Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Apresiasi Tak Terduga dari Seorang Denni Meilizon dalam Buku Puisi RD!


Oleh : DP Anggi (Penyair Riau)

"Raudah-Raudah Sajadah" Buku Puisi Karangan DP-Anggi
Saya bahagia sekali atas kehadiran Buku Puisi ini. Pertama kali saya disuguhi oleh penulisnya, Kanda Denni Meilizon, saya membaca seperti orang kelaparan. Beliau meminta pendapat saya akan buku tersebut. Saya pun 'nyeleneh', "Apa ndak sekalian saya endors, Bang?" Candaan saya pun ditanggapi serius oleh Bang Denni, begitu biasa saya memanggil sahabat, kakanda sekaligus guru saya dalam menulis puisi ini. 

Saya terkejut ketika seorang 'musuh' men-tag nama saya, saya pun membuka cover buku tersebut. Subhanallah!!! Saya dikagetkan dengan endors 'mini' yang terletak di cover depan!
Ini sebuah kehormatan dan motivasi untuk saya. Apresiasi yang tak disangka-sangka. Bisa-bisanya, guru tempatku belajar menulis puisi, malah memberikanku tempat terhormat pada mahakaryanya yang ketiga setelah Buku Puisi "Kidung Pengelana Hujan" dan Buku Puisi "Siluet Tarian Indang". Ya, ini buku puisi ketiga beliau. Sedangkan buku antologi bersama sudah 'berserak' begitu pun prestasi beliau.


Bang Denni mengatakan, "Sejak lama abang pengen memberikan sesuatu untuk mengapresiasi perkembangan gaya berpuisimu dek..semoga dengan ini dapat diterima sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi abang itu,.. sang penyair cinta.. ...Puisi-puisi Enji : manis, sufi dan bersayap... :D"

Membaca puisi-puisi Bang Denni, saya teringat sebuah puisi berjudul "Ini Peri". Bagi yang baru melihat pasti heran, melotot, berhenti paling lama di puisi ini, memutar-mutar otak, akhirnya menemukan maksud dari kreativitas Bang Denni dalam berpuisi. Untuk sahabat, tetap berkarya dan semangat! Jangan lupa, order buku ini. Insya Allah tidak akan rugi. Di kompasiana, beliau juga tak segan membagi karya-karyanya :)


TELAH TERBIT
Judul: REMBANG DENDANG
Tebal: 140 Halaman
ISBN: 978-602-7692-53-4
Harga: Rp. 40.000 (Belum Ongkir)
PENULIS: DENNI MEILIZON
=======================
Untuk Pemesanan Ketik:
RD#Nama Lengkap#Alamat Lengkap#Jumlah#No. Telp
Kirim ke 0878-260000-53
===================
“MEMBACA “REMBANG DENDANG” buah penanya Denni Meilizon yang penuh rona larik demi larik memikat hubungan judul dengan isi begitu lekat, bermakna membawa kita pada berbagai imajinasi. Ada kegembiraan, kesedihan, kedunguan dan kepintaran, disajikan lengkap dalam buku ini, makna mudah dicerna walau terkadang kita harus melekat pada larik dan bait puisinya, pesan sufi yang terpapar berbentuk nasihat atau gelora muda yang berkobar, membuat buku ini bisa diterima oleh berbagai kalangan, semoga saja ke depan Denni Meilizon bisa menorehkan namanya dan berkiprah di ranah tercinta ini” (Bambang Irianto - Penyair dan Penikmat sastra) 
"Puisi-puisi ini tak sekadar puisi. Selalu unik dan segar untuk dinikmati serta dipahami. Salut untuk penulisnya" (DP Anggi - Penulis, Penyair, Kompasianer dan Aktivis FAM Indonesia) 
“Denni Meilizon, cukup produktif, rangsangan demi rangsangan yang menyerbunya memaksa ia harus tetap menulis dan menulis. Sambil 'mengimpau', menggembala ia tangkap nuansa kata yang ambiguity lalu menggilai dan bergulat dengan diksi pilihannya menjadi sebuah puisi, daya ungkap dan paparan yang khas” (Syarifuddin Arifin – Penyair dan Pekerja Seni, Penulis Buku Puisi “Maling Kondang”)
====================
Denni Meilizon lahir di Silaping Pasaman Barat 6 Mei 1983. Puisi-puisinya dipublikasikan di berbagai media cetak terbitan Sumatera Barat, disamping dibukukan secara tunggal dalam Kidung Pengelana Hujan (Penerbit FAM Publishing, 2012) dan Siluet Tarian Indang (Penerbit FAM Publishing, 2013). Selain itu juga dibukukan dalam antologi bersama Pijar Heroik (Penerbit Harfeey, 2012) Kejora Yang Setia Berpijar (Penerbit FAM Publishing, 2013) Bukittinggi, Ambo di Siko (Penerbit FAM Publishing, 2013), Lerak (Penerbit FAM Publishing, 2013), Terpenjara di Negeri Sendiri (Alif Gemilang Pressindo, 2013), Simphoni Secangkir Cinta (Diyandra, 2013), Puisi Menolak Korupsi (Forum Sastra Surakarta, 2013), 135 Puisi Romantis : Cinta Dalam Empat Dimensi (Pedas Publishing, 2013), dan Akupun Menjadi Penulis (FAM Publishing, 2013). Aktivis Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia, ini tinggal di Kota Padang.
Salam hangat dan semangat dari DP Anggi
FAM790M Pekanbaru 

Diposkan oleh DP Anggi di http://dpanggi.blogspot.com/2013/09/apresiasi-tak-terduga-dari-seorang.html

Komentar

Posting Komentar

Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.