BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya. “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”. Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR ketika ditanya: ”Itu niat
ADA HAL yang selalu melekat dalam ingatan manakala menyebut kota Padang Panjang. Hujan yang tidak selalu menderu, anginnya yang lesap berebut ruang dengan kabut, hutannya yang berkelindan berpeluk-peluk dengan lembah yang basah menyesap suara binatang hutan dan bunyi kehidupan yang sedang merayakan kesyahduan dan kearifan yang dibangun melintasi abad demi abad.
Dari Padang menuju Padang Panjang, jalan menukik berkelok-kelok membelah lembah dan dinding jurang bertanah liat dan karang berbatu. Air melimpah dari sulur akar-akar bergulung mengalir berkawan urat-urat tanah lalu terjun menjemput tanah, meruakkan pemandangan dan suasana, membekukan waktu dengan dingin yang nikmat. Lembah Anai yang ramainya luarbiasa. Orang-orang ramai datang dan pergi. Air Terjun tepian mandi. Tak lepas kunjungan wisatawan, kecil, muda, tua, dewasa lelaki dan perempuan. Mobil-mobil entah datang dari negeri mana berbaris terparkir melepas penat.
Sepanjang jalan berkelebatan wajah-wajah masa silam. Kesejukan merasuki seakan mengajak untuk singgah manakala angin gunung Marapi lintasi pandang. Cantiknya rumah gadang, rumah yang dipagari pepatah dan petitih. Halaman yang berbatas labuh, kolam-kolam ikan bertebaran dan aroma kopi kawa sayup merayapi penciuman.
Sejauh mata memandang, kubah surau dan mesjid di kiri dan kanan. Anak-anak berbaju gamis dan gunting cina memakai sarung keluar rumah memeluk kitab mulia Al Quran. Mereka mengaji di surau dan langgar serta pondok-pondok pesantren. Dari suasana pendidikan demikian inilah, Padang Panjang tercatat melahirkan orang-orang besar. Udara bernyanyi riang di Padang Panjang. Hamparan sawah dan matahari siang. Matahari pagi dan keriangan yang hangat.
Jika telah masuk ke jantung kota Padang Panjang, kemeriahan menemukan tempatnya pada sebuah pasar. Pasar yang menawarkan sisi kearifan lain, cita rasa. Lidah pun bergetar dan liur beriak berlahan dipupuh aroma bumbu masakan, rendang, cancang, gajeboh, dan sebagainya. Memasuki pasar Padang Panjang, bertemulah kita dengan kedai makan dan minum yang kabarnya sudah melegenda, Gumarang. Beralih ke belakang pasar, ada tempat minum kopi enak di kedai Mak Syukur. Oh iya, kita terlupa sedikit. Sebelum sampai ke pasar itu, jangan lupa singgah di rumah makan Datuk yang berada di bawah resort Rumah Puisi dan Rumah Budaya. Atau lewat sedikit kalian akan bertemu dengan pondok sate Mak Syukur yang terkenal itu. Mmhh..
Kuliner Minang memang mudah ditemukan di Padang Panjang. Bermanja-manjalah dengan kemudahan itu. Sambil menikmati suguhan alam dan keramahan masyarakatnya, selera pada makanan enak bisa dinikmati perlahan-lahan. Sesap sampai ke hati biar terkenang-kenang sepanjang usia.
Padang Panjang, bisikan purba, dari masa lampau yang tercelak. Sawah ladang menghidupi masyarakat. Pemerintahnya sedang giat membangun, membangun karakter dan membangun fisik. Pendidikan menjadi prioritas. Sejak dulu, orang-orang telah datang menimba ilmu ke Padang Panjang. Siapa yang tak kenal Pondok Pesantren Diniyah Putri Padang Panjang? Siapa yang tidak kenal Pondok Pesantren Thawalib Padang Panjang? Ada pula Perguruan tinggi seni yang dikenal saat ini dengan Institut Seni Indonesia Padang Panjang. Saban hari Padang Panjang jadi semarak. Pemerintah agaknya ingin membangun kota ini dengan menebar kegembiraan dan kebahagiaan bagi seluruh masyarakat. Masyarakatnya pun ingin sejahtera lahir dan batin dengan memadukan saripati agama dengan mutiara-mutiara adat istiadat Minangkabau.
Merapi dan Singgalang tegak wibawa. Kabut turun memeluk erat. Adakah rindu menganak dalam kalbu? Gerimis terkadang asyik turun satu-satu. Di halaman sekolah anak-anak bermain dan membaca buku. Di surau dan mesjid mengalun ayat-ayat mulia Al Quran. Di sinilah pagar nilai dan moral berlandaskan adat dan syarak bisa kita jumpai. Di Padang Panjang inilah kreativitas masih dihargai dan diberi ruang terhormat.
Jika kelak engkau jatuh cinta kepada Padang Panjang maka jangan cemburu pula sekiranya selain engkau ada ribuan orang yang memiliki cinta yang sama. Mungkin saja engkau punya cinta yang berbeda, biar saja demikian sebab cinta memang diungkap menurut ego diri sendiri-sendiri. Cara mencintai memang tidak akan sama pada setiap manusia. Yang sama adalah cara menjaganya. Sering-seringlah berkunjung ke Padang Panjang. Kabarkan kepada orang lain kebaikan-kebaikannya. Jelita-jelitanya. Selebihnya biarkan saluang, bansi dan rabab yang mendendangkan.
SELAYANG PANDANG KE PADANG
PANJANG
Oleh: Denni Meilizon
Dari Padang menukik jalan ke Padang Panjang
Turunan membingkas saluang
Hutan lindap dipeluk sesap kabut
Cantiknya si Rumah Gadang
Mengawang hembusan angin terawang
Pada lembah basah terkalang
Di Padang Panjang gigil meradang
Sepanjang jalan berkelebatan
Wajah-wajah masa silam
Sejuk ramah ajakan singgah
Seketika angin gunung lintasi pandang
Udara bernyanyi riang
Sawah terhampar matahari siang
Apalagi pagi menyemburat hangat
sejuknya Pariangan sejak dahulunya
Di Padang Panjang kita berjumpa
Ketika rumput-rumput masih rapat
Ingin merajut dan menjemput
Buah kearifan suluh pelita adat dan agama.Padang, Februari 2018
(dimuat dalam buku antologi bersama EPITAF KOTA HUJAN, Diterbitkan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan kota Padang Panjang, 2018)
Denni Meilizon lahir 6 Mei 1983 di Silaping Pasaman Barat. Mencintai
puisi dan rajin menulis puisi. Mengaku sebagai pecinta
kopi serta pembaca buku. Suka pada bunga dan suka memasak untuk keluarga di
akhir pekan. Redaktur Tamu Tetap ruang BUDAYA HALUAN PADANG. Mencoba tanpa
lelah mengait-ngaitkan puisi, essai, cerpen dan novel dengan jalan
menuliskannya. Menetap di kota Padang. Blog: http//wwww.dennimlz.blogspot.com.
Komentar
Posting Komentar
Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.