Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

PIJAR HEROIK #2 : membaca kisah tentang sosok heroik sepanjang masa !


Genre : Kumpulan kisah nyata tentang perjuangan Ibu
Penulis : Boneka Lilin et Boliners
Editor : Boneka Lilin
Layout : Boneka Lilin
Design Cover : Ary Hansamu Harfeey
Penerbit : Penerbit Harfeey
ISBN : 978-602-18917-1-1
Tebal : 165 Hlm; 14,8 x 21 cm (A5)
Harga : Rp 40.000,- 


Penulis Kontributor :
Boneka Lilin, Ary Hansamu Harfeey, Dian Eka Putri Mangedong, Denni Meilizon, Andik Chefasa, Rizki Alawiya, Amelia Erlinda Amer, Peri Bulan, Gengtik Grammar K, Nikky Vianti, Izzumi Haruki, Ahmad Ibnu Nahl, Intan Daswan, Rinda R. Latifah, Supriyadi, Fuatuttaqwiyah El Adiba, Marjan Anura, Vita Ayu Kusuma Dewi, Nai Saras, Vina V. Katerwilson, Eisya Shiraz, Iwan Wungkul, Febri Nina Fath Ratu, Tahiruddin Tawil, Day Diyanti, Tri Laxmi Fitrikc, Kiky Aurora, Nenny Makmun, Elisa Koraag, Marisa Dwi Kusuma Wardani, Septiani Ananda Putri.


SINOPSIS

Bukan sekedar kisah yang merangkum sosok renta yang gemar mengumpulkan karet gelang dan kantong kresek bekas di gantungan rak. Bukan juga sebatas cerita tentang keceriwisan perempuan paruh baya yang terpusing-pusing karena melakoni multyjob dalam sisa hidupnya.

Lebih dari itu, “Pijar Heroik” menampilkan sosok bunda dengan beragam kekuatannya, bahkan lebih dari ayah. Tentang ia yang bisa mengangkat satu karung penuh berisi padi atau rumput, meski harus berjalan terhuyung karena ringkih tubuhnya berontak dengan berat yang dibebankan. Juga ia yang bertelanjang kaki menapaki seng-seng panas demi bertarung mengalahkan kepongahan matahari yang harus ditaklukannya, berharap sesuap nasi bagi sang buah hati. Atau ia yang rela memangkas jam tidurnya, hanya agar anggota keluarga tak merasa kekurangan satu hal apa pun dalam melewati hari.

“Pijar Heroik”, berkisah tentang ia. Seorang ibu yang kerap merendahkan diri, demi meninggikan anak-anaknya, agar dapat hidup berkelayakan. Meski raganya terkikis habis setiap detik, ia tetap abai, asal si jantung hati bisa menikmati hangat pijar darinya. Bahkan meski pijar itu memakan tubuhnya hingga mematikan, bunda tetap bertahan hingga titik terang penghabisan.

&&&

Buku inspiratif ini sudah bisa diorder melalui inbox FB Penerbit Harfeey, para kontributor, atau sms ke nomor 081904162092. Mari membaca kisah tentang sosok heroik sepanjang masa! :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.