BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya. “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”. Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR ketika ditanya: ”Itu niat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sastra
merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan
perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat. Demikian pula sastra Indonesia terus
berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk (sastrawan) yang lahir dengan
fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Salah
satu jenis karya sastra adalah puisi.
Puisi merupakan karya sastra hasil perenungan seorang penyair atas suatu
keadaan atau peristiwa yang diamati, dihayati, atau dialaminya. Cetusan ide atau hasil perenungan tersebut
dikemas dalam bahasa yang padat dan indah.
Sebagai salah satu karya sastra, puisi mempunyai dunia sendiri, yang
dibangun oleh unsur-unsur yang memiliki perpaduan seperti tema, irama dan rima,
diksi atau pilihan kata, baris dan bait, dan gaya bahasa, yang selanjutnya
disebut dengan unsur intrinsik.
Karya
sastra (puisi) selain menghibur dengan cara menyajikan keindahan, juga memberikan
suatu yang bermakna bagi kehidupan.
Puisi
juga tidak pernah lepas dengan bahasa.
Puisi menggunakan bahasa dalam setiap sajak. Bahasa dalam sajak pada hakikatnya adalah
bunyi, yaitu bunyi yang dirangkai dengan menggunakan pola tertentu. Jika sebuah sajak dibacakan maka pertama-tama
yang tertangkap oleh telinga kita sesungguhnya adalah rangkaian bunyi. Hanya karena bunyi itu dirangkai dengan
mengikuti konvensi bahasa, maka bunyi itu sekaligus mengandung makna. Bunyi di dalam sajak memegang peranan
penting. Tanpa bunyi yang ditata secara
serasi dan apik, unsur kepuitisan di dalam sajak tidak mungkin dapat
dibangun. Dengan demikian, bunyi di
dalam sajak memiliki peran ganda. Jika
di dalam prosa fiksi bunyi berperan menentukan makna maka di dalam sajak bunyi
tidak hanya sekedar menentukan makna melainkan ikut menentukan nilai estetis
sajak. Peran ganda unsur bunyi di dalam
sajak menempatkan bunyi pada kedudukan yang penting. Bunyi begitu fungsional dan mendasar di dalam
penciptaan sajak. Sebelum samapai kepada
unsur-unsur lain, maka lapis bunyi berperan lebih dahulu. Jika unsur bunyi di dalam sajak tidak
dimanfaatkan secara baik oleh penyair, maka tidak dapat diharapkan timbulnya
suatu suasana dan pengaruh pada diri pembaca atau penikmat sajak ketika
berhadapan dengan sajak yang diciptakannya.
Dengan demikian, sugesti dalam diri pembaca dan penikmat sajak juga
tidak akan muncul.
Bunyi
memang dapat menciptakan efek dan kesan.
Bunyi mampu memberikan penekanan, dan dapat pula menimbulkan suasana
tertentu. Mendengar bunyi jangkerik
malam hari akan menimbulkan efek semakin terasa sepinya malam, suatu
keheningan. Mendengar suara kicau burung
yang bersahut-sahutan di pagi hari, akan membangkitkan suasana riang, sedangkan
mendengar suara lolongan anjing di tengah malam akan menciptakan suasana
mencekam yang membangkitkan bulu roma.
Bunyi-bunyi yang berasal dari hewan tersebut secara konvensi bahasa
manusia tidak dapat dipahami maknanya, tetapi dari suasana yang diciptakan
dapat dirasakan kesannya. Dengan
demikian, bunyi di samping sebagai hiasan yang dapat membangkitkan keindahan
dan kepuitisan, juga ikut berperan membentuk suasana yang mempertajam
makna. Bunyi sekaligus menimbulkan daya
saran yang efektif dan memancing sugestif.
Bunyi
erat hubungannya dengan unsur musikalitas.
Bunyi vokal dan konsonan jika dirangkai dan disusun sedemikian rupa akan
mampu menimbulkan bunyi yang menarik dan berirama. Bunyi berirama ini menimbulkan tekanan tempo
dan dinamik tertentu seperti layaknya bunyi musik dan melodi.
Raoul schrott
adalah seorang penyair berpandangan luas di jajaran penyair muda Austria. Ia menangani berbagai bidang diantaranya
sebagai penyair, ahli puisi, penterjemah, penyunting dan penerbit, serta
peneliti gerakan dadaisme.
Karya-karyanya dianggap mengagetkan, menguatkan kesadaran, penghayatan
dan menuntun kita ke derajat keakraban dari keberadaan benda-benda. Raoul
schrott membuat benda-benda mampu berbicara. Lebih dari itu, puisi tak sanggup
melakukannya.
Dalam
kaitannya dengan pembelajaran sastra di sekolah, penelitian ini mengenai bunyi
di dalam sajak puisi dengan standar kompetensi menganalisis puisi. Dengan demikian, pembelajaran diharapkan
dapat memberikan siswa pengetahuan yang luas dan memiliki sikap positif
terhadap karya sastra pada umumnya dan puisi pada khususnya. Serta dapat membantu siswa dalam memahami
lebih dalam tentang analisis bunyi di dalam sajak puisi.
1.2
Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah bunyi di dalam sajak dalam kumpulan puisi karya Raoul Schrott ?
1.3
Tujuan
penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan bunyi di dalam sajak dalam kumpulan puisi karya
Raoul Schrott.
1.4
Manfaat
Manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Sumbangan pemikiran dalam peningkatan
pengajaran sastra pada umumnya dan puisi pada khususnya.
2.
Bahan acuan bagi peneliti selanjutnya
yang bermaksud mengadakan penelitian yang lebih luas dan mendalam tentang
sastra pada umumnya dan puisi pada khususnya.
3.
Memberi gambaran bahwa analisis bunyi di
dalam sajak puisi merupakan sesuatu yang bermanfaat di mana kita dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan, serta kepuitisan sebuah puisi.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1 Pengertian
Sastra
Merumuskan pengertian sastra secara
sempurna tidak semudah merumuskan ilmu eksakta, namun demikian untuk
mempelajari suatu cabang ilmu pengetahuan secara teliti orang selalu berusaha
menemukan defenisi guna mengetahui pembahasan tentang permasalahan ilmu yang
bersangkutan (Lakota, 2003:9).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
sastra atau kesusastraan adalah hasil karya manusia berupa pengolahan bahasa
yang indah, berbentuk lisan atau tulisan.
Jadi, karya seseorang dapat dianggap sebagai hasil sastra jika memiliki
bahasa yang indah dan menimbulkan kesan yang mendalam.
Zulfahnur, dkk. (1996:2), mengemukakan
bahwa sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya mengandung unsur integral
dan kebudayaan, usianya sudah cukup tua.
Kehadirannya hampir bersamaan dengan adanya manusia, karena ia
diciptakan dan dinikmati manusia. Sastra
telah menjadi bagian dari pengalaman hidupnya maupun aspek penciptaannya, yang
mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra.
Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan
kehidupan sosial atau masyarakat, peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, dan
lain-lain, yang diamanatkan lewat pencipta, dan tokoh cerita. Sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai
aspek kehidupannya, sehingga karya sastra berguna untuk mengenal manusia,
kebudayaan dan zaman.
Pada zaman modern ini kedudukan sastra
semakin penting. Sastra tidak hanya
diapresiasikan masyarakat untuk memperhalus budi dan memperkaya spiritual serta
hiburan, melainkan juga telah masuk ke dalam kurikulum sekolah sebagai
pengetahuan budaya.
Dari berbagai pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa sastra adalah hasil karya seni manusia yang berupa pengolahan
bahasa yang indah dan berkaitan dengan unsur kebudayan yang bersifat integral.
2.2
Pengertian Puisi
Secara etimologi, kata puisi berasal
dari bahasa Yunani, poeima yang
artinya membuat, atau poeisis, yang
artinya pembuatan dan dalam bahasa Inggris poem
atau poetry. Puisi diartikan ‘membuat dan pembuatan’,
karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah menciptakan dunia
sendiri. Dunia itu mungkin berisi pesan
atau suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun nonfisik.
Menurut Caulay (dalam Samsuddin,
2012:3) puisi merupakan bentu karya sastra yang menggunakan kata-kata sebagai
media penyampaiannya untuk membuahkan ilusi dan imajinasi. Seperti halnya lukisan yang menggunakan garis
dan warna yang menggambarkan gagasan pelukisnya. Puisi menggunakan daya ilusi dan imajinasi
untuk mengungkapakan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Ilusi dan imajinasi yang membangun puisi merupakan
kenyataan. Fakta sosial dan politik yang
terjadi dalam kurun waktu dan budaya tertentu.
Sehingga, meskipun menggunakan daya ilusi dan imajinasi sebagai kekuatan
penciptaannya, puisi tetap berpijak pada kenyataan sosial dan politik.
Menurut Samsuddin (2012:5) puisi merupakan
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan. Perasaan dan pikiran penyair yang masih
abstrak dikonkretkan. Untuk
mengonkretkan peristiwa-peristiwa yang telah direkam di dalam pikiran dan
perasaan penyair, puisi merupakan salah satu sarananya. Pengongkretan intuisi melalui kata-kata itu
dilakukan dengan prinsip seefisien dan seefektif mungkin.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa puisi merupakan ungkapan jiwa dan pikiran manusia
dengan menggunakan kata-kata yang indah dan kaya akan makna.
2.3 Bentuk-bentuk Bunyi dalam Sajak
Bentuk-bentuk yang membangun bunyi
dalam sajak meliputi irama, kakafoni, efoni, onomatope, aliterasi, asonansi,
anaphora, dan epifora (Samsuddin, 2012:28).
2.3.1 Irama
Membicarakan masalah irama, pada
hakikatnya membicarakan permasalahan musik juga. Soalanya, meskipun irama erat hubungannya
dengan musik, irama tidak identik dengan bunyi itu sendiri. Irama bukan hanya sekedar bunyi belaka,
tetapi lebih dari itu irama merupakan bunyi yang teratur, terpola, menimbulkan
variasi bunyi, sehingga dapat menimbulkan suasana (Samsuddin, 2012:28).
Menurut Semi (dalam Samsuddin,
2012:28), irama terbagi dua, yaitu ritme
dan metrum. Metrum adalah irama yang tetap, terpola
menurut pola tertentu, sedangkan ritme adalah irama yang disebabkan
pertentangan-pertentangan atau
pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tapi tidak merupakan jumlah suku
kata yang tetap dan hanya menjadi gema dendang penyair.
Manurut Teuw (dalam Samsuddin,
2012:28), masalah irama belum ada yang tahan uji di dalam bahasa
Indonesia. Hal ini disebabkan karena
bahasa Indonesia tidak mempunyai aturan dalam persoalan tekanan kata. Berbeda dengan bahasa Inggris yang mempunyai
tekanan pada bagian-bagian suku katanya.
Dari berbagai pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahawa irama merupakan bunyi atau suara yang teratur
dalam setia baris sajak yang dibentuk oleh pergantian tekanan panjang pendek,
kuat lemah dan tinggi rendahnya suara.
2.3.2 Kakafoni
Menurut Samsuddin
(2012: 34), Kakafoni adalah
pemanfaatan bunyi sedemikian rupa sehingga bunyi yang dirangkaikan di dalam
sajak menimbulkan kesan yang cerah serta sebaliknya, suatu kesan keburaman.
Kesan ini tercermin dari keseluruhan sajak dan tertangkap dari keseluruhan
sajak melalui suasana yang melingkupinya.
Secara teoritis, kesan
buram timbul karena bunyi yang dirangkaikan berasal dari konsonan tak bersuara
seperti /k/, /p/, /t/, /s/. Penggunaan bunyi konsonan tersebut menciptakan
perasaan jiwa yang tertekan, gelisah, bahkan yang memuakkan. Karena menggambarkan
perasaan yang demikian, akibatnya yang muncul adalah kesan suasana buram.
Pemanfaatan unsur bunyi yang memunculkan efek semacam hal ini disebut dengan
istilah kakafoni (ca-caphony).
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa kakafoni
adalah bunyi yang muncul karena permainan bunyi konsonan tak bersuara, erat
hubungannya dengan suasana yang tidak menyenangkan dan untuk menciptakan
suasana yang buram.
2.3.3 Efoni
Pemanfaatan unsur bunyi
mampu menghasilkan kesan keburaman. Unsur bunyi juga dapat dipergunakan untuk
memunculkan kesan suasana sebaliknya. Kebalikan dari keburaman, yaitu kesan
suasana cerah. Kesan yang membangkitkan
kegembiraan dan rasa riang serta aman.
Kesan suasana cerah
muncul karena bunyi-bunyi yang dirangkaikan berasal dari bunyi vokal serta
konsonan bersuara. Kesan ini juga dapat dihadirkan dengan memanfaatakn bunyi
sengau yang dirangkai sedemikian rupa.
Bunyi sengau tersebut ditata sehingga menimbulkan kesan merdu dan enak
didengar.
Dari penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa efoni
adalah bunyi yang muncul karena permainan bunyi vokal dan konsonan bersuara, erat hubungannya dengan suasana yang
menyenangkan dan berhubungan dengan kebahagiaan.
2.3.4 Onomatope
Salah satu pemanfaatan
unsur bunyi yang cukup dominan di dalam sajak adalah onomatope. Istilah onomatope
menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman,
1984: 54) adalah penggunaan kata yang mirip dengan bunyi atau suara yang
dihasilkan oleh barang, gerak, atau orang. Istilah lain dari onomatope ini adalah tiruan bunyi.
Terkadang tiruan bunyi
di dalam sebuah sajak lebih mengena dalam menggambarkan sesuatu dibanding kata
itu sendiri. Bandingkan kata “ngeri”
dengan “lolong anjing di malam buta”.
Terasa bentuk kedua lebih mengundang imaji daripada bentuk pertama. Penggunaan tiruan
bunyi dimaksudkan untuk mengkonkretkan suasana menjadi lebih lugas.
Seperti diungkapkan di
atas, peniruan bunyi itu dapat dilakukan atau dihasilkan oleh barang, maka “klenenng genta”, “gemercik air pancuran”, “desau
angin”, “derap langkah kuda”, atau
“auuumm”, “ngiaau”, “kotek”, “kukuruyuk”, “cicit”,
adalah onomatope. Penggunaan tiruan
bunyi seperti hal di atas, sering ditemukan di dalam sajak.
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa onomatope adalah
bunyi yang muncul karena tiruan suara.
2.3.5 Aliterasi
Pemanfaatan bunyi
dengan cara lain dapat pula dilakukan, yaitu dengan cara mengulang pemakaian
bunyi. Pengulangan bunyi itu berupa pengulangan bunyi yang sama. Pengulangan
bunyi konsonan yang sama disebut aliterasi.
Pengulangan bunyi yang dapat dikategorikan pada bunyi aliterasi adalah pengulangan bunyi secara dominan.
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa aliterasi adalah
bunyi yang muncul karena pengulangan bunyi konsonan yang sama dan dominan dalam
satu baris sajak.
2.3.6 Asonansi
Asonansi
merupakan pemanfaatan unsur bunyi vokal secara berulang-ulang dalam satu baris
sajak. Halnya sama dengan aliterasi, hanya pengulangan di sini
merupakan pengulangan bunyi-bunyi vokal. Efek yang diharapkan muncul dari
pemanfaatan bunyi vokal secara berulang ini adalah kemerduan bunyi.
Sebagaimana pada
aliterasi, pada asonansi pun tidak
semua pengulangan bunyi vokal dapat disebut juga asonansi. Hanya pengulangan bunyi yang sama secara dominan (di
dalam sajak) yang dapat dikategorikan sebagai asonansi.
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa asonansi adalah
bunyi yang muncul karena pengulangan bunyi vokal yang sama dan dominan dalam
satu baris sajak.
2.3.7
Anafora dan Epifora
Satu lagi cara memanfaatkan bunyi di dalam
sajak guna menimbulkan unsur kepuitisan disebut anafora dan epifora. Cara
yang dipergunakan untuk teknik anafora dan epifora
ini adalah dengan menggunakan unsur bunyi yang berulang-ulang dalam bentuk kata atau bentukan linguistik
pada awal atau akhir tiap-tiap larik (baris) sajak. Pengulangan bunyi dalam
bentuk kata yang sama pada awal larik disebut anafora, sedangkan yang disebut
epifora adalah pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang sama pada akhir
larik-larik sajak. Karena ada persamaan bentukan yang diulang, maka sekaligus
pengulangan itu menyangkut pengulangan bunyi yang sama.
Pengulangan kata yang
sama, sehingga menimbulkan perulangan bunyi yang sama beberapa kali, dapat
menimbulkan kesan sugestif pada sebuah sajak. Kesan sugestif ini diharapkan
dapat membujuk pembaca untuk melebur dengan sajak yang sedang dinikmati.
Membawa apda suatu keadaan berkontemplasi.
Cara memanfaatkan bunyi
di dalam sajak cukup bervariasi. Cara-cara seperti telah diuraikan di atas
dapat dipergunakan oleh penyair. Penggunaan itu mungkin terpisah-pisah, mungkin
pula dipergunakan secara bersamaan pada sebuah sajak. Tidak tertutup
kemungkinan seorang penyair menggunakan semua sarana pemanfaatan unsur bunyi
itu sekaligus. Untuk memanfaatkan unsur bunyi ini diperlukan kecermatan serta
keahlian penyair, sehingga bunyi yang dihasilkan serta merta menggoda telinga,
karena bunyi yang menarik untuk disimak lebih jauh. Hal yang dapat disimpulkan,
unsur bunyi diramu dan ditata oleh para penyair di dalam mengantarkan pembaca
menemukan sebuah dunia. Dunia sebuah sajak. Sebuah dunia yang dapat memberikan
kepuasan dan kenikmatan batin bagi para penikmat sajak.
Dari penjelasan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa anafora adalah pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang sama pada awal larik,
sedangkan yang disebut epifora adalah
pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang sama pada akhir larik-larik sajak.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan objek penelitian dalam hal ini bunyi di dalam sajak.
3.2
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yakni
sumber data dari pustaka dengan jalan mengadakan studi lewat bahan bacaan yang
relevan serta mendukung penelitian ini.
3.4
Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah data
tertulis berupa puisi yang berhubungan dengan bunyi di dalam sajak yang
terdapat dalam kumpulan puisi karya Raoul
Schrott. Sumber data dalam penelitian ini adalah
kumpulan puisi karya Raoul Schrott.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah teknik baca dan catat.
Data dikumpulkan dengan cara membaca keseluruhan karya sastra (puisi)
kemudian mencatat bagian-bagian yang perlu diteliti.
3.6 Teknik Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis
berdasarkan pendekatan objektif. Artinya karya sastra (puisi) dianalisis
berdasarkan strukturnya yang otonom.
Adapun pendekatan karya sastra secara objektif yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mengacu dalam
diri karya sastra yaitu bunyi di dalam sajak.
Menurut wahid (dalam Saupa, 2012:28),
pendekatan objektif adalah pendekatan yang membatasi diri pada penelaahan karya
sastra itu sendiri, terlepas dari soal pembaca dan pengarang.
Setelah data terkumpul secara
keseluruhan, kemudian data diklasifikasikan, kemudian dianalisis berdasarkan
masalah penelitian. Secara rinci,
tekknik anlisis data adalah sebagai berikut :
1. Data
dikelompokan atau diklasifikasi berdasarkan masalah penelitian, yaitu
berdasarkan bunyi di dalam sajak (irama,
kakafoni, efoni, onomatope, aliterasi,
asonansi, anafora dan epifora).
2. Mendeskripsikan
bunyi di dalam sajak (irama, kakafoni,
efoni, onomatope, aliterasi, asonansi, anafora dan epifora).
3. Menganalisis
bunyi di dalam sajak (irama, kakafoni,
efoni, onomatope, aliterasi, asonansi, anafora dan epifora).
4. Membuat
kesimpulan tentang bunyi di dalam sajak (irama,
kakafoni, efoni, onomatope, aliterasi, asonansi, anafora dan epifora).
5. Menyusun
hasil analisis atau hasil penelitian.
6. Menyusun
laporan hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penelitian
Data hasil penelitian yang diperoleh
adalah sebagai berikut :
Korollarien
I
gerak spiral
burung-burung Sperling dengan
tepi sayapnya,
mereka menguliti langit menjadi
lapisan bagaikan
apel
1996
Korollarien II
serigala adalah
sepotong bara yang
dihembuskan sang
angin melalui gandum
ke dalam musim
kemarau
Korollarien III
bulan
legam
Puisi
di
dalam
* serak
bulbul
pada
rak
kicaunya
pengacau
Lahir
Senja
batu pualam sang awan . dan kepalamu
terlahir dari kegelapan dipukul tangan mungil
perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk
mata bagai bayang dedaunan eucalyptus yang
luruh pada sebuah kursi di tembok sana dan
kening menyala di kedua tangan . di lantai
beranda malam membeku bagai serangga yang
bertopang pada kaki-kakinya hanya sungutnya
saja yang bergetar . empat jari terentang hingga
di cakrawala tergolek selapis senja . bersama
angin lengkung
sayap biruhitam menutup dan
membuka cahaya bumi . dan tak lagi ada
yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin
tegang aroma kayu lembab dan pada sunyi
itulah kemejaku terkulai di bahu kiri . sang
pagi seolah tiba melalui puncak bukit menjauh
dan tak bisa dicegah pada merah kesumba .
kita santap buah jeruk dalam kegelapan
Sebuah
Cerita Tentang Tulisan III
di mana sungai mengalir melalui lempengan karang
menggumpalkan putih gelembung ke dalam busa
warna oker . hijau yang tertelan sepenuhnya
saat air berada tepat di pojok ladang menghalau
pepadian ke dalam asap yang berpindah
dan semak belukar yang terbakar
pada siang ahri datanglah sang prahara
melepuh pada pokok-pokok eucalyptus . panasanya
merambah wilayah mereka . memanggang padang
rumput berlempung menggumpal dari laterit api
memulasi akar rumput merah membata
membilas tepian pantai larut ke laut
hingga pecahan gerabah yang terbakar hujan
mencatat dengan bahasa sanskritnya
dan dalam ketakberaturan rima
sang angin membalas dengan satu baris saja
agar yang lain bangkit dari abu : longsoran tanah
merah
bumi . lidah-lidah awan melengkung
pada langit-langit jurang dan menjilati
bonggol-bonggol
pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah
bunga-bunga api . langit melantunkan kehausannya
ia bersabda kalimat demi kalimat dan lading garapan
para petani mematuhi diktum ini : lapar
mengolah bahasanya sendiri agar panen pertama
bisa tuntas dituai hutan harus dibumihanguskan
api selangkah lagi dari jalan dan aliran anak-anak
sungai
melubangi tanah garapan ke dalam kehitaman . dari
ketinggian
mudah dikenali huruf-huruf kasar itu
bagaikan rajah
pada telapak tangan.
4.2 Pembahasan
Korollarien
I
gerak spiral
burung-burung Sperling dengan
tepi sayapnya,
mereka menguliti langit menjadi
lapisan bagaikan
apel
· Irama
Seluruh sajak diatas mempunyai irama,
karena pada hakikatnya semua puisi tidak pernah lepas dari irama setelah puisi
itu dibacakan.
· Kakafoni
Bunyi
kakafoni pada puisi tersebut secara
teoritis tidak ditemukan, karena tak ada bunyi yang berakhir dengan huruf
konsonan tak bersuara seperti /k/, /p/, /t/, /s/. sedangkan dilihat dari maknanya, juga tidak
ditemukan bunyi kakafoni karena dalam puisi tersebut juga tidak ditemukan makna
yang berhubungan dengan suasana yang tidak menyenangkan atau suasana yang
buram.
· Efoni
Semua larik dalam puisi tersebut
termasuk bunyi efoni, karena selain
berakhir dengan konsonan bersuara, juga mengandung makna yang berhubungan
dengan suasana yang menyenangkan.
· Onomatope
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan
bunyi onomatope, karena tidak
terdapat bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda, gerak, manusia,
maupun makhluk lain.
· Aliterasi
Aliterasi yang terdapat pada larik “gerak spiral burung-burung Sperling dengan”
adalah /g/, /r/, /n/. Ketiga huruf
konsonan ini masing-masing berjumlah lima.
Pada larik “tepi sayapnya, mereka menguliti langit menjadi”, yang
termasuk bunyi aliterasi yaitu
/n/. Bunyi /n/ lebih dominan dan
berjumlah empat. Sedangkan pada larik “lapisan bagaikan apel”, yang termasuk aliterasi adalah /l/, /n/, /p/. Ketiga bunyi ini lebih dominan dan
masing-masing berjumlah tiga.
· Asonansi
Bunyi
asonansi yang terdapat pada larik “gerak spiral burung-burung Sperling dengan”
adalah /u/. Bunyi /u/ lebih dominan dan
berjumlah empat. Pada larik “tepi sayapnya, mereka menguliti langit
menjadi”, yang termasuk bunyi asonansi
yaitu /a/. Bunyi /a/ lebih dominan dan
berjumlah empat. Dan pada larik “lapisan
bagaikan apel”, yang termasuk bunyi asonansi
yaitu /a/. Bunyi /a/ ini lebih dominan
dan berjumlah enam.
· Anafora dan Epifora
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan anafora maupun epifora karena tidak ada pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang
terletak di awal maupun akhir sajak.
Korollarien II
serigala adalah
sepotong bara yang
dihembuskan sang
angin melalui gandum
ke dalam musim
kemarau
· Irama
Seluruh sajak diatas mempunyai irama,
karena pada hakikatnya semua puisi tidak pernah lepas dari irama setelah puisi
itu dibacakan.
· Kakafoni
Bunyi
kakafoni pada puisi tersebut secara
teoritis tidak ditemukan, karena tak ada bunyi yang dominan berakhir dengan
huruf konsonan tak bersuara seperti /k/, /p/, /t/, /s/. Sedangkan jika dilihat dari maknanya, yang
termasuk bunyi kakafoni yaitu “ke dalam musim kemarau”, dan “serigala adalah sepotong bara yang”,
karena dalam larik tersebut ditemukan makna yang berhubungan dengan suasana
yang tidak menyenangkan atau suasana yang buram.
· Efoni
Secara
teoritis semua larik dalam puisi tersebut termasuk bunyi efoni, karena selain berakhir dengan konsonan bersuara, juga
mengandung makna yang yang berhubungan dengan suasana yang menyenangkan,
kecuali pada larik “ke dalam musim kemarau”,
dan “serigala adalah sepotong bara yang”,
maknanya bukan termasuk bunyi efoni.
· Onomatope
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan
bunyi onomatope, karena tidak
terdapat bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda, gerak, manusia,
maupun makhluk lain.
· Aliterasi
Aliterasi yang terdapat pada larik “serigala adalah sepotong bara yang”
adalah /g/. bunyi /g/ lebih dominan dan
berjumlah tiga. Pada larik “dihembuskan sang angin melalui gandum”,
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu
/n/. Bunyi /n/ lebih dominan dan
berjumlah lima. Sedangkan pada larik “ke dalam musim kemarau”, yang termasuk aliterasi adalah /m/, bunyi ini lebih
dominan dan berjumlah empat.
· Asonansi
Asonansi
yang terdapat pada larik “serigala
adalah sepotong bara yang” adalah /a/.
bunyi /a/ lebih dominan dan berjumlah delapan. Pada larik “dihembuskan sang angin melalui gandum”, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/. Bunyi /a/ lebih dominan dan berjumlah lima. Sedangkan
pada larik “ke dalam musim kemarau”,
yang termasuk asonansi adalah /a/,
bunyi ini lebih dominan dan berjumlah empat.
· Anafora dan Epifora
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan anafora maupun epifora karena tidak ada pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang
terletak di awal maupun akhir sajak.
Korollarien III
bulan
legam
Puisi
di
dalam
* serak
bulbul
pada
rak
kicaunya pengacau
· Irama
Seluruh sajak diatas mempunyai irama,
karena pada hakikatnya semua puisi tidak pernah lepas dari irama setelah puisi
itu dibacakan.
· Kakafoni
Bunyi kakafoni
secara teoritis terdapat pada kata “serak”,
dan “pada rak” karena dalam larik
tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara. Sedangkan dilihat dari maknanya, bunyi kakafoni terlihat pada bait “serak”, Pada
bait tersebut ditemukan makna yang berhubungan dengan suasana yang tidak
menyenangkan atau suasana yang buram.
· Efoni
Secara
teoritis semua larik dalam puisi tersebut termasuk bunyi efoni, kecuali pada kata “serak”,
dan “rak”, juga mengandung makna yang
berhubungan dengan suasana yang menyenangkan, kecuali pada larik “serak”, maknanya bukan termasuk bunyi efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan.
· Onomatope
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan
bunyi onomatope, karena tidak terdapat
bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda, gerak, manusia, maupun
makhluk lain.
· Aliterasi
Aliterasi yang terdapat pada larik “bulan” adalah /b/, /l/, /n/. bunyi /b/, /l/, /n/ masing-masing berjumlah satu, dan puisi tersebut banyak terdiri
dari satu kata dalam satu larik. Pada larik “legam”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /g/, /l/, /m/,
masing-masing berjumlah satu. Pada larik “puisi”,
yang termasuk aliterasi adalah /p/,
/s/, masing-masing berjumlah satu. Pada
larik “di”, yang termasuk aliterasi adalah /d/, berjumlah
satu. Pada larik “dalam”, yang termasuk aliterasi
adalah /d/, /l/, /m/, masing-masing berjumlah satu. Pada larik “serak”, yang termasuk aliterasi adalah /k/, /r/, /s/, masing-masing
berjumlah satu. Pada larik “bulbul”, yang termasuk aliterasi adalah /b/, /l/, masing-masing berjumlah dua. Pada larik “pada rak”, yang termasuk aliterasi
adalah /d/, /k/, /p/, /r/, masing-masing berjumlah satu. Pada larik “kicaunya pengacau”, yang termasuk aliterasi adalah /c/, /n/, masing-masing
berjumlah dua.
· Asonansi
Asonansi yang terdapat pada larik “bulan” adalah /a/, /u/,
masing-masing berjumlah satu, dan puisi
tersebut banyak terdiri dari satu kata dalam satu larik. Pada larik “legam”, yang termasuk bunyi asonansi
yaitu /a/, /e/, masing-masing berjumlah satu. Pada larik “puisi”, yang termasuk asonansi
adalah /i/, yang berjumlah dua. Pada
larik “di”, yang termasuk asonansi adalah /i/, berjumlah
satu. Pada larik “dalam”, yang termasuk asonansi
adalah /a/, berjumlah dua. Pada larik “serak”, yang termasuk asonansi adalah /a/, /e/, masing-masing
berjumlah satu. Pada larik “bulbul”,
yang termasuk asonansi adalah /u/,
berjumlah dua. Pada larik “pada rak”, yang termasuk asonansi adalah /a/, berjumlah
tiga. Pada larik “kicaunya pengacau”, yang termasuk asonansi adalah /a/, berjumlah empat.
· Anafora dan Epifora
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan anafora maupun epifora karena tidak ada pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang
terletak di awal maupun akhir sajak.
Puisi tersebut kebanyakan terdiri dari satu kata dalam satu larik
sehingga tidak memungkinkan adanya anafora
maupun epifora.
Lahir
Senja
batu pualam sang awan . dan kepalamu
terlahir dari kegelapan dipukul tangan mungil
perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk
mata bagai bayang dedaunan eucalyptus yang
luruh pada sebuah kursi di tembok sana dan
kening menyala di kedua tangan . di lantai
beranda malam membeku bagai serangga yang
bertopang pada kaki-kakinya hanya sungutnya
saja yang bergetar . empat jari terentang hingga
di cakrawala tergolek selapis senja . bersama
angin lengkung
sayap biruhitam menutup dan
membuka cahaya bumi . dan tak lagi ada
yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin
tegang aroma kayu lembab dan pada sunyi
itulah kemejaku terkulai di bahu kiri . sang
pagi seolah tiba melalui puncak bukit menjauh
dan tak bisa dicegah pada merah kesumba .
kita santap buah jeruk dalam kegelapan
· Irama
Seluruh sajak diatas mempunyai irama, karena pada hakikatnya semua
puisi tidak pernah lepas dari irama
setelah puisi itu dibacakan.
· Kakafoni
Bunyi
kakafoni pada larik “batu pualam sang awan . dan kepalamu”
tidak ditemukan. Pada larik tersebut
tidak ada yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, dan maknanya tidak
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “terlahir dari kegelapan dipukul tangan mungil” tidak ditemukan
bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “perkasa . jurai rambut
terkulai di tengkuk” ditemukan bunyi kakafoni
pada larik “rambut”, dan “tengkuk”. Bunyi kakafoni
tidak dominan dalam larik ini. Pada
larik tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya
tidak termasuk kakafoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “mata bagai bayang dedaunan eucalyptus yang” ditemukan bunyi kakafoni pada larik “bayang”, “eucalyptus”, dan “yang”. Pada
larik tersebut yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan
maknanya tidak termasuk kakafoni
karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. pada larik “luruh pada sebuah kursi di tembok sana dan” ditemukan bunyi kakafoni pada larik “tembok”.
Pada larik tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
sedangkan maknanya tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan. pada larik “kening menyala di kedua tangan . di lantai
” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak termasuk kakafoni karena
tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “beranda malam membeku bagai serangga yang” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “bertopang pada kaki-kakinya hanya
sungutnya” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak termasuk kakafoni karena
tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “saja yang bergetar . empat jari terentang hingga ” ditemukan bunyi kakafoni pada kata “empat”. Pada kata tersebut
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya termasuk
kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “di cakrawala tergolek selapis senja . bersama ” ditemukan bunyi kakafoni pada kata “tergolek”, dan “selapis”. Pada kata tersebut berakhir dengan bunyi konsonan
tak bersuara, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “angin lengkung sayap biruhitam menutup dan” ditemukan
bunyi kakafoni pada kata “sayap”, dan “menutup”. Pada kata tersebut
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. pada larik “membuka cahaya bumi. dan tak lagi ada” ditemukan bunyi kakafoni pada kata “tak”. Pada kata tersebut
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “yang menyentuhnya kini . bibirmu
bikin” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut tidak ada kata
yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak termasuk
kakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut tidak ada kata
yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “tegang aroma kayu lembab dan pada
sunyi” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut tidak ada kata
yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedanghkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Pada larik “itulah
kemejaku terkulai di bahu kiri . sang ” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut
tidak ada kata yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanyapun
tidak termasuk kakafoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “pagi seolah tiba melalui puncak bukit
menjauh” ditemukan bunyi kakafoni
pada kata “puncak”, dan “bukit”.
Pada kata tersebut tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
maknanya pun tidak termasuk kakafoni
karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “dan tak bisa dicegah pada merah kesumba .”
ditemukan bunyi kakafoni pada kata “tak”.
Pada kata tersebut tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
sedangkan maknanya tidak termasuk kakafoni
karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “kita santap buah jeruk dalam kegelapan.”
ditemukan bunyi kakafoni pada kata “santap” dan “jeruk”. Pada kata tersebut
tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun termasuk kakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan.
· Efoni
Pada
larik “batu pualam sang awan . dan
kepalamu” semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, dan maknanya termasuk efoni berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. pada larik “terlahir dari kegelapan dipukul tangan mungil” semuanya termasuk
bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik “perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk” termasuk bunyi efoni kecuali pada kata “rambut”, dan “tengkuk”. Bunyi efoni dominan dalam larik ini. Pada larik tersebut lebih banyak berakhir
dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan
dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada
larik “mata bagai bayang dedaunan
eucalyptus yang” termasuk bunyi efoni
kecuali pada larik “eucalyptus”. Pada larik tersebut banyak yang berakhir
dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada
larik “luruh pada sebuah kursi di tembok
sana dan” semuanya termasuk bunyi efoni
kecuali pada kata “tembok”. Pada larik tersebut kebanyakan berakhir dengan bunyi
konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “kening menyala di kedua tangan . di lantai ” semuanya termasuk
bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada
larik “beranda malam membeku bagai
serangga yang” semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik “bertopang pada kaki-kakinya hanya sungutnya”
semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan
dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada
larik “saja yang bergetar . empat jari
terentang hingga ” termasuk bunyi efoni
kecuali pada kata “empat”. Pada larik tersebut lebih banyak berakhir
dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “di cakrawala tergolek selapis senja .
bersama ” termasuk bunyi efoni
kecuali pada kata “tergolek”, dan “selapis”. Pada kata tersebut berakhir dengan bunyi
konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik “angin lengkung sayap biruhitam menutup dan” semuanya termasuk
bunyi efoni kecuali pada kata “sayap”, dan “menutup”. Pada kata tersebut
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “membuka cahaya bumi . dan tak lagi ada”
semuanya termasuk bunyi efoni kecuali
pada kata “tak”. Pada kata tersebut
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya termasuk bunyi efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik “yang
menyentuhnya kini . bibirmu bikin” semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik “yang
menyentuhnya kini . bibirmu bikin”
semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semua kata berakhir
dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada
larik “tegang aroma kayu lembab dan pada
sunyi” semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semua kata berakhir
dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “itulah
kemejaku terkulai di bahu kiri . sang ” semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya
berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik “pagi
seolah tiba melalui puncak bukit menjauh” termasuk bunyi efoni kecuali pada kata “puncak”, dan “bukit”. Pada kata tersebut tersebut berakhir dengan bunyi konsonan
tak bersuara. Maknanya pun termasuk efoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “dan tak bisa dicegah pada merah kesumba .”
termasuk bunyi efoni kecuali pada
kata “tak”. Pada kata tersebut
tersebut berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik “kita
santap buah jeruk dalam kegelapan.” termasuk bunyi efoni kecuali pada kata “santap”
dan “jeruk”. Pada kata tersebut tersebut berakhir dengan
bunyi konsonan tak bersuara. Maknanya
tidak termasuk efoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan.
· Onomatope
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan
bunyi onomatope, karena tidak
terdapat bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda, gerak, manusia,
maupun makhluk lain.
· Aliterasi
Bunyi aliterasi pada larik “batu pualam sang awan . dan kepalamu”
yaitu /n/. Pada larik tersebut bunyi /n/
lebih dominan dan berjumlah empat. Pada
larik “terlahir dari kegelapan dipukul
tangan mungil” yang termasuk alitersai
yaitu /n/, dan /l/ yang masing-masing berjumlah empat. Pada larik “perkasa . jurai rambut
terkulai di tengkuk” yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /k/, dan /r/, yang
masing-masing berjumlah empat. Pada
larik “mata bagai bayang dedaunan
eucalyptus yang”, yang termasuk aliterasi
yaitu /n/, yang berjumlah empat. Pada
larik “luruh pada sebuah kursi di tembok
sana dan”, yang termasuk bunyi alitersai
adalah /s/, yang berjumlah tiga. Pada
larik “kening menyala di kedua tangan .
di lantai ”, yang termasuk bunyi aliterasi
yaitu /n/, yang berjumlah enam. Pada
larik “beranda malam membeku bagai
serangga yang”, yang termasuk aliterasi
adalah bunyi /m/, yang berjumlah empat.
Pada larik “bertopang pada
kaki-kakinya hanya sungutnya”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah lima. Pada larik “saja yang bergetar . empat jari terentang hingga ”, yang termasuk aliterasi yaitu /g/, yang berjumlah
lima. Pada larik “di cakrawala tergolek selapis senja . bersama ”, yang termasuk
bunyi aliterasi adalah /s/, yang
berjumlah empat. Pada larik “angin lengkung sayap biruhitam menutup dan”, yang
termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/,
yang berjumlah enam. Pada larik “membuka cahaya bumi . dan tak lagi ada”,
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu
/m/, yang berjumlah tiga. Pada larik “yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah
enam. Pada larik “tegang aroma kayu
lembab dan pada sunyi”, /n/, yang berjumlah tiga. Pada larik “itulah kemejaku terkulai di bahu kiri . sang ”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /k/, yang berjumlah
empat. Pada larik “pagi seolah tiba
melalui puncak bukit menjauh”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /l/, yang berjumlah tiga. Pada larik “dan tak bisa dicegah pada merah kesumba
.”, yang termasuk bunyi aliterasi
yaitu /b/, /d/, /h/, /k/, /m/, dan /s/, yang masing-masing berjumlah dua. Pada
larik “kita santap buah jeruk dalam
kegelapan.”, yang termasuk bunyi aliterasi
yaitu /k/, yang berjumlah tiga.
· Asonansi
Bunyi asonansi pada larik “batu
pualam sang awan . dan kepalamu” yaitu /a/.
Pada larik tersebut bunyi /a/ lebih dominan dan berjumlah Sembilan. Pada larik “terlahir dari kegelapan dipukul tangan mungil” yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah
enam. Pada larik “perkasa . jurai rambut terkulai di tengkuk” yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah lima. Pada larik “mata bagai bayang dedaunan eucalyptus yang”, yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah
sepuluh. Pada larik “luruh pada sebuah kursi di tembok sana dan”,
yang termasuk bunyi asonansi adalah
/a/, yang berjumlah enam. Pada larik “kening menyala di kedua tangan . di lantai
”, yang termasuk bunyi asonansi yaitu
/a/, yang berjumlah tujuh. Pada larik “beranda malam membeku bagai serangga yang”,
yang termasuk asonansi adalah bunyi
/a/, yang berjumlah sembilan. Pada larik
“bertopang pada kaki-kakinya hanya
sungutnya”, yang termasuk bunyi asonansi
yaitu /a/, yang berjumlah sembilan. Pada
larik “saja yang bergetar . empat jari
terentang hingga ”, yang termasuk asonansi
yaitu /a/, yang berjumlah delapan. Pada
larik “di cakrawala tergolek selapis
senja . bersama ”, yang termasuk bunyi asonansi
adalah /a/, yang berjumlah tujuh. Pada
larik “angin lengkung sayap biruhitam menutup dan”, yang
termasuk bunyi asonansi yaitu /a/,
yang berjumlah lima. Pada larik “membuka cahaya bumi . dan tak lagi ada”,
yang termasuk bunyi asonansi yaitu
/a/, yang berjumlah delapan. pada larik
“yang menyentuhnya kini . bibirmu bikin”, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /i/, yang berjumlah
enam. Pada larik “tegang aroma kayu lembab dan pada sunyi”, yang tarmasuk asonansi adalah /a/, yang berjumlah
delapan. Pada larik “itulah kemejaku
terkulai di bahu kiri . sang ”, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, dan /i/, yang masing-masing berjumlah lima.
Pada larik “pagi seolah tiba melalui
puncak bukit menjauh”, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah enam. Pada larik “dan tak bisa dicegah pada merah kesumba
.”, yang termasuk bunyi asonansi
yaitu /a/, yang berjumlah delapan. Pada larik “kita santap buah jeruk dalam kegelapan.”, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah
delapan.
· Anafora dan Epifora
Dalam
puisi tersebut tidak ditemukan anafora
maupun epifora karena tidak ada
pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang terletak di awal maupun akhir
sajak. Puisi tersebut kebanyakan terdiri
dari satu kata dalam satu larik sehingga tidak memungkinkan adanya anafora maupun epifora.
Sebuah
Cerita Tentang Tulisan III
di mana sungai mengalir melalui lempengan karang
menggumpalkan putih gelembung ke dalam busa
warna oker . hijau yang tertelan sepenuhnya
saat air berada tepat di pojok ladang menghalau
pepadian ke dalam asap yang berpindah
dan semak belukar yang terbakar
pada siang hari datanglah sang prahara
melepuh pada pokok-pokok eucalyptus . panasanya
merambah wilayah mereka . memanggang padang
rumput berlempung menggumpal dari laterit api
memulasi akar rumput merah membata
membilas tepian pantai larut ke laut
hingga pecahan gerabah yang terbakar hujan
mencatat dengan bahasa sanskritnya
dan dalam ketakberaturan rima
sang angin membalas dengan satu baris saja
agar yang lain bangkit dari abu : longsoran tanah
merah
bumi . lidah-lidah awan melengkung
pada langit-langit jurang dan menjilati
bonggol-bonggol
pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah
bunga-bunga api . langit melantunkan kehausannya
ia bersabda kalimat demi kalimat dan lading garapan
para petani mematuhi diktum ini : lapar
mengolah bahasanya sendiri agar panen pertama
bisa tuntas dituai hutan harus dibumihanguskan
api selangkah lagi dari jalan dan aliran anak-anak
sungai
melubangi tanah garapan ke dalam kehitaman . dari
ketinggian
mudah dikenali huruf-huruf kasar itu
bagaikan rajah
pada telapak tangan.
· Irama
Seluruh sajak diatas mempunyai irama, karena pada hakikatnya semua
puisi tidak pernah lepas dari irama
setelah puisi itu dibacakan.
· Kakafoni
Bunyi kakafoni pada larik “di mana
sungai mengalir melalui lempengan karang” tidak ditemukan. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, dan maknanya tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik
“menggumpalkan putih gelembung ke dalam
busa” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, dan maknanya tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “warna oker . hijau yang tertelan
sepenuhnya.” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, dan maknanya tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “saat air berada tepat di pojok
lading menghalau” ditemukan bunyi kakafoni
pada larik “saat”, “tepat”, dan “pojok” . Pada larik tersebut yang berakhir dengan bunyi konsonan
tak bersuara kurang dominan, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “pepadian ke dalam asap yang berpindah”, tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada kata yang
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “dan semak belukar yang terbakar”
ditemukan bunyi kakafoni pada kata “semak” namun bunyi kakafoni tidak dominan.
Maknanya termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “pada siang hari datanglah sang prahara” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tidak ada yang berakhir
dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya pun tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “melepuh pada pokok-pokok eucalyptus . panasanya” ditemukan bunyi kakafoni pada kata “pokok-pokok”, dan “eucalyptus”. Pada larik tersebut, bunyi kakafoni tidak
dominan, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “merambah wilayah mereka .
memanggang padang”, tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada kata
tersebut, tak ada kata yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara,
sedangkan maknanya termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “rumput berlempung menggumpal dari laterit api” ditemukan bunyi kakafoni pada kata “rumput”, dan “laterit”,
namun bunyi kakafoni tidak dominan,
sedangkan maknanya termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “memulasi akar rumput merah membata” ditemukan bunyi kakafoni pada kata “rumput”, namun kakafoni
dalam larik ini tidak dominan, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik “membilas tepian pantai larut ke laut”
ditemukan bunyi kakafoni pada kata “membilas”, “larut”, dan “laut”. Pada
larik tersebut kakafoni tidak
dominan. Sedangkan maknanya termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Pada larik “hingga
pecahan gerabah yang terbakar hujan” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut tidak ada kata
yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, maknanya termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “mencatat dengan bahasa sanskritnya”
ditemukan bunyi kakafoni pada kata “mencatat”, namun kakafoni tidak
dominan. Maknanya tidak termasuk
kakafoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “dan dalam ketakberaturan rima”
tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik tersebut tersebut tidak ada kata
yang berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedanghkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Pada larik “sang
angin membalas dengan satu baris saja”, ditemukan bunyi kakafoni pada kata “membalas”, namun kakafoni
tidak dominan. Maknanya pun tidak
termasuk kakafoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “agar yang lain bangkit dari abu : longsoran
tanah merah” ditemukan bunyi kakafoni
pada kata “bangkit”, namun kakafoni tidak dominan. Maknanya pun
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik “bumi . lidah-lidah
awan melengkung” tidak ditemukan bunyi kakafoni.
Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan
maknanya termasuk kakafoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “pada langit-langit jurang dan menjilati bonggol-bonggol” ditemukan
bunyi kakafoni pada kata “langit-langit”, namun kakafoni tidak dominan. Maknanya pun
termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah”
tidak ditemukan bunyi kakafoni. Maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Pada larik “bunga-bunga api . langit melantunkan
kehausannya” , ditemukan bunyi kakafoni
pada kata “langit”, namun tidak dominan.
Maknanya termasuk kakafoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “ia bersabda kalimat demi kalimat dan ladang garapan” ditemukan
bunyi kakafoni pada dua kata “kalimat”, namun kakafoni tidak dominan. Sedangkan maknanya tidak termasuk kakafoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “para petani mematuhi diktum ini :
lapar”, tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada kata tersebut, tak ada kata yang
berakhir dengan bunyi konsonan tak bersuara, sedangkan maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada
larik “mengolah bahasanya sendiri agar
panen pertama” tidak ditemukan bunyi kakafoni,
sedangkan maknanya tidak termasuk kakafoni
karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “bisa tuntas dituai hutan harus dibumihanguskan” ditemukan bunyi kakafoni pada kata “tuntas”, dan “harus”
namun kakafoni dalam larik ini tidak
dominan, sedangkan maknanya termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. pada larik “api selangkah lagi dari jalan dan aliran anak-anak sungai” tidak
ditemukan bunyi kakafoni, sedangkan
maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan
dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “melubangi tanah garapan ke dalam kehitaman . dari ketinggian” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Pada larik
tersebut tersebut tidak ada kata yang berakhir dengan bunyi konsonan tak
bersuara, maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Pada larik “mudah
dikenali huruf-huruf kasar itu” tidak ditemukan bunyi kakafoni. Maknanya termasuk kakafoni
karena berhubungan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pada larik “bagaikan rajah pada telapak tangan”,
ditemukan bunyi kakafoni pada kata “telapak”, namun kakafoni tidak
dominan. Maknanya termasuk kakafoni karena berhubungan dengan
sesuatu yang tidak menyenangkan.
· Efoni
Pada larik “di mana sungai mengalir melalui lempengan karang”, semuanya
termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, dan maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “menggumpalkan putih gelembung ke dalam busa” semuanya termasuk
bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, dan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan suasana yang
menyenangkan. Pada larik “warna oker . hijau yang tertelan sepenuhnya.” semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut
semuanya berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, dan maknanya tidak termasuk
bunyi efoni karena tidak berhubungan
dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “saat air berada tepat di pojok lading menghalau”, bunyi efoni lebih dominan, dan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan.
Pada larik “pepadian ke dalam asap
yang berpindah”, semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut
semua kata berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan.
Pada larik “dan semak belukar yang
terbakar” bunyi efoni lebih
dominan. Maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “pada siang hari datanglah sang prahara”,
semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, maknanya pun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “melepuh pada pokok-pokok eucalyptus . panasanya”, bunyi efoni lebih dominan, sedangkan maknanya
tidak termasuk efoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan.
Pada larik “merambah wilayah
mereka . memanggang padang”, semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut,
semua kata berakhir dengan bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak
termasuk efoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. Pada larik “rumput berlempung menggumpal dari laterit
api”, bunyi efoni lebih dominan,
sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik “memulasi akar rumput merah membata”, bunyi efoni lebih dominan, sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “membilas tepian pantai larut ke laut”,
bunyi efoni lebih dominan, sedangkan maknanya
tidak termasuk efoni
karena tidak berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik “hingga
pecahan gerabah yang terbakar hujan”, semuanya termasuk bunyi efoni.
Pada larik tersebut semua kata berakhir dengan bunyi konsonan bersuara,
maknanya tidak termasuk efoni karena
tidak berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “mencatat dengan bahasa sanskritnya”
bunyi efoni lebih dominan. Maknanya juga termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada
larik “dan dalam ketakberaturan rima”,
semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semua kata berakhir
dengan bunyi konsonan bersuara, sedanghkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “sang
angin membalas dengan satu baris saja”, bunyi efoni lebih dominan.
maknanyapun termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik “agar yang
lain bangkit dari abu : longsoran tanah merah”, bunyi efoni lebih dominan.
Maknanya tidak termasuk efoni
karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “bumi . lidah-lidah awan melengkung”,
semuanya termasuk bunyi efoni. Pada larik tersebut semuanya berakhir dengan
bunyi konsonan bersuara, sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada
larik “pada langit-langit jurang dan menjilati
bonggol-bonggol”, bunyi efoni
lebih dominan, maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “pepohonan
. biru sepotong mangga terkunyah”, semuanya termasuk bunyi efoni.
Maknanya tidak termasuk efoni
karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “bunga-bunga api . langit melantunkan kehausannya” , bunyi efoni lebih dominan. Maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan sesuatu yang
menyenangkan. pada larik “ia bersabda kalimat demi kalimat dan ladang
garapan”, bunyi efoni lebih
dominan. Maknanya juga termasuk efoni karena berhubungan dengan sesuatu
yang menyenangkan. Pada larik “para petani mematuhi diktum ini : lapar”,
semuanya termasuk bunyi efoni. Sedangkan maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “mengolah bahasanya sendiri agar panen
pertama” semuanya termasuk bunyi efoni. Maknanya
termasuk efoni karena
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “bisa tuntas dituai hutan harus dibumihanguskan”, bunyi efoni lebih dominan, sedangkan maknanya
tidak termasuk efoni karena tidak
berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan.
Pada larik “api selangkah lagi
dari jalan dan aliran anak-anak sungai”, semuanya termasuk bunyi efoni, sedangkan maknanya tidak termasuk
efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “melubangi
tanah garapan ke dalam kehitaman . dari ketinggian”, semuanya termasuk
bunyi efoni, maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “mudah
dikenali huruf-huruf kasar itu”, semuanya termasuk bunyi efoni.
Maknanya tidak termasuk efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan. Pada larik “bagaikan
rajah pada telapak tangan”, bunyi efoni
lebih dominan. Maknanya tidak termasuk
efoni karena tidak berhubungan dengan
sesuatu yang menyenangkan.
· Onomatope
Dalam puisi tersebut tidak ditemukan
bunyi onomatope, karena tidak terdapat
bunyi tiruan suara, baik yang dihasilkan oleh benda, gerak, manusia, maupun
makhluk lain.
· Aliterasi
Bunyi aliterasi pada larik “di mana
sungai mengalir melalui lempengan karang” yaitu /n/. Pada larik tersebut bunyi /n/ lebih dominan
dan berjumlah enam. Pada larik “menggumpalkan putih gelembung ke dalam busa”
yang termasuk aliterasi yaitu /m/,
yang berjumlah empat. Pada larik “warna oker . hijau yang tertelan sepenuhnya”
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah empat. Pada larik “saat air berada tepat di pojok ladang menghalau”, yang termasuk aliterasi yaitu /t/, yang berjumlah tiga. Pada larik “pepadian ke dalam asap yang berpindah”, yang termasuk bunyi alitersai adalah /p/, yang berjumlah
tiga. Pada larik “dan semak belukar yang terbakar”, yang termasuk bunyi aliterasi
yaitu /r/, yang berjumlah tiga. Pada
larik “pada siang hari datanglah sang
prahara”, yang termasuk aliterasi
adalah bunyi /n/ dan /h/ yang masing-masing berjumlah tiga. Pada larik “melepuh pada pokok-pokok eucalyptus . panasanya”, yang termasuk
bunyi aliterasi yaitu /p/, yang
berjumlah enam. Pada larik “merambah wilayah mereka . memanggang padang”,
yang termasuk aliterasi yaitu /m/,
yang berjumlah lima. Pada larik “rumput berlempung menggumpal dari laterit
api”, yang termasuk bunyi aliterasi
adalah /m/ dan /p/, yang masing-masing berjumlah empat. Pada larik “memulasi akar rumput merah membata”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /m/, yang berjumlah
enam. Pada larik “membilas tepian pantai larut ke laut”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /t/, yang berjumlah empat. Pada larik “hingga pecahan gerabah yang terbakar hujan”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /h/, yang berjumlah empat.
Pada larik “mencatat dengan bahasa
sanskritnya”, yang termasuk bunyi aliterasi
yaitu /n/ yang berjumlah lima. Pada larik “dan
dalam ketakberaturan rima”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /r/, yang berjumlah tiga. Pada larik “sang angin membalas dengan satu baris saja”,
yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /s/
dan /n/, yang masing-masing berjumlah empat. Pada larik “agar yang lain bangkit dari abu : longsoran tanah merah”, yang
termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/,
yang berjumlah enam. Pada larik “bumi . lidah-lidah
awan melengkung”, yang termasuk bunyi aliterasi
yaitu /l/ dan /n/, yang masing-masing berjumlah tiga. Pada larik “pada langit-langit jurang dan menjilati
bonggol-bonggol” yang termasuk bunyi aliterasi
yaitu /g/, yang berjumlah tujuh. Pada larik “pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah”, yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/, yang berjumlah
lima. Pada larik “bunga-bunga api .
langit melantunkan kehausannya” yang termasuk bunyi aliterasi yaitu /n/ yang berjumlah tujuh. Pada larik “ia bersabda kalimat demi kalimat dan lading
garapan” yang termasuk aliterasi yaitu /d/ yang berjumlah empat. Pada larik
“para petani mematuhi diktum ini : lapar”,
yang termasuk aliterasi yaitu /m/ dan
/t/ yang masing-masing berjumlah tiga. Pada larik “mengolah bahasanya sendiri agar panen pertama” yang termasuk aliterasi yaitu /n/ yang berjumlah lima.
Pada larik “bisa tuntas dituai hutan
harus dibumihanguskan” yang termasuk aliterasi
yaitu /s/ yang berjumlah empat. Pada larik “api
selangkah lagi dari jalan dan aliran anak-anak sungai”, yang termasuk aliterasi yaitu /n/ yang berjumlah
tujuh. Pada larik “melubangi tanah
garapan ke dalam kehitaman . dari ketinggian”, yang termasuk aliterasi yaitu /n/ yang berjumlah enam.
Pada larik “mudah dikenali huruf-huruf
kasar itu”, yang termasuk aliterasi yaitu /r/ yang berjumlah tiga. Pada
larik “bagaikan rajah pada telapak
tangan.”, yang termasuk aliterasi
yaitu /n/ yang berjumlah tiga.
· Asonansi
Bunyi asonansi pada larik “di mana
sungai mengalir melalui lempengan karang” yaitu /a/. Pada larik tersebut bunyi /a/ lebih dominan
dan berjumlah delapan. Pada larik “menggumpalkan putih gelembung ke dalam busa”
yang termasuk asonansi yaitu /a/,
yang berjumlah lima. Pada larik “warna oker . hijau yang tertelan sepenuhnya”
yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/, yang berjumlah lima. Pada larik “saat air berada tepat di pojok ladang menghalau”, yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah
sepuluh. Pada larik “pepadian ke dalam asap yang berpindah”,
yang termasuk bunyi asonansi adalah
/a/, yang berjumlah delapan. Pada larik
“dan semak belukar yang terbakar”,
yang termasuk bunyi asonansi yaitu
/a/, yang berjumlah enam. Pada larik “pada siang hari datanglah sang prahara”,
yang termasuk asonansi adalah bunyi /a/
yang berjumlah sebelas. Pada larik “melepuh pada pokok-pokok eucalyptus . panasnya”,
yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/,
yang berjumlah enam. Pada larik “merambah wilayah mereka . memanggang padang”,
yang termasuk asonansi yaitu /a/,
yang berjumlah sembilan. Pada larik “rumput berlempung menggumpal dari laterit
api”, yang termasuk bunyi asonansi
adalah /a/, yang berjumlah empat. Pada
larik “memulasi akar rumput merah membata”,
yang termasuk bunyi asonansi yaitu
/a/ yang berjumlah enam. Pada larik “membilas tepian pantai larut ke laut”,
yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/
yang berjumlah enam. Pada larik “hingga pecahan gerabah yang terbakar hujan”,
yang termasuk bunyi asonansi yaitu
/a/ yang berjumlah sembilan. Pada larik “mencatat
dengan bahasa sanskritnya”, yang termasuk asonansi yaitu /a/, yang berjumlah delapan. Pada larik “dan dalam ketakberaturan rima”, yang termasuk
bunyi asonansi yaitu /a/, yang
berjumlah tujuh. Pada larik “sang angin
membalas dengan satu baris saja”, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/yang berjumlah sembilan. Pada larik “agar yang lain bangkit dari abu : longsoran
tanah merah”, yang termasuk bunyi asonansi
yaitu /a/ yang berjumlah sebelas. Pada larik “bumi . lidah-lidah awan melengkung”, yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/ yang berjumlah empat.
Pada larik “pada langit-langit jurang dan
menjilati bonggol-bonggol” yang termasuk bunyi asonansi yaitu /a/ yang berjumlah tujuh. Pada larik “pepohonan . biru sepotong mangga terkunyah”,
yang termasuk bunyi asonansi yaitu
/o/ dan /a/ yang masing-masing berjumlah empat. Pada larik “bunga-bunga api . langit melantunkan
kehausannya” yang termasuk bunyi asonansi
yaitu /a/ yang berjumlah sembilan. Pada larik “ia bersabda kalimat demi kalimat dan lading garapan” yang termasuk asonansi yaitu /a/ yang berjumlah dua
belas. Pada larik “para petani mematuhi
diktum ini : lapar”, yang termasuk asonansi
yaitu /a/ yang berjumlah enam. Pada
larik “mengolah bahasanya sendiri agar
panen pertama” yang termasuk asonansi
yaitu /a/ yang berjumlah sepuluh. Pada larik “bisa tuntas dituai hutan harus dibumihanguskan” yang termasuk asonansi yaitu /a/ yang berjumlah tujuh.
Pada larik “api selangkah lagi dari jalan
dan aliran anak-anak sungai”, yang termasuk asonansi yaitu /a/ yang berjumlah lima belas. Pada larik “melubangi tanah garapan ke dalam kehitaman .
dari ketinggian”, yang termasuk asonansi
yaitu /a/ yang berjumlah dua belas. Pada larik “mudah dikenali huruf-huruf kasar itu”, yang termasuk asonansi yaitu /u/ yang berjumlah lima.
Pada larik “bagaikan rajah pada telapak
tangan.”, yang termasuk asonansi
yaitu /a/ yang berjumlah sebelas.
· Anafora dan Epifora
Dalam
puisi tersebut tidak ditemukan anafora
maupun epifora karena tidak ada
pengulangan bunyi dalam bentuk kata yang terletak di awal maupun akhir
sajak. Puisi tersebut kebanyakan terdiri
dari satu kata dalam satu larik sehingga tidak memungkinkan adanya anafora maupun epifora.
4.3
Interpretasi Penelitian
Dalam kumpulan puisi Raoul Schrott bunyi dalam sajak yang
paling dominan yaitu asonansi. Dalam
kumpulan puisi tersebut tidak terdapat onomatope,
anafora dan epifora. Efoni lebih
dominan dari kakafoni namun jika
dilihat dari maknanya kakafoni lebih
dominan dari pada efoni. Sehingga
kumpulan puisi tersebut kontradiksi.
Pengarang sengaja melakukan kontradiksi
pada puisinya agar tidak tercipta suasana seram.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang
telah diuraikan sebelumnya dalam kumpulan puisi karya Raoul Schrott yang berupa irama,
efoni dan kakafoni, onomatope, aliterasi dan asonansi serta anafora dan epifora,
maka dapat disimpulkan bahwa dalam kumpulan puisi Raoul Schrott bunyi dalam sajak yang paling dominan yaitu asonansi. Dalam kumpulan puisi tersebut
tidak terdapat onomatope, anafora dan epifora. Efoni lebih
dominan dari kakafoni namun jika
dilihat dari maknanya kakafoni lebih
dominan dari pada efoni. Sehingga
kumpulan puisi tersebut kontradiksi.
Pengarang sengaja melakukan kontradiksi
pada puisinya agar tidak tercipta suasana seram.
5.2
Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam
makalah ini yaitu agar pengarang puisi selanjutnya diharapkan dapat memuat
semua unsur bunyi di dalam sajak dalam puisinya.
Sumber : http://jafarudinbastra.blogspot.com
Sumber : http://jafarudinbastra.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar
Selamat datang dan membaca tulisan dalam Blog ini. Silakan tinggalkan komentar sebagai tanda sudah berkunjung, salam dan bahagia selalu.