BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya. “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”. Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR ketika ditanya:...
HIKAYAT SEBUAH RUMAH (2)
Habis tiang kediaman ini
Dimamah keropos dikhianati pemiliknya
Di sana sini kengerian yang tampak
Kayu - kayu menghembuskan aroma rapuh
Menunggu rubuh
Binasalah keinginan, habislah main kita
Rumah sudah reyot, rapuh pula luar dalam
Tak minat bertanam bakung sebab bilik bambu itu tak ada
Beranda habis cerita
Tinggal jejak dalam dongeng ketika dibacakan tiap 5 tahunan
Rumah kita rumah berhikayat
Menyisakan pongah dalam alur cerita berseri
Biasanya dipugar tiap menjelang pilihan raya
Tapi tidak untuk tahun ini
Sebab pemiliknya sudah beralih kunci
Tadi manusia sekarang tikus sansai.
2013
SWARNABHUMI, OH
Udara pekat, berjelaga
Urung langit muntah gulana
Sesering igau dalam tidurmu
Bumi orang Muang, ranahku terpisah lautan dalam
Sesepi ini
Dalam ramai yang berkenaan
Apa kabar separas bunga
Aku masih berkabar
Dalam angin dan mentari
Esok.
Raut itu dalam tasbih malam
Ini tersingkap lelana kelana
Di langit bintang menghisap wajahmu
Pada tabir malam mengetuk mimpi lautan
Di bumi orang Muang, antara ranahku terpisah lautan dalam
Esok menukik kita
Kemudian bertahmid kembali
Di daratan ibu pertiwi
Tempat kita berkalang tanah
Menautkan hidup senapas anak dan bini
Udara pekat, berjelaga
Aku mengetuk dinding mimpi
lalu menyeduhnya bersama segelas doa
Pada taut rindu yang gigil.
Februari 2013
PUZZLE
Menepi, menepi kita menepi
Sesepi, sesepi resapi diri
Berhenti, berhenti
maki caci
Semedi, semedi diri renungi
Semedi, semedi diri renungi
Meniti, setiti
titik menitik
Cemeti, cemeti diri sendiri
Cemeti, cemeti diri sendiri
Selidik, selidik
kerdilnya pikir
Merintih, serintih lirih dilirik
Mewanti, wanti wanti duhai hati hati
Merintih, serintih lirih dilirik
Mewanti, wanti wanti duhai hati hati
Telisik, selisik
isinya hati
Mengerti, mengerti arti arti diselami
Mengerti, mengerti arti arti diselami
Mencari, mencari
secarik urai
Segaris, segaris dan segaris
Sampai, sesampai mati
Mari menyusun,
Mari menghitung.
Mari menimbang,
Mari mari mari.
2013
Segaris, segaris dan segaris
Sampai, sesampai mati
Mari menyusun,
Mari menghitung.
Mari menimbang,
Mari mari mari.
2013
Jelatalah kita
Yang berkurung lingkar di nista
Dipertontonkan terik matahari gemah ripah
Sayur mayur yang jelata
Diperebutkan para raksasa
Ini hari, jelata menguap
Melebur ditiup badai di kerontang kering
Diremas dalam angka-angka doktrinisasi
Lalu diperabukan pada senja kala
Ketika podium kehilangan wibawa
Jelatalah kita
Yang berkurung dalam litak hidup mendera
Berbau gosong dalam tangis matahari melepuh
Lalu gelepar ditebas samurai para raksasa
Inilah kita
Terasing di negeri sendiri
Disuapi para raksasa
Tangan kanannya di mulut kita
Tangan kirinya mengeruk batok kepala kita.
Jelatalah kita.
2013
HARI-HARI KITA
Hari-hari kita
Berhujan berpanas
Basah sepantaran hela
Pun panas merekah regang
Di buritan, camar berlenggok rupa
Mengatai hari-hari kita
Berhujan berpanas
Melelehkan cairan dua lobang hidung
Menyesakkan dada dalam bunyi pada tenggorokan
Merekah meregang
Menghela raga ke atas dipan
Hari-hari kita
Hari yang sakit
Hari yang hujan
Hari yang panas
Di buritan, camar mengepak mengambil ancang-ancang
Dalam sekali hentak beraura syahdu
Dia menembakkan cairan berbau
Tepat mengenai ubun hari-hari kita.
2013
MURAL
Mural mural di tepi jalanan
Pekik diam mengeja nama
Maka, ini siang menggerung marah
Ingin pintal itu mural, mengencingi mulut retorika
Yang dihabiskan dalam sekardus mie instan
Dua liter beras dan sekarung dusta di bawah terang mentari
Pesing sudah janji
Sambil mengutuki camar yang berak di ubun ubun
Ya ! di ubun ubun para tikus yang asyik menyetubuhi waktu
Adakah kau lihat, kau raba, kau amati? Mmh !!!
Mural mural itu bicara sunyi
Tentang sebuah kuasa di tangan diam
Ada bait membubung
Dalam sapuan geram
Ketika seekor anjing menatapi mural kita
Lalu kurang ajar mengangkang satu kaki, dan kencing diatasnya.
Mural mural di tepi jalanan
Pekik diam mengeja nama
Maka, ini siang menggerung marah
Ingin pintal itu mural, mengencingi mulut retorika
Yang dihabiskan dalam sekardus mie instan
Dua liter beras dan sekarung dusta di bawah terang mentari
Pesing sudah janji
Sambil mengutuki camar yang berak di ubun ubun
Ya ! di ubun ubun para tikus yang asyik menyetubuhi waktu
Adakah kau lihat, kau raba, kau amati? Mmh !!!
Mural mural itu bicara sunyi
Tentang sebuah kuasa di tangan diam
Ada bait membubung
Dalam sapuan geram
Ketika seekor anjing menatapi mural kita
Lalu kurang ajar mengangkang satu kaki, dan kencing diatasnya.
2013
http://issuu.com/haluan/docs/hln291213
Komentar
Posting Komentar
Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.