Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

MELAWAN KORUPSI DENGAN PUISI





Judul               : Puisi Menolak Korupsi
Penulis             : Penyair Indonesia
Penerbit           : Forum Sastra Surakata
Cetakan           : Pertama, Mei 2013
Tebal               :  xxiv + 450 Halaman
ISBN               : 978-602-1830-26-0




Seperti tubuh, korupsi memiliki organ yang lengkap dengan berbagai fungsi. Ada tangan yang dipakai untuk menggapai, memegang, meremas dan membetot. Selain tentu saja menyentuh mesra serta membelai manja korbannya. Ada kaki yang berguna untuk menopang tubuh kala berdiri, memangkas jarak dengan berjalan atau berlari, sambil sesekali meloncat jika diperlukan mendekat sang korban dengan cepat. Ada juga kepala tempat bercokolnya segala organ utama dan paling penting. Mata untuk melirik, mengawasi dan melihat sesekali melotot, mulut menggertak, hidung mendengus, serta dahi berkernyit. Mulut juga ada di sana. Gunanya untuk bersilat lidah, mengunyah, menggigit dan menelan obyek tangkapan dibantu para gigi serta saluran kerongkongan. Sebelumnya acap diendus lebih dulu oleh hidung serta cek rasa oleh ujung lidah.

Namun dari semua itu sebagaimana tubuh, yang paling menentukan dari “makhluk” bernama korupsi adalah otak dan hatinya. Di sinilah segala logika dan argumentasi berikut visi perilaku korupsi diolah dan dimatangkan. Termasuk saat sempat “mempertimbangkan” norma baik dan buruk, benar dan salah, neraka dan surga, hingga tuhan dan setan. Bertaut berkelindan otak dan hati korupsi menjadi dasar pemikiran, pun timbang saran logika serta moral dalam menentukan laku korupsi secara ideologis atau serampangan.

Kini, generasi termutakhir korupsi rampung bermetamorfosis serupa air dan udara. Malih rupa santapan yang kita butuhkan senantiasa. Nyaris tak beda rasa, bau, warna dan wujudnya dengan air, udara dan makanan sejati. Butuh usaha keras dan upaya kuat untuk mengenali tubuh dari “makhluk” korupsi ini. Satu di antaranya melalui puisi yang bersandar pada ketajaman pikiran, kejernihan mata hati dan kedalaman nurani.

Ada beberapa hal yang dijadikan alasan agar puisi yang terangkum dalam “Puisi Menolak Korupsi” ini wajib dibaca, yaitu : kesatu, puisi yang terhimpun dalam buku ini ditulis oleh lebih dari 190 orang. Suatu jumlah yang tidak sedikit dan dapat dibayangkan seberapa besar passion yang harus dibaktikan untuk menghimpun banyak orang independen para penulis puisi; kedua, ada begitu banyak judul puisi, keragaman tema yang luas, kedalaman penghayatan dengan keunikan masing-masing, penggunaan kosakata yang khadari setiap penulisnya, berikut cara pengungkapan yang puitis, mengena dan “pas”.

Keterlibatan masyarakat di dalam pemberantasan korupsi dijustifikasi secara hukum dan dinyatakan secara tegas di dalam perundangan. Pada Pasal 1 angka 3 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK mengemukakan bahwa “serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak korupsi melalui upaya …. dengan peran serta masyarakat….”. Dengan demikian keterlibatan para penyair Indonesia dan masyarakat lainnya bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya pemberantasan korupsi sesuai dengan bidang dan kompetensinya masing – masing memiliki dasar legitimasi.

Para penyair dengan kompetensi yang dimilikinya memberikan sumbangan yang sangat penting untuk mengkomplementasikan dan sekaligus “menggelorakan” upaya pemberantasan korupsi. Hal ini menjadi penting karena pemberantasan korupsi tidak akan mungkin menggunakan pendekatan yang represif semata karena juga harus dipadu-padankan dengan kebijakan pencegahan serta diberikan sentuhan estetik dan humanistic sehingga menjadi gerakan yang tidak hanya spritualistik tetapi juga kian massif dan bahkan bersifat determinasi.

Kehadiran buku puisi dengan tema seperti ini adalah hal baru dalam dunia penerbitan di Indonesia. Namun mengingat bahaya laten dari korupsi maka buku “Puisi Menolak Korupsi” ini wajib anda baca dan miliki demi mengetahui anatomi korupsi tersebut dengan menggunakan kacamata sastra sajak ataupun puisi untuk kemudian berani bertindak menolak godaannya.

Peresensi : Denni Meilizon


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.