Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

KABA FESTIVAL V 2018 | 60 35 30


Oleh : Denni Meilizon
Foto : Vyronium Indonesia


PANGGUNG Ruang Produksi Manti Menulik Ladang Tari Nan Jombang di Balai Baru, Padang Sumatera Barat kembali menjadi pusat perhatian publik seni pertunjukan, masyarakat dan pemangku kepentingan terkait dengan aktifitas kegiatan dari rangkaian pertunjukan alek tahunan seni kontemporer KABA Festival 2018 yang dimulai 26 November 2018 hingga 2 Desember 2018. Tema yang diusung pada tahun ini adalah 603530. Tema tersebut terbilang cukup unik dan kreatif, diusung oleh Komunitas Galombang Minangkabau guna menandai perhelatan KABA Festival V 2018 kali ini sebab bertepatan pula dengan 60 tahun usia Ery Mefri seorang koregrafer internasional asal Sumatera Barat yang merupakan insiator dan penggagas KABA Festival, 35 tahun perjalanan karier Nan Jombang Dance Company dan pameran 30 tahun kiprah Nan Jombang Dance Company sebagai penyelenggara festival seni pertunjukan.
Bermula pada tahun 1988, Ery Mefri menyelenggarakan Galanggang Tari Sumatera sebagai sebuah ide untuk membuat pasar seni pertunjukan dari daerah yang bisa menampung pelaku seni dalam menyalurkan keseniannya. Galanggang Tari Sumatera  kemudian bertransformasi menjadi Padang Bagalanggang. Dari Padang Bagalanggang inilah, pada ahun 2014 diinisiasi lahirnya sebuah festival yang lebih besar dan memiliki daya hentak melewati ruang geografis dan berpengaruhi secara psikis. Festival dimaksud diselenggarakan guna mendampingi Festival Nan Jombang tanggal 3 yang telah lahir pada tahun sebelumnya dan dinamakan dengan KABA Festival. Sejak tahun 2015, selain festival selanjutnya diselenggarakanlah diskusi bertajuk Seniman Bicara diakhir Bulan sekaligus menandai pendirian komunitas Galombang Minangkabau dengan tekad untuk melahirkan Galombang tsunami kesenian dari Minangkabau dan menjalar ke seluruh penjuru dunia.
“Pada Tahun 2014 saya menghadap Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno untuk menyampaikan ide membuat pasar seni pertunjukan yang mengangkat potensi yang ada di daerah. Gubernur menyetujuinya dan bilang akan mendukung. Tetapi dalam pelaksanaan tidak ada realisasinya. Sebab itu bersama dengan beberapa orang seniman Sumatera Barat yaitu S Metron Masdison (Ranah performing Arts Company), Joni Andra (Inpessa Dance Company), Hasanawi (Langkok Grup) dan Irmun Krisman (Paremo Limo Suku) kami membentuk Komunitas Galombang Minangkabau dan melahirkan Kaba Festival, sebuah festival seni pertunjukan kontemporer yang bertaraf Internasional. Kehadiran festival ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan tempat kepada para seniman, namun juga untuk memperlihatkan potensi yang ada di Indonesia, khususnya Sumatera Barat. Diselenggarakan dengan swadaya sendiri. Untuk apa berharap kepada instansi yang tidak mengerti budaya dan seni, berharap kepada orang yang tak suka,” jelas Eri Mefri.
Apa yang menjadi ciri dari KABA Festival kemudian diterangkan oleh Ery Mefri. “Proses sebuah karya seni tidak bisa langsung jadi selesai dalam satu dua bulan saja. Harus ada proses panjang yang berkelanjutan selama bertahun-tahun agar karya semakin matang dan bisa dinikmati,” tegasnya.
KABA Festival V 2018 dibuka dengan pemukulan gendang oleh Kepala Taman Budaya, Muasri didampingi oleh Direktur Silek Art Festival, Indra Yudha Yusuf, Pimpinan Nan Jombang Dance Company, Ery Mefri dan Direktur KABA Festival, Angga Djamar. Pembukaan tersebut menandai secara resmi rangkaian penampilan kelompok tari dari lima negara yaitu Swedia, Australia, Jepang, Australia, Perancis dan Indonesia.
Ery Mefri dalam sambutannya menyampaikan kekecewaannya terkait masih kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap seniman dan grup kesenian yang dinilai seakan-akan tidak berpihak pada kepentingan pemerintah. 
Kesenian itu akan terus berkembang dan berlanjut walaupun tanpa bantuan dari pemerintah. Jika pemerintah ingin ikut serta di dalamnya, diharapkan itu jangan pula menjadi pemecah pengadu domba para seniman tetapi harus menjadi katalisator yang menyatukan,” tegas Ery Mefri.
Kepala Taman Budaya Sumbar Muasri yang membuka KABA Festival mengapresiasi 35 tahun perjalanan Nan Jombang yang melewati  suka dan duka dibarengi dengan kritikan-kritikan pedas kepada pemerintah. Ery Mefri berhasil mengeksploitasi seni tradisi sehingga memacu gairah para pelaku seni di Sumatera Barat.
Perhelatan KABA Festival pada tahun ke-5 ini bekerjasama dengan Platform Kebudayaan INDONESIANA, Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada program Silek Arts Festival dan Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat. “Kita juga mendapatkan bantuan dari Badan Ekonomi Kreatif, PT. Semen Padang serta Bakti Budaya Djarum Foundation. Dan sama seperti penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya, para buyers ataupun produser dari Indonesia dan mancanegara dihadirkan dalam KABA Festival untuk menunjukkan potensi yang dimiliki Indonesia khususnya Sumatera Barat tak kalah saing dengan dunia luar,” kata Angga Djamar, Direktur KABA Festival.
Usai pembukaan di malam pertama (26/11) dilanjutkan dengan pemutaran film dokumenter yang menceritakan perjalanan Ery Mefri berjudul Di Rantau Tuhan Berbisikkarya Sineas muda Ahmed Kamil, produksi ARKJP Film serta pemutaran film pendek karya Su-en/Amit Sen berjudul Visiting Project/Modus Mobile” (Su-En Butoh Company).
Masih dalam rangkaian pembukaan, ditampilkan pula musik teaterikal yang dibawakan oleh Aqick Percussion Jakarta pimpinan Armen, kolaborasi musik saluang dan dendang dengan biola yang diiringi string bass berhasil mengalunkan melodi menyayat, mengiris dan terasa pedih bagi penonton yang memenuhi Panggung Ruang Produksi Manti Menulik Ladang Tari Nan Jombang. Pertunjukan tari Nyanyian Tubuh karya Ery Mefri yang disajikan Wiyarini NJ dari Jakarta menjadi pertunjukan pamungkas malam pertama KABA Festival V 2018.
Sampai dengan tanggal 2 Desember 2018 lalu, ditampilkan 15 seniman (koreografer) dalam KABA Festival V yakni Aco Dance Company (Makassar), Aqick Percussion (Jakarta), Gerard Mosterd (Belanda), Impessa Dance Company (Padang), Komunitas Tari Galang Performing Arts (Padang), Mic Guillaumes (Prancis), PLT Laksemana (Pekanbaru), Rianto (Banyumas-Tokyo), Rumah Gadang Dance Company (Kabupaten Solok), Rumah Seni Balai Proco (Riau), Su-En Butoh Company (Swedia), Sukri Dance Theatre (Padang Panjang), Sturt Dance (Australia), Tantra Dance Theatre (Padang) dan Widyarini NJ (Jakarta). Karya-karya yang  ditampilkan ini sudah melalui proses kurasi yang cukup lama. Proses yang tak pernah henti dari sebuah karya menjadi tolak ukur bagi Ery Mefri selaku Ketua Dewan Kurator KABA Festival. 
Aco Dance Company (Makassar) menyajikan komposisi tari karya Ridwanaco berjudul Pau-Pau “Suara tanpa Kata” ditampilkan oleh Acowhite. Tarian yang mengeksplorasi pemahaman filosofis Tau dari masyarakat Bugis - Makassar ditampilkan dalam nuansa gelap dan magis. Gerard Mosterd (Belanda) kali ini menampilkan Maria Devonne dan Shafiq Yussof (penari lulusan ASWARA Kuala Lumpur) membawakan komposisi tari berjudul Ketuk Tilu Duet. Sebuah koreografi interdisipliner yang dibentuk dari musik Jaipongan yang sensual dan poliritmik. Impessa Dance Company (Padang) tampil pada hari ketiga (28/11) menampilkan koreografi karya Joni Andra yang berjudul Kato. Dibawakan oleh lima penari muda yang energik dan luwes dengan minim musik pengiring tetapi mengeksplorasi gerak dan simbol. Tari Onduo dalam Gorak merupakan komposisi tari karya Dasrikal yang dibawakan oleh Rumah Seni Balai Proco (Riau), diangkat dari sastra lisan masyarakat Melayu Rokan Hulu Riau. Onduo berarti membuai anak atau menimang anak. Nyanyian pengantar tidur.

Evi Nofrianti dengan Rumah Gadang Dance Company tampil dengan koreo Jajak Barabah yang merupakan peraih peringkat 5 besar pada Workshop Choreo Jam Jakarta 2017. Penampilan dari Rianto Dance Community (Banyumas - Tokyo) pada KABA Festival agaknya salah satu yang dinanti penonton. Maka kali ini mereka tampil dengan komposisi tari berjudul Hijrah, sebuah adaptasi ke dalam gerak dan bunyi dari perjalanan seorang Rianto melintasi ruang batas negara, bermigrasi pengalaman tanpa batasan tertentu untuk sebuah pengakuan gender yang diyakini keberadaannya. Garapan gerak tari masyarakat Sakai yang dibawakan PLT Laksemana Riau juga patut diapresiasi sebab pesan yang disampaikan jelas dan dapat dibaca. Nyanyian Hutan merupakan adaptasi dari Tari Olang-Olang, tarian penjaga hutan masyarakat Sakai, Riau.

Tema klasik berupa fungsi ninik mamak dalam masyarakat Minangkabau kembali diangkat oleh Komunitas Tari Galang Performing Art. Koreografi ini diberi judul Ditokok Mangko Babunyi. Kelompok tari dari Padang Sumatera Barat ini masih setia kepada khasanah tradisi, garak tradisi garik komtemporer sebagai sebuah karya produk budaya yang menawarkan pembaharuan. Sukri Dance Theatre kali ini mengusung konsep bagaimana budaya sendiri bertahan terhadap gempuran pengaruh luar. Tonggak Raso dibangun dari kedalaman filosofis, menggabungkan seni teater dengan tari secara kolaboratif sebagaimana ciri khas kelompok kesenian yang dimotori oleh seniman kawakan seperti Kurniasih Zaitun, Ali Sukri, Elizar Koto, Yusril dan Nasrul Azwar ini. Tantra Dance Theatre menampilkan koreografi karya Indrayuda mengeksplorasi sifat dari pusaran. Seperti halnya air, masyarakat Minangkabau etnis yang dinamis, bergerak sesuai arus dan terkadang melawan arus. Tarik menarik kekuatan intrik dan gejolak budaya menyeret ke dalam pusaran perubahan, berada di antara titik tumpu idealisme dan arus global. Hampir sama dengan Sukri Dance Theatre, kelompok seni juga menggagas konsep seni kolaborasi dalam tiap pertunjukannya.

Rangkaian KABA Festival V 2018 berakhir dengan penampilan tari solo Showlo dari Sturt Dance (Australia) dan Repetition Rehearsal oleh Mic Guillaumes (Prancis) pada Minggu (2/11). Penutupan seluruh rangkaian acara sendiri digelar pada Senin (3/11) malam sekaligus penutupan program 2018 Nan Jombang Group/Nan Jombang Company/Galombang Minangkabau dan membuka pertunjukan Festival Nan Jombang tanggal 3 yang menghadirkan Randai Mustika Minang II Kota Pariaman dan Penampilan Silek Sasaran Lapau Manggih.

Ada yang menarik perhatian saat rangkaian KABA Festival V 2018 ini berlangsung. Selain antusiasnya mahasiswa ataupun siswa yang bukan dari institusi seni hadir untuk menonton seluruh rangkaian pertunjukan, ada pula penonton dan pengunjung festival dari kalangan ibu-ibu, bapak-bapak dan anak-anak dari lingkungan sekitar. Ada yang datang memakai daster yang dilapisi jaket sambil membawa anak-anak. Sedangkan bapak-bapak berbaju santai mengobrol menanti pertunjukan dibuka. Layaknya orang-orang dulu yang antusias menonton kesenian pada sebuah perayaan,” bisik Hadi, salah seorang panitia.

Sayangnya, dari pengamatan HALUAN PADANG, tidak banyak kalangan seniman dan budayawan Sumatera Barat yang berkesempatan hadir memberi apresiasi dan mengikuti rangkaian proses acara yang digelar selama sepekan ini. Apakah karena hujan sering turun lebat jika malam telah menyelimuti siang di kota ini? Kali ini biarlah KABA Festival yang menyorakkan.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.