BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya. “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”. Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR ketika ditanya: ”Itu niat
Oleh:
Denni Meilizon
Prolog
Seorang
petani memiliki satu hektar tanah kosong. Tanah yang subur. Ia percaya kalau di
atas tanahnya itu ia bisa menanam tumbuhan apa saja. Suhu sekitar juga sangat
mendukung. Topografi tanah, kontur dan kerapatan teksturnya juga sangat bagus.
Pendeknya, ia kemudian bertekad akan memanfaatkan tanah itu sebagai sumber
pendapatan keluarga di masa depan.
Kemudian
ia mulai menginvestasikan uang untuk pengadaan bibit tanaman. Ia beli tiga
batang bibit kayu manis. Lima batang bibit buah alpukat. Sepuluh batang bibit
cengkeh. Lima batang bibit buah jeruk. Dan bibit tanaman lain-lainnya. Setiap
hari, selama satu atau dua minggu ia menanam semua bibit itu dengan gembira. Ia
membayangkan panen semua tanaman itu kelak akan menambah pundi-pundi keluarga.
Ia sangat percaya diri. Ia merasa, pengalamannya sebagai petani selama ini
cukup untuk membuat bibit-bibit aneka tanaman itu bakal menghasilkan sesuai apa
yang ia harapkan.
Memang,
bibit-bibit itu tumbuh. Hingga suatu hari, seorang mantri tani melewati tanah
kosong yang kini berubah menjadi ladang itu. Mantri tani itu tertarik hatinya
untuk berhenti dan mengamati ladang aneka tanaman tersebut. Ia menemui sang
petani yang kebetulan sedang berada di sana, sedang mengerjakan sesuatu.
Mantri
itu bertanya, kenapa tanah kosong satu hektar ini tidak ia tanami satu jenis
tanaman saja agar nanti diperoleh hasil maksimal? Petani itu tersenyum lalu
menjawab, justru dengan cara bertanam begini ia akan memperoleh hasil yang
maksimal. Ia bisa memanen apapun dari ladangnya. Nanti ia bisa menjual cengkeh,
buah jeruk, alpukat, kulit kayu manis, buah pinang, mangga, stroberi ataupun
pisang sekaligus. “Kau tahu, ini akan sangat menyenangkan,” imbuhnya lagi
sambil tersenyum lagi. Mantri tani tahu apa, batin petani itu dalam hatinya.
Memang,
setelah bertahun-tahun, beberapa tanaman itu mulai bisa dipanen. Buah jeruk
yang lima batang bisa dipetik buahnya. Tetapi, karena hasilnya tidak cukup
untuk dibawa ke kota karena setelah dihitung-hitung akan memberatkan ongkos,
petani itu memutuskan menjualnya di halaman rumah saja. Begitu juga kayu manis,
cuma dapat lima ikat saja. Buah alpukat juga begitu, karena mesti berbagi
tempat dengan tanaman lain, buahnya hanya mencukupi untuk di makan keluarganya
saja. Tanaman lain begitu juga. Beberapa bahkan belum berbuah sama sekali,
karena tiap tanaman memiliki waktu yang berbeda untuk dapat menghasilkan.
Ladang itu memang menghasilkan, tetapi ternyata masih tidak dapat mendukung
ekonomi keluarga. Sementara waktu, uang dan tenaga sudah terbuang membesarkan
ladang itu. Bahkan, petani itu belum balik modal. Petani itu ingat pertanyaan
mantra tani dahulu, kenapa tanah kosong satu hektar ini tidak ia tanami satu
jenis tanaman saja agar nanti diperoleh hasil maksimal?
Pembahasan
Kasus
di atas hanyalah sebagai ilustrasi namun memang dapat saja kita temukan di
tengah masyarakat. Coba kita pikirkan, apakah petani itu salah? Sebagai manusia
ia belum tentu salah. Petani itu punya harapan. Ia memiliki tujuan. Ia pikir,
ia bisa menjual semua hasil panen itu sebab menurutnya memiliki pangsa pasar sendiri-sendiri.
Tetapi, kesalahan fatal dari petani itu, ia terlalu percaya diri dan menganggap
saran seseorang yang ahli dibidang tanaman sebagai angin lalu saja. Akibatnya,
ladang bagus seluas satu hektar itu ditanami tanpa bisa disebutkan ladang apa.
Kita kehilangan tema. Hasilnya? Kita tahu kemudian petani itu memetik hasil
beragam. Sedikit kayu manis, sedikit cengkeh, sedikit buah jeruk, sedikit
mangga, sedikit pisang, menunggu alpukat berbuah atau menunggu buah pinang
masak. Petani itu tidak fokus. Perhatiannya, selama bertahun-tahun terpecah
antara membesarkan tanaman yang satu dengan tanaman lainnya.
Mari
kita tarik kasus di atas ke dalam model penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja daerah karena tujuan artikel ini ditulis bukan untuk membahas tanaman
tetapi sesungguhnya ingin sedikit mengemukakan ide model penyusunan APBD
Sumatera Barat.
APBD
merupakan produk hasil sebuah proses panjang yang tidak akan diterangkan di
sini karena keterbatasan tempat. APBD tematik merupakan sebuah solusi
memaksimalkan porsi anggaran belanja sebanyak-banyaknya untuk kemakmuran
rakyat. Selama ini, APBD yang disusun oleh Pemerintah; Eksekutif dan Legislatif
belum jelas bertema apa dan bagaimana. Padahal, pada tahun 2016 ini saja, total
APBD Sumatera Barat sudah mencapai 4,1 triliun. Sebuah jumlah yang besar untuk
melancarkan roda pembangunan di Sumatera Barat ini. Sebagai salah seorang
anggota TAPD, setiap melakukan pembahasan RKA-SKPD saya selalu kepikiran,
kenapa sih kita tidak fokus membuat prioritas pembangunan satu bidang saja
selama tahun pertama, bidang lain tahun kedua, ketiga, keempat hingga tahun
kelima sisa jabatan Kepala Daerah?
Maksud
saya begini, pada saat penyusunan RPJMD di awal tugas Kepala Daerah, yang perlu
dibahas itu adalah Sumatera Barat ini sebagai Provinsi apa untuk lima tahun ke
depan? Buat tagline-nya. Kita tahu,
beberapa daerah di Indonesia sudah memiliki tagline
ini. Dari tagline itu mata orang lain
akan bisa memandang Sumatera Barat sebagai sebuah kesatuan visi dan kesamaan
misi. Yogyakarta misalnya punya tagline
“Never Ending Asia”. Kalau Solo, “Spirit of Java”. Atau Bali, “The Land of God”. Jawa Barat dan Kota
Bandung juga punya tagline. Kita bisa
melihat bagaimana mereka mengelola APBD dengan baik. Kalau kemudian
daerah-daerah itu sekarang kita saksikan begitu menggeliat dan didatangi banyak
orang guna menikmati fasilitas destinasi kenyamanan hidup, kebahagian hati dan
ikon-ikon pariwisata yang mendunia malah menjadi percontohan, semua itu bukan
pekerjaan sim sala bim. Hasil
pencapaian tentu telah melewati proses panjang. Proses yang dimulai ketika para
pemegang kepentingan di daerah-daerah memulai dengan pertanyaan hebat itu;
Daerah atau Provinsi kita ini Provinsi apa sih?
Kalau
tagline sudah didapatkan, maka itulah dasar menetapkan arah kebijakan
pembangunan lima tahun mendatang. RPJMD, KUA PPAS lalu dituangkan dalam APBD.
Misalkan, tagline Sumatera Barat adalah Provinsi “Center of Matrilinial Culture” maka RPJMD untuk lima tahun ke
depan merupakan rangkaian tubuh yang semua disatukan untuk menegaskan Sumatera
Barat adalah pusat kebudayaan Matrilinial. Program dan kegiatan setiap SKPD
fokus untuk mendukung tagline itu. Tahun pertama mungkin bidang Kesehatan
menjadi tema APBD. Maka porsi ketersediaan anggaran SKPD terkait akan menjadi
prioritas. Tahun kedua mungkin akan bertema Pendidikan dan kebudayaan. Tahun
ketiga Kepemudaan. Tahun keempat Ekonomi dan Pariwisata dan tahun kelima
Politik dan Sosial kemasyarakatan. SKPD-SKPD bersinergi melalui program dan
kegiatan masing-masing. Semua kegiatan menjadi terpadu. Tak ada lagi kegiatan
yang naik di tengah jalan. Atau diada-adakan.
Penutup
Pembahasan
dalam artikel ini merupakan sebuah wacana. Kenyataannya, beberapa daerah di
Indonesia sudah berhasil melaksanakan pola tematik ini. Hal yang paling penting
tentu dibutuhkan komitmen bersama antara pemegang kepentingan dalam Pemerintah;
Legilatif dan Eksekutif. Percayalah, seandainya si petani menanami tanah kosongnya
dengan seratus batang bibit buah alpukat saja tanpa di sela oleh tanaman lain,
lima tahun kemudian ia akan menangguk panen yang membahagiakan keluarganya. Ia
akan bisa membeli tanah baru, untuk dijadikan ladang perkebunan kelapa sawit.[]
Komentar
Posting Komentar
Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.