Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

SURYA HARDI (MURDOKS), PENERIMA MANDAT PEMBENTUKAN FAM WILAYAH RIAU


Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia semakin mengepakkan sayapnya ke seluruh wilayah Nusantara. Targetnya, di setiap provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, kampus, sekolah berdiri cabang FAM Indonesia. Targetnya, gerakan literasi FAM Indonesia semakin membumi.

Di Wilayah Provinsi Riau, FAM Indonesia memberikan mandat persiapan pembentukan FAM Wilayah Riau kepada Surya Hadi (Murdoks), seorang penyair dan mantan wartawan di kota itu. Ia menggeluti dunia seni sejak tahun 1996, selain menulis puisi, artikel, cerpen dan esai kebudayaan. Selain seorang penyair, dia dikenal sebagai teaterawan yang pernah bergabung dalam kelompok Teater Patria Medan.

Murdoks banyak mengikuti event-event sastra dan seni, di antaranya Festival Teater se-Indonesia di Bandung (1996), mewakili sastrawan Sumatera di Tasikmalaya dalam acara Gelar Sastra Indonesia (1999), Kemah Seniman 1 dan 2 di Banda Aceh, Pesta Seni se-Sumatera dan menghadiri Galangang Sastra di Taman Budaya Padang Sumatera Barat. Selain itu, Pesta Penyair Nusantara di Kediri dan Temu Sastrawan Indonesia di Bangka Belitung, Temu Sastrawan Indonesia di Ternate-Maluku Utara, Temu Sastrawan Indonesia Melayu Raya I (TSN I) Sumatera Barat (2012), dan hadir pada Pertemuan Penyair Nusantara ke VI Jambi, 28-31 Desember2012 dll.

Karya-karyanya banyak diterbitkan di media massa, baik lokal dan nasional. Puisi-puisinya dimuat dalam sejumlah antologi, di antaranya: “Gerimis”, “Ponari for President” (Malang, Jawa Timur), “Requiem Bagi Rocker” (Taman Budaya Solo), Antologi Puisi 127 Penyair “Dari Sragen Memandang Indonesia dan Titik 13” (Pekalongan), Antologi “Puisi Menolak Korupsi Jilid 2A dan 2B”. Buku puisi tunggalnya berjudul “Indonesia”.

Murdoks lahir di Aceh tahun 1969, mulai bersyair sejak duduk di bangku SMA Medan. Saat ini menetap di Pekanbaru, Riau. Kini Murdoks sedang mempersiapkan kumpulan cerpen dengan judul “Gadis Penari Zapin” dan Antologi “Riau Berbisik” yang akan ditulis dalam tulisan Aksara Arab Melayu. Di Pekanbaru ia berdomisili di Jalan Sultan Agung, Sukoharjo, No. 34 Pekanbaru, Riau. Email: murdoks_riau@yahoo.co.id. Dia mengantongi keanggotaan FAM dengan nomor ID1981U-Pekanbaru.
sumber : Laman Grup FAM INDONESIA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.