Langsung ke konten utama

Gaji Pimpinan di Muhammadiyah

BELUM SEMUA KENAL MUHAMMADIYAH,,, 😍😍😍 Seorang pengurus yayasan bertanya: "Berapa gaji pengurus Muhammadiyah yang tertinggi dan terendah?” “Pimpinan tidak ada yang digaji, hanya karyawan yg digaji” jawab saya.  “Apa benar ? Kalau begitu dari mana sumber ekonomi mereka ?” “Semua pimpinan Muhammadiyah punya pekerjaan, tidak menganggur”. "Bagaimana kalau tugas Muhammadiyah bersamaan dengan tugas pekerjaan?” “Jika waktu berbenturan, tugas pekerjaan didahulukan, baru Muhammadiyah”. “Kalau begitu tidak profesional karena menomorduakan Muhammadiyah” “Mungkin menurut orang lain tidak profesional. Tetapi itu lebih baik karena semua pimpinan Muhammadiyah tidak ada yang berfikir mengurusi Muhammadiyah sebagai profesi. Semua berniat sbg pengabdian. Yang penting dilakukan penuh kesungguhan dan sepenuh kemampuan”.  Dahulu pernah ada gagasan memberi gaji kepada pimpinan Muıammadiyah  supaya waktu dan perhatiannya bisa penuh kepada pesyarikatan. Tanggapan Pak AR  ketika ditanya:  ”Itu niat

ANAKKU, PESAN AYAH : JANGAN JADI SI MALIN KUNDANG ATAU SI SAMPURAGA




Buih menggoyang pandangan yang nanar menatapi lautan
Sejak dulu kita telah menghitung gelegar badai dan hempasan ombak pada karang
Sambil menyejajarkan bahu-bahu kita dan mengikatkan diri pada tiang-tiang kapal
Engkau menyelinginya dengan cerita diam dan dera masa lalu
Tapi aku lebih suka cerita si Sampuraga itu, sesekali cerita si Malin Kundang
Anak-anak bunda yang tak tahu adat dan terima kasih
Tak jua punya rasa hormat dan tepa empati pada bundanya
Dikutuki oleh Yang Maha Kuasa, satu dibanjiri air bah dan satunya pula meratap menjadi batu bersujud dionggok pasir pantai


Oii... lekaslah kita tuangkan doa pada jengkal jaring, pancing dan jala
Ombak jua masih dititi buih, buritan goyang diciumi pula
Ada langit biru dirapalkan mantera bagi si camar yang menukik riang
Baiknya kita hentikan cerita legenda untuk saat ini gantikan dengan nyanyian rindu sianak pulang dari tempat nan jauh
Lekaslah menghela pukat dan masukkan ikan-ikan itu ke dalam keranjang
Hujan dan badai datangnya selalu pula saat sore hari, akhir-akhir ini cuaca tak dapat dikira

Gelanggang kita adalah lautan
Penontonnya adalah angin, hujan, badai, camar dan langit
Gelanggang kita adalah gelanggang berbuih, berombak dan bergelora naik dan pasang
Gelanggang kita ini gelanggang hidup tempat anak bini bertaut hidup

Anakku, jangan engkau tiru si Malin Kundang dan si Sampuraga
Mereka cuma meniti diatas buih kehidupan tak jelas terombang ambing kemana
Hingga dikutukilah mereka menyadarkan yang hidup
Jangan sesekali melawani bundamu
karena engkau adalah separuh dia dan separuh aku.

2012

Dimuat HARIAN RIAU HARI INI edisi Rabu 8 Januari 2014 pada Kolom TERAJU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Fiksi dalam Sorak Sorai Kepergian dan Penantian

 (Kolom Apresiasi di SKH Haluan, 11 September 2016) Oleh Denni Meilizon AGAKNYA kata “rindu” memang tidak pernah bisa dipisahkan dari sebuah jarak antara kepergian dengan penantian. Sebagaimana sebuah kapal yang melayari lautan, perjalanan telah membawa semua ekspektasi kata “rindu” yang malih rupa kemudian dengan sebutan kenangan. Sedangkan kenangan selalu berupa sebentuk rumah, kebersamaan dan jejak. Puisi “Yang Ditahan Angin Rantau” menggambarkan betapa kenangan telah berumah di tanah perantauan sedangkan di kampung halaman tertinggal sebentuk ingatan. Larik begini, Sepanjang malam adalah angin yang berembus menikam jauh sampai ke putih tulang/ Penyair seakan memberitahukan kepada kita bahwa rindu rumah kampung halaman telah mencukam dalam sampai titik paling rendah, sampai ke tulang.   Anak rindu kepada masakan Ibunda dan tepian mandi ketika kanak-kanak. Tetapi, puisi ini bukanlah hendak menuntaskan keinginan itu. Tak ada waktu untuk menjemput kenangan. Lihatlah larik

KAJIAN PUISI-BUNYI DALAM SAJAK

BAB I  PENDAHULUAN   1.1          Latar Belakang Sastra merupakan cabang seni yang mengalami proses pertumbuhan sejalan dengan perputaran waktu dan perkembangan pikiran masyarakat.  Demikian pula sastra Indonesia terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, karena sastra adalah produk  (sastrawan) yang lahir dengan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat.