Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Ingin Tulisanmu Diterbitkan Jadi Buku? Begini Caranya...

Ada pepatah mengatakan, di mana ada kemauan dan kerja keras, di situlah ada jalan kesuksesan. Namun ternyata, jika kamu ingin menjadi penulis dan berharap tulisanmu bisa diterbitkan menjadi buku, rupanya pepatah itu tidak cukup hanya sampai di situ.

Diperlukan lebih dari kemauan dan kerja keras untuk membuahkan tulisan atau naskah milikmu diterbitkan menjadi buku. Ada beberapa hal yang mesti kamu pahami dan kuasai untuk membuat naskahmu dianggap layak terbit sebagai buku.


Hal ini diungkapkan oleh Editor Buku Kelompok Penerbit Kompas Gramedia, Rina Buntaran. Dalam perbincangan dengan Kompas.com, Rina bercerita, kerap kali calon-calon penulis terutama kaum muda tidak mengerti apa sebetulnya esensi menjadi penulis agar naskahnya bisa diterbitkan menjadi buku.


"Banyak penulis-penulis muda yang datang ke kami, berharap naskahnya bisa diterbitkan. Tapi dalam diskusi kemudian, mereka banyak yang masih belum tahu apa sih yang ingin mereka jual dalam tulisannya agar penerbit mau membukukan tulisan mereka," kata Rina di sela-sela acara Kompas Gramedia Fair (KG Fair), di Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (26/2/2010).


Dalam KG Fair, Kelompok Penerbit Buku Kompas Gramedia secara khusus juga menggelar klinik konsultasi gratis bagi mereka yang memiliki keinginan menerbitkan buku.


Kebanyakan calon penulis itu, kata Rina, baru sebatas menyalurkan apa yang ada di benak dan pemikirannya dan dituangkan menjadi sebuah tulisan panjang atau naskah. "Artinya, mereka baru sebatas menyampaikan hasrat pemikirannya menjadi naskah. Tapi mereka belum benar-benar paham apa yang mereka tawarkan kepada calon pembacanya," terang editor buku bergenre nonfiksi ini.


Padahal, kata Rina, menjadi penulis sebuah buku, seseorang harus bisa menjual apa yang ditulisnya menjadi menarik orang untuk membeli dan membaca bukunya.


Lalu apa yang mesti dilakukan oleh para pemula agar bukunya bisa diterbitkan? Rina menjelaskan, ada dua hal esensial yang mesti dipahami dan dikuasai oleh calon penulis.


Pertama, urainya, penulis harus betul-betul tahu siapa target market dari calon bukunya. Si penulis harus betul-betul tahu apa yang ditulisnya, dan buku itu akan cocok dan menarik minat orang dari kalangan apa saja. Sedari awal menulis, kata Rina, penulis akan jauh lebih mendalami tulisannya kalau dia tahu untuk siapa tulisannya ini akan ditujukan.


"Jadi dia mesti tahu, siapa target pasar dari bukunya itu. Dari kalangan apa usia berapa, dan kategori-kategori lainnya. Sehingga mudah bagi penerbit untuk menentukan ini buku punya peluang atau tidak," tuturnya.


Unsur kedua, lanjutnya, penulis juga harus tahu apa yang menjadi daya jual (selling point) tulisannya. Sebuah naskah, ujar Rina, dijamin akan diterbitkan kalau betul-betul memiliki selling point. "Setelah dia tahu target pasarnya. Dia kemudian harus tahu apa sih yang mau dia jual dengan tulisannya itu," katanya.


Daya jual itu, kata Rina, tidak hanya perkara menarik atau tidaknya sebuah buku, tetapi juga mencakup banyak hal. Kadang kala sebuah tulisan dengan ide yang tidak menarik tetap bisa menjual karena memiliki selling point yang kuat. "Dia harus tahu, apa yang membuat orang butuh membaca bukunya. Ada informasi yang bisa disampaikan dalam bukunya itu yang orang tidak akan dapatkan di buku lainnya," paparnya.


Rina pun tak lupa membagikan sedikit tips dan triknya untuk para penulis pemula agar bisa memahami dan menguasai target market dan daya jual dari tulisan yang dibuatnya. Rina mengatakan, wawasan luas tetap menjadi modal utama bagi seorang calon penulis. "Kuncinya, tidak ada lain, dia harus berwawasan. Caranya adalah dengan riset. Main-mainlah ke toko buku. Bacalah buku-buku di sana. Kenali model-modelnya," ungkapnya.


Akan lebih baik lagi jika si penulis mengadakan riset setelah dia tahu tema apa yang diangkat dalam tulisannya. Si penulis bisa mempersempit riset sesuai dengan tema yang hendak diangkatnya.


"Dia bisa cari data-data. Referensi dari berbagai milis, sesuai dengan tema yang dia inginkan. Kalau sudah ada buku sejenis dengan tulisan yang mau dibuatnya, jangan kecil hati, cari kelemahannya. Yang tidak diangkat di situ bisa dikembangkan menjadi selling point bukunya," terangnya.


Setelah menguasai dua hal tersebut, kata Rina, barulah si penulis dapat dengan mantap menulis apa yang ada dalam pemikirannya. Jika naskahnya sudah jadi atau hampir jadi, Rina memberi saran, janganlah segan-segan mendatangi penerbit buku. "Berkonsultasilah. Jika mantap dan yakin, diskusikan. Apa sudah layak untuk diterbitkan atau masih ada yang kurang," katanya.


Rina menjelaskan, setiap editor buku mempunyai kriteria tersendiri untuk menentukan sebuah naskah layak terbit atau tidak. Editor, kata dia, memiliki batasan dan kadar tertentu untuk menerima sebuah naskah. "Kalau setidaknya dua hal tadi sudah termuat dalam naskah yang diberikan, pasti peluangnya besar untuk diterbitkan," tuntasnya.


Editor: Made


[http://nasional.kompas.com/read/2010/02/26/15030633/ingin.tulisanmu.diterbitkan.jadi.buku.begini.caranya]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.