukan. Kritik diberikan. Banyak hal yang masih patut untuk dibincang dan dituliskan.
Apalagi saat ini, pemahaman keislaman di Sumatera Barat semakin meluas. Adat istiadat ditinjau ulang kembali. Generasi muda kembali mempelajari adat, disamping ia juga belajar agama. Ada beberapa hal dalam adat, setelah dirujuk kepada ajaran Islam ternyata bersesuaian. Kadang ada yang bertentangan. Kalau sebelumnya, pengejawantahan Adat Basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah ditafsirkan sepihak oleh ninik mamak saja, maka saat ini dengan limpahan literatur keilmuan yang ada serta akses terhadap informasi yang terbuka, maka pemaknaan baru  dapat saja diuraikan oleh generasi muda yang notabene sangat mencintai adat dan budaya Minangkabau itu.
Novel “Istiadat Hati” karya Sahari R. ini membahas persoalan tersebut. Dengan lugas dan santun, pengarang membagi cerita dengan latar perkawinan sesuku, sesuatu yang dianggap tabu di Minangkabau. Dengan mengambil setting tempat di Pariaman, daerah yang sampai saat ini masih memegang teguh adat istiadat, pengarang memperkenalkan kita kepada Hani, Imam dan Hamka. Ketiganya menjadi tokoh utama dalam Novel yang terbit pada bulan Desember 2015 ini.
Hani dan Imam saling mencintai satu sama lain. Ketika perjalanan tautan hati itu semakin mendalam, ironisnya mereka terhalang oleh batasan adat sebab ternyata mereka masih sesuku. Walau keduanya dengan berat hati menerima kenyataan itu, tak pelak berbagai konflik justru datang mendera silih berganti. Lama terpisah, mereka disatukan kembali oleh sebuah keadaan yang tidak disangka-sangka, Hani sakit keras. Dalam ketidakberdayaan itu, tanpa sepengetahuan Hani dan keluarga besarnya, Imam kembali hadir dan memberikan ginjalnya untuk didonorkan kepada Hani.  Permasalahan belum selesai sampai disitu, Hamka yang selama ini menjadi kepala sekolah di yayasan milik keluarga Imam dan juga tempat Hani kemudian mengajar ternyata menyimpan cinta kepada Hani.  Hamka dan Imam sudah lama bersahabat. Jalinan konflik cinta segitiga itu saling berkelindan dengan benturan norma adat istiadat. Perang pemikiran terjadi kembali, setelah kepulangan Imam dari rantau dan kembali aktif mengurus sekolah.
Sebuah akhir yang menguras  airmata dituturkan menyelesaikan semua konflik dalam novel ini. Dalam banyak tempat dan waktu, pengorbanan selalu saja datang dari orang yang dicintai. Hani meninggal dunia dibawa penyakitnya yang tidak kunjung sembuh. Dengan bijak, Sahari R. meramu perdebatan antara Hamka dengan mamaknya soal dilema perkawinan sasuku beserta dampaknya, sepeninggalan Hani.
Novel ini sangat bagus untuk dikoleksi, dipelajari dan dikaji sebab masih relevan hingga saat ini.[]

Peresensi: Denni Meilizon




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.