Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

ELEGI HARI SEBUAH KOTA



Rindu menjadi gelap yang kehilangan cahaya. Percuma jatuh cinta pada musim hujan yang ragu ini. Kesyahduan menjadi milik airmata dan seseorang telah menjadi tempat pajangan  lukisan sebuah pesta koktail kostum gaun kembang-kembang dan tuksedo manis. Di sudut ruang kecil antara lambung dan empedu, sebuah piano menanti dimainkan. Ia rindu kelincahan jemari seseorang yang tahu bagaimana mengawinkan estetika dan imajinasi untuk dijelmakan menjadi sebuah kota musik yang penuh tangga nada dan not musik. Hujan masih ragu dan kini menyusupi tulang jendela yang berperangai. Ia memeletkan lidah mengais sisa udara dan merasakan ketebalan rasa dingin yang mulai menipis.

Siang hari ditiupkan menuju sore yang berlumur keringat di tubuh orang-orang. Aliran debu yang tak kasatmata kerap menjadi bencana kecil bagi hati yang beku di atas bonjengan sepeda motor serta bagi generasi milineal apabila sedang memakai headset dan memejamkan mata,  sesungguhnya kita tidak termasuk orang yang mengetahui apakah dalam kepalanya sedang terjadi proses berpikir atau sedang berada dalam posisi netral, kosong dan lega.

Gadis-gadis berwajah manis masih saja betah berjalan beriringan menuju pulang. Melalui perantaraan seseorang yang mengaku Penyair penting, kita mengetahui bahwa di dalam tubuh gadis-gadis itu ada  gundah yang gemulai memukuli dada.

seorang bapak mendorong becaknya dengan tiga bocah berbaju sekolah dasar bercanda bahagia di atas becak itu sembari berbagi menyeruput segelas minuman dingin yang dibeli murah seharga 2000 rupiah di pinggir jalan. Seorang bapak bersama dengan sebuah becak sedang berjuang untuk sampai, tanpa ingin mengurangi kebahagiaan tiga bocah tadi, sementara sebelah ban becak telah pecah menempuh akhir takdirnya, kita tahu seketika bahwa di dalam kepala bapak itu sedang menganak aliran lava cair yang  bisa pecah berderai menanti waktu.

Sesayup sampai, denting gelas dan piring dari sebuah rumah makan meningkahi hiruk pikuk orang-orang yang sibuk untuk pulang. Hujan kian peragu, peramal cuaca sedang menulis perkiraan tentang badai yang bisa datang kapan saja. Lapak penjual VCD bajakan mendengungkan doa-doa dari mulut biduan dangdut yang tiba-tiba menjelma menjadi orang beriman demi pemasaran album reliji terbarunya.

Serombongan malaikat dari dunia tak kasat mata berkata aamiin, aamiin, aamiin.  

Padang, Desember 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.