Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

PADA SUATU HARI


Air beriak dalam kesunyian yang misterius. Angin berhembus lirih membisikkan kidung nyanyian daun, kulit pohon dan tarian perdu. Ada tarian di puncak bukit melewakan pelangi yang menembus horizon bertahta langit. Sihir awan mengundang seludang rindu berbentuk mayang merona jingga. Serenade bersimfoni mengharapkan khalwat bersama kepak sayap burung-burung.
Selepas pandang bermanja dalam tataran kehijauan, gemericik sungai membelah keseharian berselimut kerling matahari. Keciap anak buaya, katak, atau kecipak ikan menasbihkan pesona penuh syukur. Rumpun-rumpun padi bertingkah menggoda gerombolan emprit, jalak kerbau, belekok sawah, ungkut-ungkut dan kenari dipokok-pokok dahan. Menyeruak tegak pada posisi semestinya sebuah dangau bertengger mengirimkan aroma sedap hidangan kehidupan. Menitipkan pesan kepada bayang-bayang untuk bergerak menuju sudut-sudut tegak lurus hingga menghilang. Hari sudah berbalut lelah dan berkeringat. Sejenak kemudian bagai berlomba seluruh jiwa kembali menjemput kesunyian. Mengisi sebuah fase saat mengkompromi hati dengan sang Maha Pencipta, mengisi energi lahir bathin mempertegas rasa syukur akan berkah kehidupan
Berlahan semua menyisih dihalau menuju tepian hari. Meninggalkan kehangatan pada permukaan segala benda. Ada yang membekali diri dengan menyimpan sisa hangat mentari untuk menghadapi dinginnya malam. Ada pula yang melepaskannya begitu saja tidak bisa menyerap kebaikan yang disediakan Ilahi. Temaram senja menepi dalam sapu angin lirih menyeluruh. Membahana pujian dari menara-menara pemanggil surga. Saatnya berteduh, menunduk sujud. Layar digulung gelap malam. kembali mengajak sunyi yang kali ini menuntun ke alam mimpi.
 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.