Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Anak-Anak: Dunia Imajinasi Dalam Bingkai Sastra



(Artikel berikut ini telah diterbitkan oleh Harian Rakyat Sumbar, edisi Sabtu 21 Mei 2016 Halaman Budaya)
Oleh: Denni Meilizon

Dunia kanak-kanak seharusnya merupakan bauran antara daya imajinasi sekaligus kenyataan. Keduanya memantik rasa bahagia, nyaris tanpa beban dan karena itu memandang dunia dari sudut yang berbeda, menimbulkan rasa ingin tahu dan citra keindahan. Dunia mereka dibangun dari pondasi kekaguman. Segala hal, apapun yang kita namakan dengan lingkungan, dalam persepsi kanak-kanak merupakan ruang untuk dijelajahi dan dieksploitasi dengan pengungkapan yang unik, diluar jangkauan nalar dan logika orang-orang dewasa.


 Sastra adalah sebuah minat, salah satu jalan yang dapat mewujudkan dunia kanak-kanak menjadi lebih imajinatif. Selain sastra, tentu saja seni musik, tari dan seni rupa juga jalan lainnya yang dapat digunakan untuk membangun kreatifitas kanak-kanak. Sastra, secara spesifik menawarkan kemampuan dasar berpikir secara universal, mengajarkan pemecahan masalah dengan memantik jaringan-jaringan dalam otak untuk memberi narasi, membebaskan kepelikan menjadi suatu hal yang mudah untuk diselesaikan.
Anak-anak sangat suka kepada hal-hal baru sekaligus, apabila diberikan ruang bebas berpikir mereka juga akan dapat membuat hal-hal baru. Cerita anak terutama dongeng, sesungguhnya telah tumbuh sejak lama mungkin sudah sejak purba, seumur usia keberadaan manusia di muka bumi ini. Aktifitas mendongeng dilakukan lewat berbagai cara. Melalui nyanyian, lukisan dinding, pemanfaatan cahaya ataupun kegelapan, pembuatan boneka peraga, dan lebih modern kemudian dengan membacakan buku-buku dongeng yang dituliskan kembali untuk kebutuhan tersebut.
Di tengah perkembangan sastra dunia, sesungguhnya kita dilimpahi buku-buku cerita anak-anak dalam rupa dongeng terutama kisah-kisah populer pada masyarakat beberapa Negara. Selain cerita terjemahan, di Indonesia sendiri dapat kita temukan buku-buku sejenis namun berkonten lokal, apalagi melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada dekade 90-an pernah menerbitkan buku-buku dongeng secara massal dan disebar dengan masif ke seluruh wilayah Indonesia.
Kehadiran televisi dengan tayangan-tayangan yang tidak “ramah anak” akhir-akhir ini telah menimbulkan kekhawatiran bersama, terutama dikalangan pegiat peduli anak-anak dan remaja. Belum lagi selesai masalah pertelevisian, kini keberadaan gadget dengan akses internet dan serbuan aplikasi aneka game/permainan nyatanya telah menjadi bom waktu, mengancam hak-hak anak untuk memperoleh kebebasan berpikir, untuk sebebas-bebasnya berimajinasi. Mempertontonkan dunia orang dewasa kepada anak-anak sudah jelas merupakan sebuah kejahatan terselubung. Walau kemudian, beberapa tayangan televisi ataupun keamanan internet menuntut peran orangtua sebagai pengontrol maupun pendampingan, tetapi itu bukan jalan keluar bagi sebuah masalah yang berdampak lebih besar. Hal ini malah seakan menjadi sebuah paksaan. Karena itu, langkah paling bijaksana adalah jauhkan anak-anak dari segala hal yang akan membekukan imajinasinya, yang akan mengurung kemampuan otaknya yang masih muda.
 Beberapa tahun terakhir di Sumatera Barat, melalui peran Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat telah dilakukan upaya perkenalan kembali aktifitas mendongeng, Membaca, Menulis dan kegiatan kreatif lainnya kepada kalangan anak-anak dan remaja. Selain Pemerintah, beberapa penerbit buku Nasional juga telah mengupayakan program yang sama dengan melibatkan anak maupun remaja sebagai kontributor, memfasilitasi cerita yang mereka tulis untuk kemudian diterbitkan secara besar-besaran. Langkah-langkah tersebut layak dan patut untuk didukung secara bersama sebagai sebuah pembangunan karakter generasi muda Indonesia, utamanya di Sumatera Barat.
Di tengah keantusiasan anak-anak pada kegiatan literasi, masalah lain yang harus dijelaskan adalah adanya perbedaan antara cerita anak dengan cerita yang ditulis oleh anak-anak. Tidak semua cerita yang ditulis oleh anak-anak dapat kita kategorikan sebagai cerita anak. Bagaimanapun kita kini dihadapkan kepada budaya hedonis dan matrelialisme sebagai dampak tayangan televisi di ruang keluarga kita. Belum lagi kecenderungan minat baca anak Indonesia yang masih jauh dari harapan. Sebab itulah, dibutuhkan upaya pendampingan dari berbagai pihak, komunitas literasi maupun Pemerintah. Pendampingan tersebut harus diprogramkan secara berkelanjutan. Pemerintah harus memfasilitasi penerbitan buku-buku cerita anak dan media massa harus bersedia membuka ruang untuk memuat karya-karya sastra anak.
Ke depan, melalui jaringan Perpustakaan Daerah se Sumatera Barat dengan mempergunakan anggaran dari APBD dan APBN, kita mengharapkan keseriusan Pemerintah untuk memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang melibatkan anak dan remaja. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat telah memulainya, ditandai dengan digelarnya sebuah Festival besar bertajuk Festival Sastra Anak dan Remaja (FSAR) Sumatera Barat 2016 beberapa waktu lalu.[] 


Komentar

  1. Itulah yang memang selayaknya kita lakukan. Ikut bangga dengan apa yang sudah kamu lakukan, Deni. Salut.

    BalasHapus
  2. Terimakasih, Mas Yan. Ini langkah bersama. Alhamdulillah, khusus di Sumbar, dengan beberapa kawan-kawan beberapa komunitas kita mulai bergerak. Beberapa Badan Pustaka di kabupaten/kota juga sudah kita "kompori" untuk memprioritaskan kegiatan semacam ini.
    Dukungan dari Mas Yan dan Sastrawan senior lainnya tentu sangat kami butuhkan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.