Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

ENJAMBEMEN

Sifat konsentrif atau pemusatan yang merupakan ciri khas bentuk karangan puisi,sangat membatasi kebebasan penyair.Penyair mau tidak mau dipaksa untuk menyampaikan isi hatinya,betapapun banyak yang hendak dikatakan,dengan bentuk yang sependek-pendeknya.Itulah sebabnya sebelum mencurahkan isi hatinya ke dalam bentuk kata-kata,penyair memisah-pisahkan dulu antara bagian-bagian yang dianggapnya pokok dari bagian-bagian yang dianggapnya hanya merupakan keterangan penjelas saja.Kemudian dilakukanlah penyaringan terhadap kata-kata yang akan diberinya tugas menyampaikan kata hatinya tersebut.Itulah sebabnya kata-kata yang digunakan penyair selalu mempunyai tugas ganda : tidak hanya mendukung maksud  tetapi juga mendukung rasa.Akibatnya,faktor bunyi bahasa amat diperhitungkan pula.Perhatikanlah sebait puisi Amir Hamzah berikut ini :


PADAMU JUA

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

[PUJANGGA BARU,hal 141]

Kata Kikis pada baris pertama puisi di atas,di samping mengandung maksud musna atau tak bersisa,menunjukkan kesan lebih daripada itu.Perpaduannya dengan kata habis terasa lebih menguatkan makna yang dikandungnya.Demikian pula yang dapat kita rasakan pada paduan kata hilang terbang.Suasana kosong,hampa dan merana nampak lebih nyata dalam khayal kita.

Untuk lebih menekankan makna bagian-bagian tertentu,di sampaing memanfaatkan bunyi-bunyi bahasa,seperti contoh di atas,penyair sering pula menggunakan apa yang disebut enjambemen : ialah bagian atau baris kalimat yang mempunyai tugas ganda : menghubungkan bagian yang mendahuluinya dan bagian berikutnya atau bagian yang mengikutinya.

Untuk lebih jelasnya,mari kita perhatikan bersama puisi tulisan Ajip Rosidi berikut ini :

DOA

Tuhan.Beri aku kekuatan
Menguasai diri sendiri,kesunyian
dan keserakahan.Beri aku penunjuk selalu
untuk memilih jalanMu,keridoanMu.Amin.

[JERAM,hal. 74]

Kalau kita tilik artinya,kelompok kata dan keserakahan masih merupakan kelanjutan baris sebelumnya : kesunyian.Demikian pula kelompok kata untuk memilih jalanMu,kerinduanMu,sebenarnya masih merupakan kelanjutan baris sebelumnya.Sehingga kalau kita susun menurut aturan yang umum,puisi tersebut mestinya sebagai berikut :

DOA

Tuhan.Beri aku kekuatan
Menguasai diri sendiri,kesunyian dan keserakahan.
Beri aku penunjuk selalu untuk memilih jalanMu,keridoanMu
Amin.

Tetapi jelas bukan tanpa kesengajaan penyair menyusun puisinya demikian.Dan apa yang dilakukannya itu bukan hanya sekedar iseng atau sekedar untuk memperindah wajah puisinya belaka.Ada maksud penyair yang lebih tinggi dan berarti daripada itu.Mari kita perhatikan.

Dengan susunan yang dibuat penyair,baik kata kesunyian maupun dan keserakahan;demikian juga untuk memilih jalanMu menjadi tertonjol karenanya.Bagian-bagian tersebut seakan minta dan harus diperhatikan oleh setiap pembaca.Dengan kata lain,bagian-bagian tersebut kini lebih nyata pentingnya.Akan lain sekali jika kita bandingkan dengan susunan yang kedua.Pada susunan yang kedua ini,bagian-bagian tersebut tidak mempunyai keistimewaan apapun.

Bagian-bagian tersebut tenggelam di tenagh-tengah bagian lain.Kedudukannya terasa sejajar saja dengan bagian-bagian lain tersebut.

Demikian arti dan makna enjambemen dalam puisi.Walaupun nampaknya merupakan unsur di luar puisi,ternyata mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam menentukan makna sesuatu puisi.Oleh sebab itu dalam rangka kegiatan apresiasi,hal itu tidak boleh dianggap sepele.

Coba perhatikan puisi-puisi berikut dan tunjukkanlah enjambemen yang terdapat di dalamnya !!!

PERJALANAN MALAM

Cobalah pada suatu malam membayangkan
menjadi seorang bapa dari duaratus juta anak
yang berbeda-beda watak dan kegemarannya,

Cobalah berlaku adil,bijak
dan sayang pada mereka semua.
Katakanlah,Tuhan akan kecewa bila mereka
saling membenci dan suka berkelahi.
Kemudian suruh mereka tidur dengan segera
sebab hari sudah amat malam,dingin
dan mulai sunyi.

Setelah mereka semua tetap,dan malam pun senyap
pakailah sepatu,kenakan mantel atau jaket
penahan angin,lalu berjalanlah ke luar rumah.

Menyusuri jalan yang sunyi di bawah bintang-bintang
masa depan anak-anakmu barangkali bisa terbayang.

[REL,Eka Budianta]

PROLOGUE

masih terdengar sampai di sini
dukaMu abadi.Malam pun sesaat terhenti
sewaktu dingin pun terdiam,di luar
langit yang membayang samar

kueja setia,semua pun yang sempat tiba
sehabis menempuh ladang Qain dan bukit Golgota
sehabis mencekap beribu kata,di sini
di rongga-rongga yang mengecil ini

kusapa duka Mu jua,yang ng capai menyusun Huruf.Dan terbaca :
sepi manusia,jelaga

[DUKAMU ABADI,Sapardi Djoko Damono]

DARI JENDELA-JENDELA GERBONG

Dari jendela-jendela gerbong
yang kututup rapat
bagai sebaris teka-teki

masih saja kutemukan kilasan bayang
: kita dalam deretan peti mati
  dari besi
  turun berbondong-bondong
  entah di mana

dalam songsongan satu berita
 : pahala dan dosa telah dibaur
   dalam bumbu sate madura
   Tuhan sendiri lahap telah meludasnya

Spada
bukankah kini pintu yang menyekati kita
selebar samudera

[POKOK MURBEI,Rayani Sriwidodo]

LAGU BATHIN

Kalau Kesunyian ialah Pangeran,ia bakal menuding daku
dan memanggil dikau,dalam pukau,bakal terbitkan sayang
yang bergayut di kalbu : "Datanglah engkau bersimpuh di
pangkuanku !"

Kalau kehidupan lahir kemudian,dan terus saja kita mem-
buru,dengan indera telanjang,bathin pun berlagu : "Betapa
teduh semesta tuan,bolehkah aku bersandar di kebidangan da-
damu ?"

Maka alam sekeliling pun diam,da;am sambutan tangan :
dinding pemisah hilang, "Bukan kerna alpa,Cintaku,bukan
kerna dendam.Ah,pesonamu,pesona itu menghunjam !"

[Lagu bathin,Linus Suryadi AG
Laut Biru Langit Biru,hal.677]

* Dikutip dari :
   Pengantar apresiasi puisi
   S.Suharianto
Penerbit :    Widya duta
                      surakarta
Cetakan 1 : Maret 1981

SEMOGA BERMANFAAT,SALAM SASTRA. 

Dikutip dari Catatan laman Facebook Driya Widiana M.S

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.