Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

“Kidung Pengelana Hujan”, Puisi-Puisi yang Bebas dari Belenggu

Oleh : Tim Admin FAM INDONESIA



"Puisi-puisi Denni cukup beragam. Denni menulis semua hal tentang hidup dan apa yang ada di hadapannya. Tidak mau terbelenggu pada satu keharusan topik tertentu. Maka kita bisa menikmati arti sebuah kerinduan akan kampung halaman, arti sebuah cinta dan juga dibawa ke ranah religius. Sebuah perpaduan yang sangat romantis. Secara pribadi, puisi-puisi Denni membawa saya bernostalgia akan segala hal". ~ Denny S. Batubara (Jurnalis, bekerja sebagai news produser di Beritasatu TV (First Media News). Alumnus Ilmu Komunikasi Fisip USU Medan, saat ini sedang menimba ilmu di Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta. Pernah bekerja sebagai jurnalis di Harian Media Indonesia dan Metro TV)

Denni Meilizon lahir 6 Mei 1983 di sebuah desa di kaki gunung Malintang yang bernama Silaping, sebuah desa yang eksotis berada tepat di sepanjang aliran sungai besar, Batang Batahan Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat. Pendidikan dasarnya diselesaikan di Silaping, dan sewaktu melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah, dia merantau meninggalkan kampung halaman, bersekolah di SMU 1 Kubung Kabupaten Solok sebagai kawah candradimukanya hidup jauh dari orangtua.

Pernah kuliah di Jurusan Komunikasi Fisipol USU Medan namun tidak selesai. Selama berdomisili di Medan, dia banyak belajar dan memerhatikan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat yang heterogen, sehingga membentuk pola pikir tersendiri baginya. Dari Tano Batak, Ia kemudian hijrah ke Ranah Minang dan bekerja sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) pada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sejak tahun 2004. Mulai tahun 2010 dia diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipi (PNS) dan ditempatkan di Bidang Anggaran Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Saat ini dia sedang menyelesaikan studinya di STIE “KBP” Padang.

Bakat dan hobi menulisnya sudah kelihatan sejak SD. Ia banyak mendapat apresiasi dari guru-gurunya khususnya ketika pelajaran Bahasa Indonesia dan Sejarah. Kecintaannya pada buku juga sudah dipupuk sedari umur tujuh tahun, ketika sang papa menghadiahinya buku-buku sebagai hadiah prestasinya yang gemilang dari kelas satu sampai dengan kelas enam SD. Ia bahkan sering menghabiskan uang jajannya hanya untuk membeli buku di Pasar Nagari Silaping. Kecintaan membaca itu pun berlanjut terus sampai sekarang, Toko Buku Gramedia, Sari Anggrek Permindo Padang atau Pasar Loak Pasar Raya Padang adalah tempat favoritnya berburu buku.

Denni gemar membuat puisi-puisi sejak kecil, namun tidak dipublikasikan. Saat SMA pernah mementaskan Dramatisasi Puisi dan langsung menyutradarainya sendiri. Atas inisiatif sang istri (Jurnaini Lubis) pernah puisinya dimuat di Harian Singgalang dan sebuah tabloid Kota Padang. Namun, karena kehilangan motivasi dan kesibukan pekerjaan sebagai PNS, aktivitas mengirim puisi ke media massa terhenti.

Pemilik moto hidup “Berjalanlah, nanti engkau akan mendapatkan jalan di tengah perjalanan itu” sekarang berniat memompa semangat menulisnya melalui binaan Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia. Cita-citanya adalah menulis novel. Denni juga tetap aktif menulis puisi di dunia maya. Sebuah puisinya yang dikirim dalam Lomba Cipta Cerpen dan Puisi Tingkat Nasional FAM Indonesia, berhasil lolos seleksi dan dinobatkan sebagai puisi terbaik kedua. Puisi tersebut akan dibukukan dalam buku antologi cerpen dan puisi para pemenang lomba di FAM Indonesia. Buku Kumpulan Puisi “Kidung Pengelana Hujan” ini karya pertamanya yang diterbitkan FAM Publishing. Sebuah bukunya yang merupakan antologi bersama bertajuk “Pijar Heroik” (Penerbit Harfeey, Yogyakarta) akan segera diterbitkan pula menyusul buku ini. Di samping itu karya-karyanya akan diterbitkan juga bekerjasama dengan anggota FAM Indonesia yang lain dalam bentuk antologi-antologi puisi bersama. Proyek antologi tersebut saat ini sedang dalam tahap penulisan.

Ia bisa dihubungi melalui email dennimailizon@ymail.com, Facebook Denni Meilizon dan Twitter dennimeilizon. Saat ini berdomisili di Perumahan Safa Marwa I Sungai Lareh Lubuk Minturun Kota Padang Sumatera Barat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.