Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Orang Muda Merawat Ronggeng di Talamau



KAMPUNG BARU Timbo Abu Nagari Kajai merupakan pemukiman penduduk di Talamau Pasaman Barat. Berada pada ketinggian lebih kurang 800 mdpl dan menghadap tepat kepada puncak gunung Talamau. Jalan aspal meliuk-liuk membelah perbukitan dengan kondisi lumayan bagus. Beberapa bagian jalan terdapat kerusakan, lobang-lobang kecil dan jalan berbatu. Kontur jalan yang terus menanjak dan tidak lebar, membutuhkan konsentrasi pengendara guna mengantisipasi berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan. Untunglah, kepada kita tersaji pemandangan alam yang luarbiasa dengan udara segar yang melapangkan dada sehingga perjalanan ke salah satu pusat pelestarian kesenian Ronggeng Pasaman di Pasaman Barat ini tetap akan terasa menyenangkan. Penduduknya ramah dan menyenangkan dalam pergaulan. Bahasa sehari-hari adalah bahasa Minang dengan logat Talu, sebuah logat yang unik merupakan hasil proses akulturasi budaya di Pasaman Barat.




Rabu (20/3) malam, kami berkesempatan untuk ke Kampung Baru, Timbo Abu Nagari Kajai untuk kesekian kalinya. Adalah Joel Pasbar yang juga dikenal sebagai Penyair Sumatera Barat yang mengajak kami malam itu untuk datang mengunjungi Timbo Abu kampung halamannya, menyaksikan pementasan Kesenian Ronggeng Pasaman sekaligus peluncuran album musik Ronggeng Pasaman oleh Grup Ronggeng SAKABEK AREK.  Sakabek Arek sendiri merupakan sebuah grup kesenian Ronggeng dengan format baru, diisi oleh anak-anak muda berusia tigapuluh tahun ke bawah. Kami bertemu dengan para pemain Ronggeng Pasaman yang berproses di Sakabek Arek. Mereka adalah Rifi Hamdani, Muhammad Ilham, Edo Pratama, Ahmad Wiranto, Rian Pratama, Ul Asri, Ayul Badri, Ahmad Megi dan Rahmad Zuliman. Ahmad Wiranto merupakan siswa SMA Negeri 1 Talamau dan Rian Pratama merupakan siswa SMKN 1 Talamau. Selebihnya merupakan pemain berusia muda. Usia yang muda inilah kemudian yang agaknya membedakan grup ini dengan grup kesenian Ronggeng Pasaman lainnya di sekitarnya.
Grup kesenian Ronggeng Pasaman SAKABEK AREK sendiri telah menuai beberapa prestasi tingkat daerah. Mereka pun kerap tampil pada berbagai tempat di Sumatera Barat. Antusiasme masyarakat menonton tiap pertunjukan mereka bisa jadi juga karena usia pemain yang masih muda itu. Sudah menjadi perbincangan umum, jika hari ini Ronggeng Pasaman kurang diminati generasi muda. Alhasil pemain Ronggeng Pasaman umumnya banyak diisi oleh orangtua yang masih mencoba mempertahankan kesenian rakyat Pasaman Barat ini.
Grup Ronggeng Pasaman SAKABEK AREK dibina oleh Jonnedy dan Muhammad Nur. Grup ini berdiri pada tanggal 11 Agustus 2017. Prestasi: Juara Harapan 1 Festival Seni Budaya se-kabupaten Pasaman Barat 2017. Juara 2 Festival Sinuruik 2018. Tampil di acara Festival Langkisau Pesisir Selatan dan pernah pula sebagai bintang tamu di acara Sumarak Tradisi Minangkabau, Universitas Andalas, Padang, dll. Pada setiap penampilan, Grup Ronggeng Pasaman Sakabek Arek membawakan lagu-lagu: Jalak Lentiang, Durian Tinggi, Anak Yoyo, Mainang Sibolga, Tanjuang Malesek, Palak Pisang, Anak Dagang, Karisiak Simpang, Mandi Babaju, Talak Tigo, Dendang Masia, Gurindam Duo Koto, Bukik Tarapuang, Berang-berang, Hijau-hijau, Gelora.

Acara ini dimeriahkan pula dengan penampilan kolaborasi beberapa grup Ronggeng di Pasaman Barat antara lain dari grup Ronggeng Ranah Saiyo yang juga merupakan grup Ronggeng tertua di Pasaman Barat. Kemudian berturut-turut hadir pula grup Ronggeng Lambah Pasaman, Pantiu Saiyo, Mudo Saiyo dan Ranah Pasaman. Mereka tampil berbaur dan berkolaborasi dengan tuan rumah, grup Sakabek Arek membawakan beberapa lagu khas Ronggeng Pasaman. Yang menonton malam itu terlihat dari semua usia dan sangat ramai. Malam cerah pula, bulan purnama bercahaya rendah.
Alunan biola berirama diatonik dengan harmonisasi naik turun bagaikan menghipnotis penduduk untuk mengurak langkah ke tempat pertunjukan malam itu. Irama campuran Melayu, Minang, dan Mandailing saling mengisi diiringi tabuhan gendang yang atraktif. Menyaksikan pertunjukan Ronggeng pada beberapa tempat di Pasaman Barat, didapati unsur kesamaan lagu yang dibawakan oleh pemain. Begitu pula halnya dengan gerak tari, berpola langkah maju mundur. Terdiri dari empat sampai enam pemain pria dengan properti selendang serta sapu tangan. Grup Sakabek Arek agaknya kembali menerapkan formasi khas Ronggeng Pasaman, menampilkan pemain Ronggeng pria yang memakai kostum perempuan. Ini berbeda dengan pertunjukan Ronggeng Pasaman di Sungai Aur yang juga pernah kami liput sebelumnya. Di Sungai Aur, pemain Ronggeng Pasaman menampilkan pemain perempuan satu atau dua orang dalam satu putaran lagu. Memang, inilah persoalan yang tetap menjadi kontroversi terkait kesenian rakyat ini. Ditemukan adanya larangan menampilkan perempuan sebagai pemain Ronggeng Pasaman pada beberapa tempat di Pasaman dan Pasaman Barat.
Dalam perbincangan dengan Bapak Jonnedi, Seniman tradisi dan Pembina kesenian Ronggeng Pasaman kami mendapatkan fakta mecengangkan bahwa betapa masih minimnya pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Pasaman Barat kepada kesenian tradisi di ranah Tuah Basamo itu. Sanggar maupun grup kesenian tradisi terkesan dibiarkan berjalan sendiri. Dalam komposisi program dan kegiatan APBD Pasaman Barat sendiripun, pembinaan kebudayaan asli Pasaman Barat bukanlah termasuk skala prioritas. Bahkan berdasarkan wawancara kami dengan salah seorang anggota perancang RKPD Pasaman Barat Tahun 2020, sektor kebudayaan tidak termasuk sebagai prioritas pembangunan di Pasaman Barat. Hal ini sangat mengecewakan mengingat Pasaman Barat justru unik dengan kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki penduduknya, berakar dari tiga kebudayaan berbeda, Minangkabau, Mandailing dan Jawa.
Membangun karakter masyarakat utamanya di Pasaman Barat harusnya menjadi hal penting. Akar karakter masyarakat di Pasaman Barat tentu saja dari budaya dan tradisi. Keduanya menopang tadah berdasarkan agama Islam guna menguatkan dan memperkokoh gerak laju pembangunan berkelanjutan di Pasaman Barat.[]

Denni Meilizon adalah Penulis, Penyair, Blogger dan Pegiat Literasi. Tinggal di Pasaman Barat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.