Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

INILAH CARA MEMBUNUH SAUDARA SENDIRI




 Oleh: Denni Meilizon

Ketika kampak Ibrahim dilihat Namrudz
Mengalung pada leher patung terbesar
Bagi sang raja itu sebuah teror yang mesti
Diselesaikan dengan mengobarkan api
Dan melemparkan tubuh Ibrahim
Ke tengah api menyala sebagai sebuah pesan
Teror kepada khalayak ramai bahwa
Siapa saja yang mengancam singgasananya
Akan bernasib sama dengan Ibrahim
Sayangnya ia tak tahu kalau seekor burung kecil
Mengencingi api itu
Dan seorang Malaikat memeluk Ibrahim hingga:
Api dinginlah api, dinginlah api. Selamatkan Ibrahim!
Seekor nyamuk dikemudian hari
Meneror Raja Namrudz tanpa permisi
Masuk ke dalam hidungnya
Dan sang raja mati seketika.


Seorang raja Macedonia
Membuat peta kuasa hingga ke India
Lalu mati diteror penyakit tua
Sang Raja agaknya lupa
Dan ia terlalu asyik dengan dunianya
Merasa akan berkuasa selamanya

Firaun yang mengaku diri sebagai tuhan itu
Ditenggelamkan di Laut merah
Oleh Tuhan yang sebenarnya
Setelah meneror anak-anak Yakub
Membunuhi bayi lelaki
Memperbudak orang-orang
Dan menikahi saudarinya sendiri
Lalu suatu saat sebelum ia tenggelam itu
Kepada Haman ia berkata agar segera dibangunkan
Menara tinggi dengan tangga menjulang ke langit
Hanya untuk bisa menatap Tuhannya Musa
Untuk itu Haman meneror rakyat Mesir
Memisahkan ayah dari anak perempuannya
Suami dari istrinya dan anak lelaki dari ibunya
Hingga saksikan di bawah apa yang kini
Kita sebut sebagai piramida mengalir kisah
Pilu, tulang belulang abadi dosa dinasti yang
Tak akan bisa ditebus walau ditakar sebanyak
Pepasir tandus di sepanjang delta sungai Nil

Sebuah bangsa masa dahulu, masa kini
Oleh pemimpinnya digiring menguasai bangsa lainnya
“O Tuhan! Kenapa kau ingin menjadikan manusia
Sebagai Khalifah di bumi itu. Tiada lain mereka nantinya
Akan saling bunuh dan menumpahkan darah”

Aku ingat kutukan abadi
Ketika sebaris malaikat menghadap Tuhan
Dan Lauh Mahfuzh merekam tiap kata mereka
Lalu di akhir zaman ini sampai kepada kita
Sebagai mukjizat dari Orang yang Terpuji
Lihatlah perang. Lihatlah!
Manusia berlomba belajar cara
Untuk membunuhi saudaranya sendiri.

Padang, Februari 2016

*Dimuat dalam MAJALAH GLOSARIA edisi Maret 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.