Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Komunitas Sastra Bumi Mandeh Gelar Pelatihan di Pessel: Semangat Literasi di Hari Guru



PAGI HARI Ahad (25/11) cuaca di kota Painan Pesisir Selatan masih terasa basah oleh tirisan hujan yang turun sejak kumandang azan subuh menggema dari menara-menara masjid dan mushala.  Matahari masih bersembunyi di atas cakrawala. Sayup-sayup terhidu juga aroma asin dari laut yang tak jauh dari kota, menyusup dari atap-atap rumah penduduk yang masih belum padat. Ada juga tercium aroma bumbu dari masakan gulai kepala ikan yang menjadi kuliner khas Pesisir Selatan. Tetapi, kesan kuat nan teramat menggembirakan tertumpu kepada satu tempat, sebuah gedung perkantoran berhalaman luas di pusat kota Painan.
Kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Pesisir Selatan hari Ahad itu ramai sekali. Terlihat puluhan orang berdatangan lalu mengambil tempat di sebuah ruang terbuka di samping kantor sederhana itu. Cuaca yang mulai sedikit cerah membuat gairah orang-orang kembali terbangunkan. Ada jejeran kursi dan meja tertata rapi di ruang terbuka yang ditandai sebagai Kantin Literasi oleh tuan rumah. Remaja berpakaian putih dan abu-abu dari berbagai Sekolah Menengah Atas se-Pesisir Selatan mendominasi kursi yang segera terisi penuh.  Selain remaja, ada pula beberapa orang dewasa dengan pakaian rapi yang rupanya guru-guru pendamping siswa yang datang memenuhi undangan acara yang ternyata akan dihelat pada hari itu. Beberapa orang anak muda berkostum serba hitam Nampak ligat dan gembira melayani orang-orang yang datang. Mereka panitia pelaksana acara hari itu. Spanduk besar di belakang  jejeran meja di depan menegaskan kepada pengunjung bahwa acara yang hendak digelar hari ini adalah....
Pelatihan Kepenulisan Kreatif dalam rangka Memperingati Hari Guru tahun 2018 di Pesisir Selatan dengan penyelenggara Komunitas Sastra Bumi Mandeh yang difasilitasi oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Pesisir Selatan dan didukung komunitas Dapur Sastra Jakarta, Laskar Anak Negeri, Harian Umum HALUAN PADANG, Diatunes Management serta beberapa pendukung lainnya. Untuk mendukung acara tersebut, didatangkanlah beberapa orang pemateri bukan hanya dari Sumatera Barat saja tetapi juga dari daerah lain di luar Sumatera. Riri Satria seorang penyair dan pakar teknologi yang juga bergiat di komunitas Dapur Sastra Jakarta sekaligus Pembina dari Sastra Bumi Mandeh datang dari Jakarta dengan membawa serta Romi Sastra, Maya Azeezah, Nunung Noor El Niel, Yoe Vita Soekotjo yang diminta untuk berbagi ilmu dan proses kreatif. Conie Sema, Penulis dan Jurnalis datang dari kota Lampung sebagai pemateri seiring dengan budayawan T. Wijaya yang berasal dari kota Palembang. Adapun pemateri dari Sumatera Barat, panitia mengundang Arbi Tanjung penyair dan Pegiat Literasi Pasaman, Denni Meilizon yang bertindak sebagai salah seorang pengasuh ruang sastra dan budaya Harian Umum HALUAN PADANG. Pada kesempatan tersebut Denni membeberkan hal ihwal naskah-naskah yang dikelola di dapur redaksi Budaya HALUAN PADANG setiap akhir pekan. Ubai Dillah Al Anshori penyair dari Pematang Siantar Sumatera Utara ikut mendampingi Denni, membimbing seluruh peserta serta panitia untuk praktek menulis kreatif langsung di lokasi acara. Dari Pesisir Selatan sendiri, Lusi Afrimanengsih diberi ruang untuk memotivasi peserta. Guru yang juga penyair itu terlihat bahagia dan selalu tersenyum sembringah. Lusi didampingi Rahmi Hidayati, mahasiswa pascasarjana jurusan Teknologi Pertanian yang juga berasal dari Pesisir Selatan yang telah menulis sebuah novel.
“Mengajak kawan-kawan sastrawan dan budayawan berkunjung ke Pesisir Selatan akan terus diprogramkan ke depannya. Kita ingin menghelat sebuah festival budaya yang besar daya sentuhnya kepada masyarakat di sini,” ujar Riri Satria yang juga putra asli Pesisir Selatan. “Akhir tahun ini kita memberangkatkan Wahyuni Firma Aulia, Siswa SMA Negeri Linggo Sari Baganti yang lolos kurasi ke ajang Banjarbaru Rainy Day Literary Festival 2018. Selain Ayu, Dapur Sastra Jakarta juga berkenan membantu biaya keberangkatan penyair Joel Pasbar ke ajang yang sama,” demikian diterangkan Riri Satria lagi kepada koran ini.
Senada dengan Riri Satria, Sulthan Indra sebagai Koordinator panitia acara menambahkan bahwa  peran komunitas Dapur Sastra Jakarta yang digerakkan oleh Riri Satria sangat besar kontribusinya guna menyokong panita yang terdiri dari Komunitas Sastra Bumi Mandeh dan Laskar Anak Nagari menyelenggarakan acara itu. “Kehadiran sastrawan dan pegiat literasi di Painan pada hari ini memberikan nuansa positif dan menyuntikkan semangat dan gairah terutama bagi komunitas literasi di Pesisir Selatan untuk bergerak lebih giat dalam menyosialisasikan program literasi nasional di Bumi Mandeh ini. Ada 6 (enam) orang pemateri  dari beberapa daerah yang khusus kita undang mengisi acara ini,” jelas Sulthan yang didampingi Ketua LAN PESSEL Eko Irwan.
Acara yang bertema “Guru Kreatif, Literasi Aktif” itu dibuka oleh Bupati Pesisir Selatan yang diwakili Asisten II Sekda, Rusdianto. Dalam sambutannya, Bupati berharap sinergis positif yang digerakkan oleh komunitas di Pesisir Selatan dapat mendukung program dan kegiatan pemerintah terutama dalam pembentukan karakter generasi muda dan peserta didik di seluruh Pesisir Selatan. Pada kesempatan tersebut, Bupati juga mengapresiasi kerja komunitas Sastra Bumi Mandeh dan Laskar Anak Nagari yang dapat bekerjasama dengan komunitas Dapur Sastra Jakarta sehingga beberapa kali sukses menggelar acara seni dan budaya di Pesisir Selatan dengan mengajak sastrawan dan seniman dari berbagai daerah di Indonesia.  Kehadiran ketua Ikatan Pustakawan Indonesia Cabang Pesisir Selatan, Lisda Hendra Jhoni yang didapuk memberikan kata sambutan, kian membuat suasana pagi itu ditulari optimisme dan menyemangati setiap orang yang menghadiri acara pelatihan tersebut untuk giat membaca. Keberadaan perpustakaan daerah harus dapat dimanfaatkan dengan baik. Ia juga mendorong agar tumbuhnya taman-taman bacaan masyarakat baik secara swadaya ataupun difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan. Hal senada diamini oleh Rio Fatma Erni, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Pesisir Selatan.  Turut hadir dan mendukung acara, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Selatan, Zulkifli serta Ketua Bhayangkari Pesisir Selatan Indra Wahyu Rianti yang berkesempatan membacakan puisi di hadapan 200 orang yang hadir.
Maisaldi guru pendamping dari SMAN 1 Linggo Sari Baganti bersama dengan rekan sejawatnya dari SMK PGRI Painan, Aidil Marwandi dan Ermawati dari SMAN 1 Bayang berharap bergerakan literasi di Pesisir Selatan semakin intensif dan berkelanjutan. Sedangkan Wahyuni Firma Aulia (Siswa SMAN 1 Linggo Sari Baganti) dengan raut wajah yang riang mengungkapkan keinginannya yang mungkin juga mewakili harapan seluruh peserta didik dan remaja Kabupaten Pesisir Selatan agar daerahnya dapat seperti kabupaten/kota lain di Sumatera Barat seperti Padang, Padang Panjang, Pasaman dan Payakumbuh yang begitu gencar mengadakan kegiatan literasi sepanjang tahun. Mailis Yunita (SMKN 1 Painan) dan Arif Maulana Iqbal (SMAN 1 Painan) sebagai generasi muda Pesisir Selatan mendukung pernyataan Wahyuni itu.
Kegiatan yang berlangsung hingga bertemunya batas siang dan malam itu ditutup dengan beberapa catatan yang menjadi pekerjaan rumah bagi pegiat literasi dan komunitas yang hadir serta diharapkan menjadi program dan kegiatan prioritas bagi Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan untuk tahun anggaran selanjutnya. [] [dm]

Reportase ini dimuat juga di HARIAN UMUM HALUAN, halaman BUDAYA edisi Ahad 2 Desember 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.