Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

Mengenal “Epigram” dalam puisi

Oleh : Liweng-Gun ( Lingsir Wengi - salah satu anak fb saya,yang sekarang tak saya ketahui di mana rimbanya).
Epigram adalah puisi dengan bentuk yang sederhana, singkat dan bernas. Tidak menggunakan kosakata yang berlebihan, namun mampu memberikan kesan satir bagi pembacanya. Epigram terdiri dari satu kalimat, satu bait atau 2 bait.  Materi yang diangkat dalam puisi epigram adalah pemikiran atau kejadian.  Istlah Epigram berasal dari Yunani kuno epigraphein yang berarti  “untuk menuliskan sesuatu” atau “ menorehkan tulisan”.


Pada abad kemunculannya, epigram digunakan sebagai catatan pada monumen batu (prasasti)di jaman Yunani kuno. Model epigram modern mulai dipopulerkan oleh penulis Romawi Marcus Valerius Martialis atau lebih dikenal dengan nama Martial.  Kumpulan bukunya terdiri dari 12 jilid dan diterbitkan di Roma antara tahun 86 hingga 103 M selama masa pemerintahan kaisar  Domitian, Nerva dan Trajan.  Serial tersebut disebut 12 Epigram dan berisi kumpulan puisi pendek yang lucu dan riang. Materi yang ditulis dalam Epigram Martialis adalah satir kehidupan kota, skandal  dan romantika pendidikan di masa itu.

Epigram mulai berkembang di Inggris pada abad ke-16 dan 17 berkat karya karya penyair terkenal,antara lain :  John Donne, Robert Herrick, Ben Jonson, Alexander Pope, George Byron, dan Samuel Taylor Coleridge. Di Perancis epigram dikembangkan oleh Nicolas, Boileau-Despréaux dan sang filsuf Voltaire.

Coleridge memberikan penjelasan yang indah tentang epigram :
What is an Epigram? A dwarfish whole,
Its body brevity, and wit its soul.

Tranliterasi :
Apakah Epigram sesungguhnya?  Ia menyingkat semesta
Tubuhnya ringkas, jiwanya cerdas

Coleridge juga memberikan contoh yang lain :
Sir, I admit your general rule,
That every poet is a fool,
But you yourself may serve to show it,
That every fool is not a poet.

Tranliterasi :
Tuan, aku mengakui aturan umum milikmu
Bahwa setiap pujangga adalah dungu
Tapi anda sendiri dapat menunjukannya
Bahwa setiap dungu bukanlah pujangga

Contoh yang lain juga diberikan oleh penyair terkenal Odger Nash : yang berjudul Es Pecah (Breaking Ice)

Candy
Is dandy,
But liquor
Is quicker

Transliterasi :

Permen,
Memang keren,
Tapi minuman keras
Lebih ringkas

Penulis pernah mencoba menulis sebuah epigram yang berjudul Merebut Hari, “Seize the Day!”

everyday is monday
nor a piece of holiday
but everyday is a holy day
for my buddy holy

contoh Epigram 1 bait yang lain :
“Hasrat“
batu
membisu
itu burung
jangan dikurung
(Liweng-Gun)
Contoh Epigram 1 kalimat
“kulawan seribu tantangan, selama belum enggan”
Demikian sekelumit tentang epigram, semoga bermanfaat.

Salam sastra terindah dan selamat berkarya !

Dikutip dari Catatan laman Facebook Driya Widiana M.S

Komentar

  1. Ijin reposting ya pak Denni,
    http://serampaikata.blogspot.com/2014/01/mengenal-epigram-dalam-puisi.html

    Sekalian, link blog ini kusave di page blogku :)

    Salam.

    BalasHapus

Posting Komentar

Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

DIALOG SUNYI REFDINAL MUZAN DALAM SALJU DI SINGGALANG

Harian Umum RAKYAT SUMBAR edisi SABTU, 25 Januari 2014 Ketika menutup tahun 2013 lalu, Refdinal Muzan kembali menerbitkan kumpulan sajaknya dengan judul "Salju di Singgalang". Penyair melankonis dan teduh ini benar-benar sangat produktif "berkebun" kata-kata. Bahasa qalbunya menyala. Sajak-sajaknya mencair mencari celah untuk mengalir dengan melantunkan irama yang mengetuk-ngetuk pintu bathin pembaca, mengajak bergumul, berbaris lalu berlahan lumat bersama kelindan kata yang merefleksikan pergerakan kreatifitas kepenyairannya. Membaca sajak-sajaknya memberikan ruang untuk berdialog lalu menarik  kita untuk ikut ke dalam pengembaraan dengan wajah menunduk, bertafakur dalam sunyi, menghormati kemanisan sajak yang disajikan berlinang madu.

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.